Qasam berlari menuju ke kamar dimana Qizha tengah ditangani oleh dokter. Habiba menyambutnya di depan pintu ruangan.“Apa yang terjadi dengan Qizha?” tanya Qasam panik.“Ayo, kemarilah!” Habiba membawa Qasam memasuki ruangan. Tampak Qizha menatap lemah ke arahnya.Qasam terkesiap menatap istrinya yang sudah siuman. Dia langsung menghambur mendekati Qizha, tanpa sadar menyingkirkan para suster yang ada di sana. Dia meraih tangan sang istri, digenggam erat. Tatapannya fokus ke wajah Qizha.“Benarkah kau sudah siuman?” bisik Qasam.Qizha diam saja, tatapannya kosong. Sepertinya dia belum sepenuhnya sadar.Qasam mendekatkan bibirnya ke kening Qizha, lalu mengecup singkat kening istrinya. Kembali terkilas balik bagaimana dulu ia pernah menyakiti Qizha. Melukai fisik dan hati istrinya itu.Hatinya tertutip oleh rasa dendam hingga tak bisa melihat kebaikan Qizha selama ini. sebagaimana pun Qizha memuliakan dirinya, menunjukkan kebaikannya, tetap saja salah di mata Qasam.Bahkan Qas
KlingBalasan dari Qasam masuk. ‘Nanti kujemput. Kamu sudah sehat kan?’Qizha langsung tersenyum membaca chat itu. padahal isi chatnya tidaklah istimewa, tapi mendebarkan di jantungnya.Duh, suaminya Qizha kini telah berhasil membuat jantung Qizha jadi berdebar- debar penuh asmara.Jatuh cinta? Mungkinkah Qizha kembali kasmaran? Belum sempat Qizha membalas pesan, sudah terlihat di ujung kanan atas Qasam tengah mengetik.Baiklah, Qizha menunggu balasan masuk.‘Dokter menanganimu dengan sempurna. Kau adalah pasien spesial, jadi diprioritaskan. Makan yang banyak supaya cepat pulih, oke?’Lagi- lagi Qizha tersenyum simpul. Aneh, kenapa ia jadi sebahagia itu membaca pesan dari suami? Tentu saja. selama ini Qasam adalah sosok yang dingin dan kejam, tapi sekarang berubah. Pria itu menjadi sosok yang sangat menyenangkan.Baru saja Qizha mnegetik pesan, panggilan telepon sudah masuk duluan. Dari Qasam.“Yes!” Qizha tersenyum girang melihat nama Qasam menari di layar telepon mem
Mobil melaju di jalan raya. Qasam memutar musik slow, kedengaran romantis sekali. Qizha menikmati alunan musik yang terdengar syahdu.“Bapak mau berhenti di depan sebentar?” Qizha menoleh pada suaminya.“Ayolah, Qizha. Jangan panggil Bapak.”Qizha tersenyum. “Kenapa nggak mau dipanggil bapak? Bukankah suatu saat nanti kalau kita sudah punya anak, maka aku akan mnegajarinya memanggilmu bapak? Dan aku tentu memanggilmu demikian juga bukan? Lalu kamu akan memanggilku ibu.”“Oh… maksudmu, bapak pasangannya ibu, begitu?”“Iya. Aku rasa itu malah terkesan lebih intim.”“Tidak. Itu tidak menarik. Panggil yang lain saja. Urusan punya anak adalah belakangan. Terserah lusa anak akan panggil apa. tapi sekarang jangan panggil aku itu.” qasam menggelengkan kepala.“Baiklah, tapi berhentilah dulu sambil aku memikirkan panggilan apa yang tepat untukmu. Waduh, ini malah sudah kelewatan jauh. Kamu sih disuruh berhenti sejak tadi malah nggak mau.”“Kelewatan?”“Iya. Seblaknya sudah le
"Cobain deh!" Qizha menyodorkan sesendok seblak.Qasam menggeleng. "Tidak.""Kalau nggak cobain, pasti nggak akan tahu enak atau enggaknya. Aku bisa ketagihan makan di sini karena seblak di sini tuh beda sama seblak yang lain. Rasanya khas, pakai bumbu rempah- rempah asli pilihan, pakai udang dan sosis, telurnya tuh nggak amis. Pokoknya enak banget.""Kamu kenapa malah jadi seperti orang sedang iklan produk begitu?""Rasanya nggak plong aja kalau kamu nggak ikut ngerasain. Cobain dulu deh, sesuap aja nggak apa- apa." Qizha mendorongkan sendok ke mulut Qasam. Sedikit lirik ke kiri kanan, Qasam akhirnya membuka mulut dan menyantap seblak itu. Wah, enak sekali. Menggoyang lidah. Lezat. Sulit dijelaskan dengan kata- kata nilai kelezatannya yang mampu membuat isi mulut jadi nagih. "Gimana? Enak?" tanya Qizha dengan senyum.Qasam mengedikkan pundak santai. "Biasa saja." Ia gengsi kalau harus mengatakan makanan pinggiran jalan itu enak. "Wah, lidahmu agak lain kayaknya. Makanan seenak ini
