Jam menunjukkan pukul 10 pagi, banyak sekali orang berlalu lalang memulai aktivitas mereka. Noah hanya diam memperhatikan para pekerja yang berjalan melewatinya. Ada rasa iri di hati Noah ketika melihat para karyawan pria, yang terlihat bersemangat dengan pekerjaan mereka.
“Gedung Subagja Grup,” gumam Noah mendongak melihat nama gedung yang dia tuju menyamakan dengan kartu nama yang di berikan oleh Elina. “Bener ini kantornya.” Noah berjalan masuk ke lobi, salah satu sekuriti yang tidak pernah melihat Noah pun bergegas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanyanya. Noah tersenyum lalu menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Ibu Elina.” “Apa sebelumnya sudah ada janji?” “Iya, beliau menyuruhku untuk datang ke sini.” “Baik, silahkan ke bagian resepsionis untuk menemui Ibu Elina.” Noah berjalan mendekati resepsionis. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan resepsionis itu pun menghubungi sekretaris Elina untuk memastikan pertemuannya dengan pria yang ada di hadapannya. “Baik Bu.” Resepsionis itu pun mematikan panggilannya lalu berucap, “Silahkan ke lantai 10, nanti ada yang mengarahkan anda untuk bertemu dengan Ibu Elina. Apa ada yang bisa saya bantu lagi?” “Tidak, terima kasih.” Noah berjalan ke pintu lift kemudian menekan lantai 10. Tepat di lantai 10 Noah sudah disambut oleh Dina yang berdiri menunggunya dengan semangat. “Selamat pagi, Bu. Aku ingin bertemu dengan Ibu Elina." Dina menyunggingkan senyum lalu mempersilahkan Noah mengikutinya. “Dia benar-benar tampan meski hanya mengenakan kaos putih dan celana bahan, Kulitnya pun bercahaya seperti oppa korea,” batin Dina terus memperhatikan Noah. Tok, tok “Ehm … permisi Ibu Elina, tamu Anda sudah datang.” “Masuk.” Dina membukakan pintu untuk Noah lalu mempersilahkannya masuk. Elina pun berjalan mendekati Noah hingga dia berdiri berhadapan dan saling beradu pandang. “Jadi apa jawabanmu?” Lidah Noah terasa kelu. Semalaman dia sudah memikirkan semuanya dengan matang sebelum akhirnya dia datang untuk menemui Elina dan memberikan jawabannya. “Iya, aku menerima lamaranmu.” “La-lamaran?” Dina begitu terkejut mendengar ucapan Noah sementara Elina terlihat menyeringai mendengar jawaban yang sudah dia prediksi sebelumnya. “Keputusan yang bagus. Sebelum itu …” Elina menghentikan ucapannya melihat penampilan Noah, berputar mengelilingi tubuhnya. “Kamu harus merubah penampilanmu.” *** Pernikahan yang harusnya di gelar atas dasar cinta, malah dijadikan bisnis dan menguntungkan kedua belah pihak. Demi bisnis Elina rela menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia suka, sedangkan Noah dia rela menikahi Elina karena tak ingin ibunya di penjara. “Ada apa dengan wajahmu?” tanya Elina melihat wajah Dina yang terlihat murung. Dina hanya menghela napasnya, dia tidak mungkin mengatakan kepada Elina jika dia begitu cemburu atas pernikahan bosnya dengan pria yang dia sukai. “Apa pernikahannya hanya akan dilakukan sesederhana ini?” tanya Dina. Elina mengangguk, karena ini hanya pernikahan bisnis. Dia tidak mau mengeluarkan banyak uang untuk menggelar acara