“Masa aku harus tidur sendirian sih, kan aku takut gelap~”Riri dan Leon saling pandang dengan tatapan jenuh. Kebersamaan dan kemesraan mereka berdua sangat terganggu oleh kehadiran orang ketiga yang ada di hadapan mereka saat ini.“Lakuin sesuatu, aku nggak mau kalau harus tidur satu ranjang sama dia.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon.Leon berusaha untuk memutar otak agar mereka dapat beristirahat tanpa di ganggu oleh makhluk rubah menyebalkan itu. Dan akhirnya Leon memikirkan sebuah cara untuk membuat Ariza pergi menjauh dengan sendirinya.“Ya sudah, ayo!” Ucap Leon ketus.Riri mendengus kesal lalu berjalan kearah kamar di mana dirinya akan tidur dengan Ariza. Namun sedetik kemudian Riri di buat kesal dengan tingkah menyebalkan sepupunya itu.“Kamu mau ngapain?! Kita tidur di kamar itu!” Teriak Riri sambil menunjuk kearah kamar yang akan di tempatinya.“Kamu aja yang ke sana, aku mau tidur berdua dengan mas Leon “ Ucap Ariza pelan dengan seringai licik di wajahnya.Amarah Ri
“Mandi dulu sana, aku nggak suka peluk badan yang sudah tertempel kotoran.”Leon mendengus kesal lalu berjalan masuk ke dalam kamar untuk menuju ke kamar mandi.Melihat suaminya yang hilang dari balik pintu kamar mandi, Riri memperhatikan sekeliling dan mengecek ada orang atau tidak di sekitar kamar hotelnya.Setelah melihat suasana yang sepi dan tak ada tanda-tanda kehidupan di sekelilingnya, Riri berjalan menghampiri Ariza yang masih berpura-pura pingsan sambil mengharapkan Leon akan datang untuk menolongnya.Tatapan meremehkan terlihat sangat jelas di mata Riri saat menyaksikan sepupunya melakukan trik murahan untuk mendapatkan perhatian dari suaminya.Riri berjongkok di samping Ariza dan membisikan sesuatu.“Mulai sekarang aku akan mengambil semuanya yang telah kamu rebut.”Ariza terperanjat dan langsung terbangun dengan mata terbelalak. Wajahnya kini memerah ketika melihat ekspresi wajah menghina dari Riri.“Kamu nggak salah hah? Aku yang akan mengambil semua milik mu seperti yang
“Malaikat maut yang akan mencabut nyawamu!”Sebuah aura menyeramkan yang membakar punggungnya berhasil membuat Riri bergidik ngeri, walaupun begitu rasa marah Riri lebih besar dari pada rasa takutnya terhadap apa yang saat ini ada di belakangnya.Wanita itu bungkam ketika di hadapkan dengan wajah dan tatapan mata Leon yang tajamnya mampu menusuk sampai ke ulu hati.“Lebih baik mulai dari sekarang kamu bergegas bersembunyi di tempat yang paling aman, jika sampai aku menemukanmu, jangan harap nyawa mu akan selamat.”Setelah mengatakan itu Leon mengajak Riri menjauh dari tempat wanita itu berada. Tangannya mengusap kepala Riri dengan lembut untuk menenangkannya.“Boleh kan kalau aku rawat dia? Pakai baby siter kok.”Leon menghela nafas pasrah, mau tak mau Leon harus membolehkannya, karna jika di larang Riri akan mengamuk dan semakin menjadi-jadi seperti lima hari yang lalu.“Boleh, asal jangan kamu tinggal tidur aja terus.”Riri menyenggol pinggang Leon dengan sikunya, wajahnya memerah ke
“Ketemu “Mata Riri terbelalak, tubuhnya membeku dan tak bisa di gerakkan ketika sesosok Leon telah berdiri di hadapannya dengan senyum manis di wajahnya.“Kok sembunyinya jauh banget? Aku kira kamu sembunyi di sekitar Jakarta atau Jawa Barat aja, tapi nggak tahunya sampai ke Jawa Tengah juga.”Riri hanya bisa terdiam sembari menatap wajah tampan suaminya yang terlihat sangat marah.Tanpa berbasa basi lagi, Leon langsung mengambil Aksa dari pelukan Riri dan memberikannya kepada laki-laki yang berada tepat di belakangnya.“Aksa mau di bawa kemana?”Tak ingin menjawab pertanyaan dari istrinya, Leon menarik tangan Riri menuju ke mobilnya yang sudah siap untuk di lajukan.“Kita mau kemana?! Terus Aksa gimana?! Mas bawa Aksa kemana?!” Cecar Riri tanpa memperdulikan wajah Leon yang tengah menahan amarahnya.Riri terus terusan menjejali Leon dengan pertanyaan tentang Aksa yang entah telah di bawa kemana oleh laki-laki asing itu.Leon mendorong Riri masuk ke dalam mobil tanpa memperdulikan oce