Qizha dan Qasam memasuki rumah, beriringan. Qasam membawa Qizha pulang ke rumahnya, tak rela jika istrinya masih menempati kontrakan setelah kebenaran itu terungkap.Saat melewati ruang tamu, ia mendengar Husein tengah berdiri membelakangi, berteleponan.“Aku sudah berikan waktu dua hari. Dan ini adalah hari ketiga. Maka waktumu sudah habis. Kau harus ditangkap, Bily!” ucap Qasam via telepon.Seketika langkah Qizha terhenti mendengar pembicaraan itu. Bily ditangkap?Husein menyudahi pembicaraan. Dia menoleh dan mendapati Qasam dan Qizha berdiri di belakang. mereka bertukar pandang.“Pa, benarkah ayahku ditangkap?” lirih Qizha dengan tatapan sendu.“Ya. Dia bersalah dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. bukan lantas ibumu meninggal lalu dia lepas dari kesalahan,” sahut Husein tegas.“Ya, aku tahu. Ayah memang harus mempertanggung jawabkan semua ini. tapi… dia ayahku.”“Kau sudah diperalat olehnya, dijadikan wayang untuk sebuah tindak kriminal, bahkan sudah banyak
"Berdiri!" Perintah tegas itu dipatuhi Qizha.Lima belas menit lalu, Qizha dipanggil HRD setelah lulus interview, lalu diminta menghadap pimpinan. Meski baru beberapa hari menjabat sebagai pimpinan tertinggi, namun ketegasannya tidak diragukan. "Berputar!" titah pria dengan nama lengkap Shaka El Qasam. Suaranya menggetarkan jantung, sangat berwibawa.Perintah semacam apa itu? Namun, Qizha tetap menuruti. Tubuh langsing berbalut kemeja putih itu berputar. "Melompat!""Hah?" Qizha kaget. Atasannya ini waras atau tidak? Sejak tadi memberikan perintah konyol. "Ke kenapa harus melompat?" "Kalau kau tidak mau, silakan keluar! Aku tidak membutuhkan bawahan pembangkang." Pria itu menunjuk pintu."Oh, baik. Saya akan melompat." Demi jabatan sekretaris, Qizha telah bersusah- payah menyingkirkan ratusan saingan, tak mungkin ia menolak perintah yang bisa saja membuatnya ditendang dari jabatan.Plak plak plak...Suara high heels milik Qizha menghantam keras lantai hingga menimbulkan suara beri
Perjalanan membutuhkan waktu dua belas jam untuk Qizha sampai ke kampung halamannya.Lima belas menit sebelum sampai ke rumah, tepatnya saat ia berjalan kaki sesaat turun dari angkot, ia mendapat telepon dari kepala OB.“Qizha, besok kamu harus masuk kerja ya! Kamu sedang training tapi sudah minta ijin. Untungnya aku menutupi kepergianmu dari yang lain supaya tidak terjadi masalah.” Suara kepala OB memperingatkan.“Baik, aku akan masuk kerja besok.”“Oh ya, kamu sudah tahu belum kabar berkabung?”“Apa, Bu?” Qizha menegang.“Staf cantik bernama Qansha meninggal dunia, keracunan.”Qizha membelalak kaget. Keracunan? Apakah serbuk yang dia berikan itu adalah racun? Ya Tuhan, apakah ini artinya dia menjadi pelaku pembunuhan itu?Belum selesai satu masalah, masalah lain menerpanya. Ia sampai mangap lebar akibat kaget, untungnya lalat sialan yang lewat itu tidak tertelan.Tangannya semakin gemetaran saat mencari pemberitaan di media sosial mengenai kematian staf di perusahaan raksasa itu. B
Tak lama kemudian, kepala Agata kembali nongol dari pintu yang setengah terbuka. “Hei, cepat keluar! Itu Sofian ada di depan. Buatkan teh!”Enteng sekali Agata mengatakannya. Namun seperempat permintaan Qizha seolah terkabul saat ia melihat daun pintu yang disentak oleh Agata terpantul dari dinding, lalu menghantam keningnya sendiri.Rasain!Bukan cuma kening, bibir Agata pun kena tabok pintu cukup keras. Wanita itu kesakitan dan memukul pintu dengan tangan lalu bergegas pergi.Qizha bangkit dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan teh. Otaknya terus berpikir, bagaimana ia akan menghadapi masalah ini? Kaki Qizha agak gemetar saat melangkah menuju meja ruang tamu membawa nampan berisi minuman hangat. Keberadaan Sofian membuatnya gentar. Dia menyuguhkan teh ke meja."Nah, Tuan Sofian boleh kembali kemari seminggu lagi dengan membawa mahar lima ratus juta untuk menikahi Qizha. Lihatlah, dia muda, cantik dan sarjana. Cocok dengan harga segitu," tutur Agata dengan senyum simpul. Bibirn