pesta pernikahan dan lagi dia tidak mau semua orang tahu jika dia sudah menikah. Jadi Elina memutuskan untuk menikah di KUA dan hanya dihadiri oleh keluarga Noah dan Hardi yang menjadi saksi pernikahannya. “Apa kamu sudah siap?” tanya hardi yang tiba-tiba saja muncul. Elina memutar tubuhnya menatap pria yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri meski pria itu sering bersikap menyebalkan. “Aku sudah siap.” Mereka lalu bersiap ke kantor KUA. Elina sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, bahkan dia tak segan mengeluarkan banyak uang agar bisa menikah dengan cepat. Sedangkan ditempat lain, Noah sudah siap dengan setelan kemeja yang disiapkan oleh Elina. Terlihat jelas jika dia begitu gugup karena saat dia keluar dari KUA nanti sudah menyandang status sebagai suami. “Kamu ganteng sekali Noah,” puji Anna. “Jelas ganteng Mah, sebentar lagi Kak Noah jadi orang kaya baru. Sial banget istrinya dapetin pria pengangguran.” Noah mencubit perut adiknya yang berkata seenaknya meski semua itu fakta. Budi memeluk tubuh putranya, dia tak menyangka jika anak yang dia besarkan selama 26 tahun akan melepas masa lajangnya dengan cepat. “Setelah menikah, Ayah harap kamu bisa bertanggung jawab kepada istrimu.” Noah mengangguk, Anna pun ikut memeluk Noah sebelum akhirnya pandangan mereka tertuju ke pintu masuk. Mata Noah terpaku pada sosok wanita yang berjalan mendekatinya. “Cantik,” batin Noah kala melihat calon pengantinnya yang begitu cantik dengan kebaya putih yang melekat di tubuhnya. Dia sama sekali tak mengalihkan perhatiannya dari Elina hingga cubitan Anna menyadarkannya dari lamunannya. "Maju, kenapa malah diam saja," gerutunya. "Iya Mah, sebentar." Noah menyingkirkan tangan Anna dan Budi yang terus memeganginya. Bisa di lepas dulu nggak, aku nggak bisa gerak?" Bukannya melepaskan Anna malah mengratkan pegangannya di lengan putranya itu. "Kenapa, kamu mau kabur ya?" "Hah, yang benar saja. Aku nggak akan kabur Mah, aku cuma merasa nggak nyaman saja di pegang seperti ini!" Kesal, Anna pun mendorong Noah untuk segera duduk di kurisnya. "Karena pengantinya sudah di sini, mari kita mulai saja." Penghulu mulai menjelaskan tentang pernikahan sebagai wejangan kedepannya untuk Elina dan Noah dalam menjalani bahtera rumah tangga. Hingga sampailah pada inti acara yaitu akad pernikahan. "Karena wali dari pihak perempuan sudah meninggal dunia, jadi akan di wali-kan oleh Pamannya. Baiklah, apa kalian sudah siap?" "Siap," ucap Hardi dan Noah, kompak. Hardi dan Noah pun berjabat tangan dan mulai menjalankan prosesi akad. "Saudara Noah Xabier Adiatma bin Budiman. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Elina Nathania Putri bin Antonio dengan mas kawinnya berupa perhiasan seberat 10 gram, tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Elina Nathania Putri dengan maskawin tersebut tunai." "Bagaimana saksi?' "Sah."'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan.“Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya.“Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang.Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu.“Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.”Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menj