“Wanita menyebalkan itu juga di sini?! Di dalam rumah ini?!”Leon tersenyum penuh kepuasan. Keberadaan wanita yang selalu dia anggap sebagai pengganggu, untuk pertama kalinya Leon merasa bahwa keberadaannya telah berguna walaupun itu hanya satu kali.“Jadi sekarang, kamu pilih duduk diam di sini, atau keluar dan bertemu dengan dia di luar sana?”Riri menggelengkan kepalanya sekuat tenaga, dengan sangat erat Riri memeluk tubuh Leon agar tidak jauh-jauh darinya.“Lebih baik mati bosan di sini dari pada mati terkena serangan jantung di luar sana.”Leon mematung ketika mendengar kata ‘serangan jantung' yang di ucapkan oleh Riri. Ingatan-ingatan itu kembali merasuki pikirannya yang membuat Leon tak dapat berpikir dengan jernih.“Mas? Mas kenapa?”Setetes air jatuh dari mata Leon yang pandangannya telah kosong. Seolah terbawa kembali ke masa lalu, pandangan yang Leon lihat kini bukanlah pemandangan kamarnya, melainkan sebuah tempat di mana terdapat banyak dokter yang sedang di landa kepanika
“Tapi abang tenang aja. Polos-polos gini aku juga bisa main loh.”Seringai licik terlihat di wajah si bocah SMA itu, matanya yang berwarna coklat pekat serta alisnya yang sangat lebat membuatnya terlihat seperti orang yang berpengalaman dalam bidang mengerjai seseorang.“Nggak usah, biar abang yang urus. Kamu fokus belajar aja.”Senyumnya langsung pudar bersamaan dengan menghilangnya sinar kejahilan yang ada di dalam matanya.“Tapi nanti abang bakal suka loh.”Leon tetap tak mau mengizinkan adiknya untuk berurusan dengan orang-orang yang telah membuat keluarga kecilnya hancur.Karna kesal dan kecewa dengan kakaknya, tanpa mengatakan apa pun lagi, dia langsung beranjak dari tempatnya duduk dan pergi meninggalkan kamar Leon.Riri hanya bisa menatap kepergian adik iparnya dengan perasaan iba, padahal tadi dia sudah bersemangat dengan kepulangan Leon yang sangat di nanti-nantikannya, namun ternyata ending pertengahan ceritanya membuat semangat yang membara itu menghilang seketika.“Mas, a
“Hah?!...”Riri menatap Brion lalu menatap Leon untuk meminta penjelasan mengenai hal yang ada di depannya.“Aku nggak ada bilang kok.” Elak Leon.Riri di buat bertambah kebingungan lagi ketika mendengar ucapan dari Leon, dengan segenap ingatannya yang hanya sebesar 10 mb, Riri mencoba untuk mengingat-ingat lagi cerita Leon tadi pagi.“Brion sama Dion itu kembar.”Mulut Riri membulat lalu menatap tajam wajah Brion lekat-lekat, mata Riri menyipit untuk melihat dengan detail bagaimana rupa dan wajah Brion yang sesungguhnya.Tangan Riri tergerak untuk melepas kaca mata Brion lalu membandingkannya dengan wajah Dion yang ada di sampingnya.Riri di buat tak percaya dengan apa yang baru saja dia ketahui, mulutnya berdecak kagum dengan perubahan wajah Brion ketika kaca matanya di angkat.“Benar kata orang-orang, kaca mata memang bisa merubah segalanya.”“Masa baru tahu? Kan kamu kalau lepas kaca mata wajahnya juga berbeda.”Riri memasangkan kembali kaca mata Brion lalu menatap tajam ke arah L
Riri menerawang jauh bagaimana nasib Brian yang ada di tangan ayah mertuanya. Badan Riri bergetar saat mengingat-ingat tampar keras ayah mertuanya yang sampai membuat hidung dan sudut bibir Brian berdarah.“Mas? Mas tadi sengaja ya? Apa tadi mas lihat papah ada di sekitar sana?”Leon menatap wajah istrinya yang terlihat sedang melamun memikirkan kejadian tadi siang.“Sudahlah, itu urusan mereka. Lagi pula siapa suruh gali lubang kubur sendiri, sudah tahu Brion itu anak kesayangan, tapi masih saja di ganggu.”“Tapi aku masih penasaran deh, kok bisa sih Brion ada sama mamah, eh maksudnya tante Laras? Terus mas bilang waktu itu kalau usia Dion sama anak tante Laras itu beda empat bulan kan? Tapi kenapa bisa Brion seumuran dengan Brian? Kata mas kan Brion itu saudara kembarnya Dion, harusnya Brion seumuran dong sama Dion.”Leon mengambil nafasnya panjang-panjang untuk bisa menceritakan ulang kejadiannya.“Dulu mamah memang hamil anak kembar, tapi waktu melahirkan dokter bilang yang selama