Sebuah cahaya yang menyilaukan masuk melalui celah-celah tirai jendela.Mata Riri perlahan-lahan terbuka, terasa berat dan sakit sekali, walaupun begitu Riri tetap memaksakannya agar dapat terbuka.Riri bangun dari posisi tidurnya dengan perasaan tak nyaman, mata beratnya mengedar ke seluruh penjuru ruangan yang saat ini di gunakannya untuk tidur.Mulut Riri bergumam dengan kesal, pemandangan di sekitarnya yang cukup familiar membuat emosi Riri memuncak, di tambah lagi ingatan tentang ucapan dan perilaku Leon sebelum meninggalkannya di dalam mobil.“Kenapa di bawa ke sini sih, kan aku maunya pulang ke rumah ayah.”“Kakak udah bangun?”Kepala Riri tergerak untuk melihat pemilik dari suara yang terasa tak asing di telinganya.Dion berjalan kearah tempat tidur yang kini sedang di gunakan oleh Riri.“Kakak kamu mana?!”Dion berdecak kesal namun tetap berjalan kearah Riri dengan sebuah nampan putih di tangannya.“Makan dulu, cari suami nanti aja.”Perut Riri bergemuruh melihat makanan yang
“Ya iya lah. Impian aku itu dapat suami yang baik, pengertian, peka, suka manjain istri, nggak suka main cewek, nggak sombong, nggak kasar, dan masih banyak lagi deh. Sekarang lihat apa yang aku dapat, udah nyebelin, suka marah-marah, boro-boro di manjain, setiap hari aja di tinggal pergi, mana suka main cewek sana sini lagi.”Leon berdecak, jawaban Riri ternyata tak sesuai dengan harapannya. Padahal Leon sudah membayangkan bagaimana wajah Riri ketika salah tingkah atau pun menyesal dengan perkataannya, tapi tak tahunya dia malah mendapatkan serentetan penilaian buruk dari Riri secara blak-blakan.“Iya, terserah kamu aja, aku diam.”“Untung aja ganteng, kalau nggak udah dari dulu aku buang ke tong sampah.”‘Ya ampun kasihan banget, gimana ya rasanya di hujat langsung di depan mata sama istri sendiri.’Langkah Leon terhenti, merasa ada yang mengejeknya dari belakang, Leon mengerjakan pandangannya dan akhirnya menemukan sesosok tikus yang sedang bersembunyi.“Keluar! Kalau nggak mau di
“Hah?!... Buat apa aku jadi simpanan orang kaya kalau suami aku aja udah kaya. Nggak masuk akal banget sih, lagian itu gosipnya dari mana sih? Siapa yang nyebarin?!...”Fafa mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.“Aku nggak tahu, tadi pagi waktu cari bunga sama Radit, aku nggak sengaja dengar tetangga samping rumah bilang kalau kakak jadi simpanan orang tua kaya yang udah bau tanah.”Tambahan kata-kata dari Fafa membuat Riri naik pitam, selain tak terima karna di gosipkan sebagai simpanan orang kaya, Riri juga tak terima karna seleranya di rendahkan serendah-rendahnya.“Terus apa lagi yang kamu dengar?!”“Katanya, kakak itu hamil duluan sama orang kaya bau tanah itu, terus kakak juga di sebut sebagai pelakor karna jadi simpanan orang kaya itu.”“Terus apa lagi?!”“Udah, kalau selain itu sih aku kurang tahu.”Kurang puas dengan jawaban adiknya, Riri berjalan untuk mencari ibunya dan menanyai tentang gosip yang sedang beredar tentangnya.“Ada satu lagi.” Ucap Fafa tiba-tiba.Riri meng
"Benar kata pak ustaz, jodoh itu cerminan diri."Riri berdecak sebal mendengar gumaman adiknya yang tak bisa di sangkal lagi, merasa sudah puas melampiaskan kekesalannya, Riri berdiri lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya sembari mendorong tubuh adiknya untuk ikut masuk.“Itu nggak papa di biarin begitu? Kalau dia kenapa-kenapa gimana? Pasti bakal marah tuh induknya.”“Kamu mau tolong dia? Kalau mau sih kamu keluar aja, tapi yakin mau bantu? Kamu lupa kalau dia pernah video-in kamu waktu lagi joget-joget di kamar pakai baju pendek? Gara-gara itu kan kamu jadi di bully satu sekolahlah, di katai nggak sadar diri, item, kayak orang gila, yakin masih mau bantuin orang kayak dia?”Kaki Fafa langsung beraksi dan menendang sebuah lemari baju yang ada di sampingnya, mengingat tentang kejadian satu tahun yang lalu membuat dada Fafa bergejolak hebat, sampai saat ini pun Fafa masih belum melupakan kejadian waktu itu, bahkan videonya pun saat ini masih ada dan sering di gunakan oleh taman-temannya
