“Kamu dipecat!” seru Danang begitu dingin. “Silahkan hubungi polisi untuk menangkap dirimu sendiri!”Dalam sekejap ekspresi Melda berubah drastis. Dia kaget bukan main, “Apa? Pak Danang mau memecat saya? Saya salah apa? Saya….”Sebelum Melda menyelesaikan kalimatnya, sebuah rekaman suara dari ponsel milik Echa terdengar keras.[Kopi favorit Pak Danang bukan ini. kopi favoritnya adalah mocha. Jadi, pergi dan pesankan lagi.][Apa kamu serius? Aku bahkan belum mengerjakan tugas utamaku sebagai seorang analis.][Apa yang lebih penting dibandingkan mendapatkan kopi untuk Pak Danang? Justru aku mau membantumu biar kamu semakin lengket dengan Pak Danang. Jadi ambilkan kopi favoritnya dan antarkan ke ruangannya.]Senjata makan tuan! Alangkah terkejutnya Melda setelah mendengar rekaman itu, seketika raut wajahnya tampak panik dengan cepat.“Pak Danang, itu bukan saya!” Melda masih menyangkalnya. Dia langsung memarahi Echa dengan meninggikan suara. “jangan percayakan padanya. Itu, i-tu bukan say
Echa merasa semakin tidak nyaman dekat-dekat dengan Yordan. “Pria sejati nggak akan menggoda istri orang lain. Setidaknya kalau nggak punya rasa malu, punyalah harga diri sedikit saja,” sindir Echa tak lagi menunjukkan rasa hormatnya kepada seorang manajer HRD yang seharusnya dihormati.“Perasaanku tumbuh begitu saja. Melihat kecantikanmu serasa duniaku berbunga-bunga.” Yordan tanpa rasa malu menggoda Echa. “Aku–”“Jika anda nggak tahu diri, aku akan melaporkannya pada Pak Danang!” Echa akhirnya mengancam dengan tatapan tajam.Yordan tertawa dengan elegan. Dia kemudian berbalik mengancam, “Kamu siapa? Kamu cuma seorang analis. Justru aku yang bisa kapan saja meminta Pak Danang untuk memecatmu dengan alasan yang aku buat.”“Oh, begitu? Silahkan Bapak laporkan kalau mau.” Alih-alih takut, Echa berani menantang lelaki itu. “daripada aku menuruti ketidakwarasan anda, lebih baik aku bekerja di tempat lain. Aku mencintai suamiku! Dan aku bahagia hidup bersama suamiku!”Echa langsung pergi
Beruntungnya tangan Echa begerak cepat melepaskan dan menarik diri menjauh dari lelaki itu. “Echa, tunggu!” Yordan mengejar langkah Echa yang berhasil keluar dari ruangan tersebut.“Pak Yordan yang terhormat, lihatlah!” tangan Echa menunjuk ke arah salah cctv di sekitarnya. “Jika anda tidak berhenti membuatku tidak nyaman, aku akan melaporkan anda ke Pak Danang,” ancamnya dengan ekspresi serius di wajahnya.Hati Yordan dipenuhi dengan kemarahan. Ketika ingin membentak Echa, dia teringat dengan rencananya. Pada akhirnya dia hanya memendamnya. Menurutnya dia harus pelan-pelan untuk mendapatkan hati wanita itu.Yordan menghentikan langkahnya, membiarkan sosok Echa menghilang dari pandangannya.Sementara, perasaan Echa bercampur aduk. Dia begitu kesal, juga merasa takut hari-hari berikutnya laki-laki itu memiliki niat yang jahat terhadapnya. ***Ketika waktunya jam pulang, Echa berjalan kaluar dari ruangannya dengan tergesa-gesa. Dari kejauhan, Niko berjalan menghampiri Echa. Namun, sa
“Berikan barangmu kepadaku!” seru lelaki yang berdiri di depan Echa.Lelaki yang berdiri di belakangnya pun turut mengancam, “Cepat berikan, gadis cantik!”“Menjauh dariku!” sergah Echa. Dia mencoba berlari ke arah samping, tetapi baru saja kakinya melangkah, sebuah tangan sudah lebih dulu menyambar blazernya.“Hei, mau ke mana, cantik?” Tangan salah satu lelaki mencengkram erat tepi blazer yang dikenakan Echa.Pandangan temannya yang bertato juga tak kalah mengerikan. Jakunnya tampak naik turun seperti orang lapar yang melihat hidangan lezat, “Kamu sangat cantik. Kami ingin bersenang-senang denganmu.”“Tolong! Tolong!” Echa berteriak sekencang mungkin.Echa tampak semakin ketakutan, sambil berkutat mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan lelaki itu. Tapi apa daya, tangan lelaki itu di blazernya sangat kuat dan mustahil dilepaskan.Kedua lelaki itu justru tertawa keras, dan salah satunya berseru, “Ini daerah kekuasan kami. Tidak akan ada satu orang pun yang akan menolongmu. Ber
