Jam makan siang pun tiba, Elina mengambil brosur makanan yang akan dia pesan. Terbiasa sendiri membuat Elina malas keluar hanya untuk makan siang bersama sekretaris atau staf lainnya. Tok, tok. "Permisi." "Masuk." Dina menyembulkan kepalanya dari balik pintu lalu mendekat ke meja Elina. "Mau makan siang apa?" Mata Elina masih fokus ke menu makanan yang ada di tangannya. "Aku bosan makan ini, kamu mau makan di mana?" tanya Elina memastikan restoran mana yang akan Dina kunjungi. "Aku mau makan di kantin." "Di kantin bawah, memangnya ada menu makanan apa saja?" selidik Elina. Dina berpikir sejenak, "Entahlah, aku ke kantin hanya ingin makan siang dengan Noah." "Apa?" Dina melipat bibirnya, dengan tidak sopannya dia menyebut nama suami atasannya itu dengan sebutan Noah. "Maaf, maksudku Pak Noah." Dina mendekati Elina. "Di grup para staf di setiap divisi sedang membicarakan Pak Noah. Namanya jadi trending topik di grup, aku sengaja ke kantin untuk menyelidiki dan men
Noah terus berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Elina yang sudah jam sepuluh malam tapi tak kunjung datang.Padahal dia sudah ada rencana mengajaknya makan malam sesuai permintaan Hardi. "Den, belum tidur?" tanya suami saat dia bangun ada bayangan sosok hitam mondar-mandir di sana. "Belum Bi, aku sedang menunggu Elina maksudku istriku.""Oh, Non Elina kadang pulang pagi, dia selalu lembur di kantornya. Tenang saja Non Elina anak yang baik dia tidak pernah ke hiburan malam atau acara lainnya tanpa mengabariku. Jadi kalau tidak ada kabar seperti ini dia pasti masih di kantor karena sibuk mengurusi pekerjanya. Kenapa tidak di jemput saja?""Eeee, itu karena ...." Bagaimana mungkin Noah memberi tahu Sumi jika keduanya merahasiakan pernikahan mereka di kantor. "Aku akan menghubunginya.""Hm, baiklah. Bibi ke kamar dulu ya."Noah mengangguk lalu mendekati jendela hanya untuk memastikan jika orang yang dia tunggu datang secara tiba-tiba dan benar saja terdengar s
Tok, tok, tok.Elina membuka penutup mata saat mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Perlahan dia beranjak dari ranjang untuk membuka pintu."Selamat pagi, Non. Sudah jam sepuluh, waktunya kerja.""Hm, makasih Bi. Elina menoleh ke atas sofa sudah tidak ada Noah di sana. "Noah sudah kerja?""Iya Non, seperti biasa Den Noah berangkat pagi katanya naik angkutan umum suka desak-desakan kalau telat."Elina hanya mengangguk berniat menutup pintu kamarnya. Namun, Sumi menghalangi pintu. "Non tidak kasian sama Den Noah, dia harus berangkat pagi dan pulang malam karena tidak punya kendaraan."Elina memutar bola matanya. "Dia harus mandiri, biar tau susahnya mencari uang."Setelah mengatakan itu Elina melempar pintu kamar membuat Sumi bingung."Menikah tapi terlihat asing," gumamnya berlalu menjauh dari kamar Elina.Sedangkan di dalam kamar, Elina memikirkan apa yang di katakan Sumi. Elina lalu membuka ponselnya mengirim pesan ke seseorang.[Bawa mobilku ke kantor.]Setelah mengirimkan
“Menikah?” Elina Nathania Putri menatap tajam pria yang ada di hadapannya. “Nggak, aku nggak mau menikah,” ucapnya tegas seketika. “Kalau kamu nggak mau menikah kamu harus mau meninggalkan jabatanmu sekarang!” Deg! Elina terdiam memikirkan apa yang baru saja keluar dari mulut Hardi yang tak lain pamannya. Gadis itu jelas tidak mau melepaskan jabatannya begitu saja apa lagi perusahaan itu didirikan oleh ayahnya dan memiliki saham paling banyak di perusahaan tersebut. “Tanpa pendamping pun aku bisa mengelola bisnis ini dengan baik, Paman. Jadi jangan menyuruhku untuk menikah.” Hardi mendekati Elina lalu berucap, “Itu menurutmu, tapi kami membutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengatur bisnis kita ini.” “Jadi menurut Paman aku nggak bisa mengurus bisnis ini dengan baik, gitu?” “Dengar Elina, kamu itu perempuan. Akan ada banyak orang atau pemilik saham yang ingin merebut posisimu. Kalau kamu menikah dengan orang kaya, paman yakin mereka akan takut kepadamu karena kamu memili