Noah merasakan kebebasan dalam dirinya. Kini dia tak perlu mendengar ocehan Anna serta pertengkaran kecil antara ayah dan ibunya itu.Dia bisa makan enak tanpa bekerja, hidup nyaman tanpa bayar kontrakan dan bisa bermain game sepuasnya seperti saat ini.“Hei, cepat bangun. Kita harus belajar menyetir!”“Sebentar aku belum selesai,” ucap Noah. Elina yang tak bisa menunggu pun merebut ponsel Noah. “Argh, kena—"“Apa, kamu ingin memarahiku. Kamu lupa kalau kamu harus mengikuti ucapanku.”Noah tak bisa berkutik, hanya diam tertunduk lesu karena dia pasti kalah saat berdebat dengan Elina tak seperti saat berdebat dengan intan."Ambil ini!”Noah dengan cepat menangkap kunci mobil yang dilempar oleh Elina. Keduanya lalu masuk ke dalam mobil.“Inget bawanya pelan-pelan, ikuti petunjuk dariku.”“Iya.” Tangan Noah berkeringat dingin,untuk pertama kalinya dia mengemudikan mobil.“Nyalakan, turunkan rem tangan, injak kopling terus masuk gigi satu.”“Bentar-bentar, sedikit-sedikit ngasih taunya j
"Serius kamu akan menikah?" tanya Hardi menatap wajah Elina.Elina mengangguk seolah mengiyakan apa yang di tanyakan pamannya itu. "Sebenarnya aku sudah lama menjalin hubungan dengan pria bernama Noah. Hanya saja aku malu mengakui kepada Paman dan yang lainnya karena kasta kita berbeda," jelas Elina."Maksud kamu?"Elina menunjukkan foto Noah bersama keluarganya. Terlihat jelas raut wajah kecewa tergambar di wajah Hardi. "Tunggu, bukannya wanita ini asisten rumah tangga di rumahmu?" "Iya, Paman. Aku sudah lama mengenal pria itu dan aku sangat mencintainya, tapi aku yakin semua Paman tidak akan setuju jika aku menikah dengannya."Hardi menyimpan foto Noah. Dia menatap wajah Elina seolah mencari kebohongan di sana. "Apa kamu benar-benar mencintainya?"Tanpa ragu Elina mengangguk dan berkata, "Iya." Dia benar-benar yakin menikahi pria bodoh itu. Apa lagi dia seorang pengangguran dan anak dari asisten rumah tangga akan mudah bagi Elina untuk mengendalikan Noah dengan uang."Baik, menika
Mata Elina hampir tak berkedip saat menatap pria yang ada di depannya. Perlahan pria itu mendekat menghampiri Elina dengan senyum menggoda."Hai, Elina."Seketika jiwa Elina kembali masuk kedalam tubuhnya menyadarkan dia dari lamunannya. "Kenapa kamu ada di sini?" Bukannya menjawab Elina malah balik bertanya."Aku di sini menemani Pak Chandra."Mendengar hal itu Elina pun pergi meninggalkan pria yang pernah mengisi relung hatinya. Elina terus mengetukkan sepatunya, memikirkan perkataan apa yang cocok untuk menentang kedua pamannya.Brak!Semua mata tertuju kepada Elina saat dia membuka pintu ruang meeting. Terlihat kedua pamannya yang sudah siap dengan berkas yang ada di meja."Jadi, kalian benar-benar akan menarik saham dari perusahaan ini?""Iya, kami pikir kamu akan menikah dengan pria yang berpendidikan tinggi dari keluarga kaya tapi ternyata suami kamu hanya dari kalangan jelata.""Apa?"Heru yang sedari tadi diam pun mulai membuka mulutnya. "Kamu pikir kita tidak tau rencanamu.