Tangan Riri bergetar ingin meraih tangan Leon untuk menenangkannya.“Mas, kasihan ibu yang kelihatannya ketakutan banget, ayah juga masih sakit loh, nggak lihat itu Fafa udah hampir nangis?”Leon menarik nafasnya panjang-panjang untuk menenangkan dirinya dan menormalkan ekspresi wajahnya.“Sudah hampir malam, lebih baik bude susul saja anak liar menyebalkan yang tak tahu malu itu, takutnya dia nyasar ke rumah orang lain dan menggoda laki-laki di sana.”Tanpa banyak bicara lagi, mereka berdua segera pergi tanpa berpamitan atau mengucapkan sepatah kata apa pun.“Maaf ya bu, kita masuk ke dalam kamar dulu, ibu sama ayah istirahat saja dulu.”Bu Khansa mengangguk pelan dan berjalan menuju kamarnya di ikuti pak Fikri di belakang.“La terus aku gimana?!”Riri tersenyum licik dengan tatapan mata penuh mengintimidasi yang terlihat di wajahnya.“Kamu mau ikut kakak ke kamar?”Mendengar itu Fafa bergegas berjalan kearah ruang keluarga dan duduk di sana.Leon mencium pipi Riri lalu memeluknya dar
Suara teriakan Riri terdengar nyaring di dalam mobil, tangannya sudah menyilang di depan dadanya untuk melindungi aset berharganya.“Nggak! Pergi sana!” Usir Riri ketika alarm bahaya di kepalanya telah menyala.Riri menggeser posisi duduknya untuk menjauhi Leon yang semakin lama semakin mendekat kearahnya.“Sana jauh-jauh, aku masih sayang badan ya!”Leon terkekeh menikmati raut wajah panik istrinya yang terlihat sangat lucu di matanya.“Kenapa?” Seringai licik terbit di wajah Leon yang tampan, mata elangnya yang tajam mampu mengintimidasi Riri yang terlihat bagaikan anak kelinci di matanya.Terdengar Suara seat belt yang terbuka, jantung Riri berdebar tak karuan ketika mendengar suara nafas Leon yang berada persis di samping telinganya, badan Riri meremang bagaikan terkena sengatan listrik yang sangat besar, keringatnya sudah mengalir dengan deras saat merasa tangan Leon sudah berhasil menyentuh tubuhnya.“Sekali saja ya?...” *****Lagi-lagi Riri menghela nafas, sudah dari tadi mala
Awalnya Riri mengira bahwa kedatangan nenek suaminya akan menjadi pengganggu untuknya, tapi kenyataannya malah sebaliknya. Setelah bu Laras, istri kedua ayah mertuanya pulang dari Singapura, neneklah yang selalu mengerjainya dan membuat Riri merasa aman. Berbagai kesalahan yang terjadi di rumah selalu di limpahkan kepada bu Laras yang akhirnya membuat dia pergi menjauh dari rumah.Dan untuk yang kedua kalinya Riri merasakan kehidupan yang tenang tanpa adanya gangguan dari mak lampir yang kelakuannya melebihi setan di neraka.Selain itu, nenek ternyata tidak seburuk yang di pikiran oleh Riri, walaupun suka marah-marah tak jelas dan suka menyuruh ini itu, nenek adalah orang yang baik hati dan sangat peduli dengan sekitarnya, salah satu contohnya adalah mengajak Riri berbelanja ke mall setiap satu minggu lima kali, bahkan nenek kerap mengajak Riri pergi jalan-jalan agar dapat melihat dunia yang luas.Banyak sekali orang-orang yang menyukai nenek di luaran sana, selain karna terkenal akan
Bukannya menjawab Leon malah mengecup bibir Riri yang jaraknya tak jauh dari wajahnya. Leon yang melihat kejadian langka itu langsung mengambil kesempatan sebelum momen langka seperti ini berakhir.Merasa suaminya telah gila karna meminum minuman haram, Riri tanpa perasaan memukul wajah Leon yang sedang tersenyum kearahnya.Pukulan Riri hanya terasa seperti angin lalu bagi Leon yang sudah terbiasa dengan perkelahian.“Tenang dulu sayang, jangan marah-marah, nanti tambah cantik loh.”Ucapan Leon bagaikan bensin yang di lemparkan ke dalam kobaran api, amarah Riri tak dapat di bendung lagi, tangannya kini mencengkeram kuat kerah baju yang tengah di pakai oleh Leon.“Bilang sekarang!, mas minum seberapa banyak?!...”“Cuma tiga botol saja.”*****Riri menjatuhkan tubuhnya keatas kasur yang empuk nan lembut di kamarnya, berdebat mengenai kebiasaan buruk Leon memang tak akan ada habisnya.Di tengah-tengah kegiatan melamunnya, Riri di kejutkan dengan suara nada dering ponsel yang tiba-tiba. M