“Mulai sekarang aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Echa dengan suara terisak.Niko tidak bisa menahan hatinya lagi, dia langsung memeluk Echa begitu erat. Hari ini adalah hari paling bahagia dalam seumur hidupnya. Pengorbanannya berbuah manis, bertahun-tahun menjadi seorang pembantu di keluarga Echa hanya untuk mendapatkan cinta dari gadis satu-satunya di keluarga tersebut.“I’m verry happy. Thank you, my wife.” Saking bahagianya, Niko tak bisa mengungkapkan kalimat lain selain itu.“I’m also verry happy.” Echa meneteskan air mata bahagia. “tapi mungkin ada sesuatu yang akan merintangi hubungan kita.”Niko melepaskan pelukannya dan mengusap air mata istrinya, “Apa itu?” tanyanya kemudian.“Mamaku. Kamu tahu sendiri Mamaku tidak suka sama kamu. Tapi aku yakin kamu pasti kuat menghadapi masalah ini. Mungkin kamu akan selalu mendengar ocehan Mama yang merendahkanmu. Mungkin saat ini hubungan kita nggak direstui, tapi aku yakin kita berdua bisa melewatinya.”Niko men
“Apa aku boleh menanyakannya?” tanya Echa. Dia sebenarnya curiga, tapi dia tidak mau menuduh Niko yang bukan-bukan.Niko tersenyum pada Echa. Dia tahu apa yang ada di dalam pikiran istrinya.“Aku suamimu. Kamu tak perlu izin untuk bertanya.”“Ump …” Echa berpikir sejenak untuk memilih kalimat yang pas agar tidak menyinggung perasaan suaminya. “tabunganmu kok banyak banget?”“Kemarilah.” Niko menepuk kasur. “aku mau cerita.”Echa menurut, duduk di samping Niko. Dia tak mengalihkan perhatiannya dari Niko yang terus mengulas senyuman.“Jadi, gimana? Ayo cerita.” Echa tampak tak sabar.Niko mengangguk-angguk pelan, senyum lebar tercetak di bibirnya.“Aku bukan sekedar kuliah jurusan manajemen. Aku menerapkan ilmu-ilmu yang aku dapatkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memanage keuangan.”Echa menaikkan sebelah alisnya, terlihat menatapi wajah Niko untuk mencari kebenaran di sana, “Jadi kamu menabung bertahun-tahun? Tapi kamu, ‘kan … maaf, pendapatanmu sewaktu masih kuliah hanya cukup
Saking emosinya, suara Echa lumayan nyaring dan menggema, “Niko, jodohku! Niko, suamiku!”Senyuman di bibir Hesti menghilang dan ekspresinya berubah kesal. Dia tidak senang mendengar Echa yang malah mempersempit peluang untuk memengaruhi Hellen.Namun, belum saatnya memarahi Echa. Hesti tidak ingin usahanya menjodohkan Echa dengan anaknya Hellen berakhir gagal. “Jangan didengerin, ya. Barusan Echa terpaksa bilang begitu karena si brengsek itu mengancamnya.” Hesti berpura-pura memasang wajah sedih. “itulah sebabnya aku–”Kalimat Hesti terpotong oleh suara Echa, “Nggak! Aku mengatakan kebenaran. Mas Niko, suamiku! Aku bahagia menikah dengannya!” Echa menegaskan. “Echa!” Wajah Hesti tampak memerah–marah. “masuk ke kamarmu! Malu-maluin Mama, kamu!”Echa berbalik dan setengah berlari menuju ke kamarnya sambil mengusap air matanya.Hellen mendengus, suasana hatinya memburuk akibat melihat pertengkaran mereka barusan. Lantas dia pun pergi tanpa pamitan.Hesti yang melihatnya pun mencoba m
“Aku mau ikut kemanapun suamiku pergi,” jawab Echa tanpa keraguan, seketika Hesti lagi-lagi terkesiap. “aku akan tetap datang ke rumah ini karena Mama adalah orang tuaku.”Niko terharu mendengar kebijaksanaan yang ditunjukkan Echa dalam memberi keputusan.Sementara, Hesti terdiam sejenak. Mata cokelatnya bergerak-gerak seirama dengan otaknya yang berputar cepat. “Oh gitu?” ucap Hesti dan Echa mengiyakan. “Jadi, pilih Mama atau Sampah ini!” tanyanya kemudian dengan memasang wajah begitu serius. Lebih tepatnya mengulang pertanyaan yang sama.Echa menggelengkan kepala, tak habis pikir mendengar Hesti masih mengajukan pertanyaan itu. “Niko, suamiku.” Echa melirik Niko yang berdiri di sampingnya, kemudian tatapannya kembali fokus ke arah Hesti. “Dan Mama, orang tuaku. Kedua-duanya sangat berharga dalam hidupku.”Hesti kesal dalam hati karena belum berhasil menekan Echa. Lantas sekali lagi dia memberi ultimatum, “Jawabannya Mama atau dia! Mama atau makhluk ini! Pilih satu. Tetap di sini at