Mata Elina terus menatap layar ponselnya, kini pria yang selalu ada di hatinya mulai mengikuti semua postingannya bahkan dia meninggalkan komentar di setiap postingan Elina. "Mau kubuatkan kopi?" tanya Noah sambil mengambil cangkir."Hm, aku ingin capuccino.""Capuccino?""Hm, Bi Anna biasa menyimpan kopi di laci," tutur Elina memberitahu. Noah pun membuka laci dan mendapati kopi yang di minta oleh Elina. Namun, seketika dia ingat akan ibunya yang tak pernah dia lihat setelah kembali ke rumah itu.Noah pun menyajikan kopi di atas meja sambil menarik kursi yang ada di depan Elina. "Ehm, apa kamu tidak sadar kalau setelah kita pulang dari Bandung tidak pernah bertemu dengan Mamah?""Mamah, siapa?" tanya Elina tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "BI ANNA!""Bi Anna, tunggu di mana Bi Anna sudah beberapa hari ini aku tidak melihatnya?"Noah melipat tangannya di dada menatap tajam Elina seolah menunggu penjelasannya."Kenapa menatapku seperti itu, apa kamu pikir aku memecat Ibum
Suara ketukan pintu menyadarkan Elina dari fokusnya. Dia mengalihkan perhatiannya saat melihat seseorang berjalan ke arahnya. "Noah, sedang apa kamu di sini?"Tak hanya Noah, Hardi pun muncul di belakangnya. "Selamat siang keponakan Paman.""Paman, kenapa Paman datang bersama Noah?""Mulai hari ini dia akan bekerja sebagai penanggung jawab keuangan.""A-apa?"Hardi tersenyum berjalan mendekati Elina. "Setidaknya jika dia bekerja di sini, Chandra dan Heru tidak akan mengganggumu.""Tunggu, Paman aku tidak suka bekerja dengan orang yang aku kenal. Bagaimana kalau karyawan lain tau jika Noah ini suamiku, mereka pasti memperlakukan dia dengan baik dan tak berguna nantinya!"Hardi menyeringai, sedangkan Noah menunjukkan wajah yang seolah meledek Elina."Kamu tenang saja, Paman sudah memperkenalkan Noah sebagai karyawan baru di sini dan Noah kamu harus bekerja keras untuk membantu istrimu.""Iya, Paman," jawab Noah."Baiklah, kalian berkerja samalah dengan baik. Paman menunggu gebrakan bar
Jam makan siang pun tiba, Elina mengambil brosur makanan yang akan dia pesan. Terbiasa sendiri membuat Elina malas keluar hanya untuk makan siang bersama sekretaris atau staf lainnya. Tok, tok. "Permisi." "Masuk." Dina menyembulkan kepalanya dari balik pintu lalu mendekat ke meja Elina. "Mau makan siang apa?" Mata Elina masih fokus ke menu makanan yang ada di tangannya. "Aku bosan makan ini, kamu mau makan di mana?" tanya Elina memastikan restoran mana yang akan Dina kunjungi. "Aku mau makan di kantin." "Di kantin bawah, memangnya ada menu makanan apa saja?" selidik Elina. Dina berpikir sejenak, "Entahlah, aku ke kantin hanya ingin makan siang dengan Noah." "Apa?" Dina melipat bibirnya, dengan tidak sopannya dia menyebut nama suami atasannya itu dengan sebutan Noah. "Maaf, maksudku Pak Noah." Dina mendekati Elina. "Di grup para staf di setiap divisi sedang membicarakan Pak Noah. Namanya jadi trending topik di grup, aku sengaja ke kantin untuk menyelidiki dan men
Noah terus berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Elina yang sudah jam sepuluh malam tapi tak kunjung datang.Padahal dia sudah ada rencana mengajaknya makan malam sesuai permintaan Hardi. "Den, belum tidur?" tanya suami saat dia bangun ada bayangan sosok hitam mondar-mandir di sana. "Belum Bi, aku sedang menunggu Elina maksudku istriku.""Oh, Non Elina kadang pulang pagi, dia selalu lembur di kantornya. Tenang saja Non Elina anak yang baik dia tidak pernah ke hiburan malam atau acara lainnya tanpa mengabariku. Jadi kalau tidak ada kabar seperti ini dia pasti masih di kantor karena sibuk mengurusi pekerjanya. Kenapa tidak di jemput saja?""Eeee, itu karena ...." Bagaimana mungkin Noah memberi tahu Sumi jika keduanya merahasiakan pernikahan mereka di kantor. "Aku akan menghubunginya.""Hm, baiklah. Bibi ke kamar dulu ya."Noah mengangguk lalu mendekati jendela hanya untuk memastikan jika orang yang dia tunggu datang secara tiba-tiba dan benar saja terdengar s