Suara ketukan sepatu mengalihkan perhatian semua karyawan yang berada di lobi. mereka berhamburan dari lobi dan duduk di kursi masing-masing, sedangkan karyawan yang berada di lantai atas berlari ke tangga darurat agar tidak bertemu dengan bos killer.“Apa mereka sudah berkumpul?” tanya Elina.“Sudah Bu, semua pemegang saham sudah berkumpul di ruang meeting,” jawab Dina lalu masuk ke dalam lift yang sama dengan Elena.“Apa, bukannya kita meeting sama staf divisi?” Dina menelan salivanya, dia benar-benar lupa memberitahu Elina jika semua pemegang saham mengadakan meeting mendadak.“It-itu—” Elina mengangkat tangannya tanda jika dia tidak menerima penjelasan apapun dari sekretarisnya itu.Tepat saat pintu lift terbuka, Elina keluar lebih dulu. Namun, langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang meeting. Dia menghela napasnya mencoba tetap tenang ketika bertemu dengan para pemegang saham yang tak lain pamannya sendiri.“Selamat pagi,” sapa Elina diikuti Dina. Tapi Elina bergegas mendor
Elina menatap rumah kecil yang ada di hadapannya, lalu membuka kacamata yang dia gunakan untuk memperjelas penglihatannya.“Beneran ini rumahnya, kecil sekali?!”Supir Elina melihat alamat yang diberikan Anna lalu berkata, “Iya, Nona. Ini alamat rumah yang diberikan oleh Bi Anna.”Elina melihat Anna berjalan ke arah mobilnya lalu membukakan pintu untuknya. “Selamat datang di rumah Bibi,” ucap Anna menyambut kedatangan Elina.Elina tak bergeming bahkan dia terlihat biasa saja melihat beberapa orang berdiri menyambut kedatangannya. Wajah dingin yang dia tunjukkan membuat Intan dan Budi terlihat risih melihatnya.“Ayo, masuk.” Anna mempersilahkan Elina untuk masuk ke dalam rumahnya. Menyingkirkan Budi dan Intan yang berdiri di depan pintu masuk.Elina duduk di kursi, di ikuti Anna. Namun, Anna langsung memukul paha Intan ketika dia akan duduk di sampingnya. Mata Anna melotot menatap ke arah Intan dan Budi bergantian seolah mengatakan jika mereka tidak boleh duduk.“Kenapa kalian hanya be
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, banyak sekali orang berlalu lalang memulai aktivitas mereka. Noah hanya diam memperhatikan para pekerja yang berjalan melewatinya. Ada rasa iri di hati Noah ketika melihat para karyawan pria, yang terlihat bersemangat dengan pekerjaan mereka.“Gedung Subagja Grup,” gumam Noah mendongak melihat nama gedung yang dia tuju menyamakan dengan kartu nama yang di berikan oleh Elina. “Bener ini kantornya.”Noah berjalan masuk ke lobi, salah satu sekuriti yang tidak pernah melihat Noah pun bergegas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanyanya.Noah tersenyum lalu menjawab, “Saya ingin bertemu dengan Ibu Elina.”“Apa sebelumnya sudah ada janji?”“Iya, beliau menyuruhku untuk datang ke sini.”“Baik, silahkan ke bagian resepsionis untuk menemui Ibu Elina.” Noah berjalan mendekati resepsionis.Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan resepsionis itu pun menghubungi sekretaris Elina untuk memastikan pertemuannya dengan pria yang ada di hadapannya.“Baik Bu
'Saat aku melakukan ijab kabul dan berjanji dengan Tuhanku. Maka saat itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Elina.'Noah mengulurkan tangannya menunggu Elina menyambutnya. Namun, sayangnya wanita tersebut sepertinya tidak mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan.“Apa?” desis Elina ketika bibir Noah berkomat-kamit, dengan mata yang naik turun melihat ke tangannya.“Cium tangan suamimu,” bisik Anna dari belakang.Elina seperti orang bodoh karena semua mata tertuju kepadanya. Mereka seolah menunggu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Elina pun menyambut tangan Noah lalu menciumnya. Tangan kiri Noah mengusap kepala Elina dan berdoa sesuai tuntunan penghulu.“Alhamdulilah, kalian sudah sah menjadi suami istri.”Elina menatap kedua mata Noah, dia tidak menyangka jika sekarang sudah menjadi seorang istri dari pria pengangguran yang hanya menjadi beban keluarganya. Tak seperti pria sempurna yang yang ditunjuk oleh ketiga pamannya untuk menj