Share

Suamiku Bukan Anak Pembantu Biasa
Suamiku Bukan Anak Pembantu Biasa
Penulis: Skuka_V

1. Awas, Benci Jadi Cinta

“Menikah?” Elina Nathania Putri menatap tajam pria yang ada di hadapannya. “Nggak, aku nggak mau menikah,” ucapnya tegas seketika.

“Kalau kamu nggak mau menikah kamu harus mau meninggalkan jabatanmu sekarang!”

Deg!

Elina terdiam memikirkan apa yang baru saja keluar dari mulut Hardi yang tak lain pamannya.

Gadis itu jelas tidak mau melepaskan jabatannya begitu saja apa lagi perusahaan itu didirikan oleh ayahnya dan memiliki saham paling banyak di perusahaan tersebut.

“Tanpa pendamping pun aku bisa mengelola bisnis ini dengan baik, Paman. Jadi jangan menyuruhku untuk menikah.”

Hardi mendekati Elina lalu berucap, “Itu menurutmu, tapi kami membutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengatur bisnis kita ini.”

“Jadi menurut Paman aku nggak bisa mengurus bisnis ini dengan baik, gitu?”

“Dengar Elina, kamu itu perempuan. Akan ada banyak orang atau pemilik saham yang ingin merebut posisimu. Kalau kamu menikah dengan orang kaya, paman yakin mereka akan takut kepadamu karena kamu memiliki bekingan. Jadi berhentilah membantah karena paman sudah memilih tiga pria yang akan menjadi calon suamimu dan kamu harus memilih salah satu diantara mereka.”

Srak!

Hardi melempar amplop diatas meja, kemudian pergi dari ruangannya.

Elina mengepalkan tangannya menahan kekesalan kepada Hardi.

***

“Selamat pagi, Bu,” sapa Dina sekretaris Elina.

Sayangnya, Elina tak bergeming, dia masih duduk di meja rias sembari memoleskan make up di wajahnya. “Pilih salah satu baju yang ada di atas ranjang, aku harus menemui seseorang,” perintah Elina.

“Oke.” Dina mulai memilih baju yang akan di kenakan oleh atasannya. Namun, dia begitu bingung ketika hanya melihat baju warna hitam dengan model yang mirip. “Apa nggak ada warna yang lain?” tanya Dina.

Elina membalikkan tubuhnya mendengar ucapan Dina, dengan kesal dia beranjak dari kursi kemudian mendekati sekretarisnya itu. “Apa matamu buta, semua baju di sini motifnya beda.”

“Iya, tapi semua warnanya hitam. Tetap saja terlihat sama,” gerutu Dina dalam hati. Dia pun memilih salah satu baju untuk Elina. “Yang ini bagus.”

Elina berdecak, lalu menarik baju yang lain sesuai pilihannya. “Seleramu kuno,” ejeknya.

Dina hanya menghela napasnya melihat kelakuan atasannya itu. Meski dia sudah terbiasa dengan tingkah menyebalkan Elina, tapi dia bersyukur bisa bekerja dengan Elina meski dia hanya lulusan SMA.

Dengan ragu Dina memberikan map kepada Elina yang baru saja selesai mengganti pakaiannya. “Ini profil lengkap calon suami Bu Elina.”

Sudut mata Elina hanya melirik lalu berjalan ke meja rias untuk melihat penampilannya. “Bagaimana, cocok bukan?” tanya Elina meminta pendapat wanita yang berdiri di belakangnya.

“Wah, Bu Elina terlihat cantik.”

“Ehm … matamu normal ternyata.” Setelah mengatakan hal itu, Elina mengambil map yang ada di tangan Dina lalu membukanya. “Anak orang kaya, anak politikus dan anak bau kencur. Mereka hanya memilih pria sampah untukku.” Elina pun melempar map ke atas ranjang.

Elina masih memikirkan apa yang sedang direncanakan oleh pamannya. Mengapa mereka memaksanya untuk menikah sementara dia masih nyaman dengan kesendiriannya dan bisa mengurus bisnisnya dengan baik.

“Dina, berapa maksimal usia wanita yang pantas menikah?” tanya Elina yang mulai berpikir tentang usianya yang hampir menginjak 30 tahun.

Terlihat Dina sedang memilih jawaban yang tepat karena Elina tidak suka dengan jawaban yang tidak sesuai dengan pemahamannya. “30.”

“Ah, 30,” ujar Elina bernapas lega. “Tunggu, 30. Maksimal menikah usia 30? yang benar saja, banyak orang yang menikah di usia 35 atau 40 tahun.”

“Iya, memang banyak, tapi mereka sering dibilang Perawan Tua.”

Suara Elina tercekat, dia tak bisa menjawab ucapan Dina yang seolah menamparnya dengan sebutan perawan tua. Elina berlalu meninggalkan Dina yang masih berdiri di dalam kamarnya. Seolah mengerti dengan sikap Elina, Dina pun bergegas mengikuti langkah Elina dan mencoba merayunya.

“Ja–” ucapan Dina tertahan saat tubuhnya menabrak Elina yang sedang berdiri di depannya. “Ada apa Bu?”

Dina melihat arah telunjuk Elina yang berakhir pada sosok pria yang sedang berdiri di depan taman. Terlihat Anna, berjalan sembari membawakan plastik ke pria tersebut.

“Siapa dia?”

“Noah,” ucapnya membuat Elina menoleh ke arah Dina seolah menunggu penjelasannya. “Dia anak Bi Anna.

“Serius?”

“Iya, awalnya aku pikir pria tampan itu bukan anak Bi Anna. Karena penasaran aku pun bertanya kepada Bi Anna dan itulah jawabannya.”

Elina mengerutkan dahinya lalu berucap, “Apa kamu menyukainya?” Tanpa pikir panjang, Dina mengangguk sambil tersenyum.

Dina pun berjalan mengikuti Elina masuk ke dalam mobil. Saat mobil yang ditumpangi Elina jalan, hampir saja menabrak motor yang tiba-tiba saja muncul di depan pintu keluar.

“Ah, sial.”

Dengan kesal Elina keluar dari dalam mobil menghampiri korban yang ditabrak oleh mobilnya.

“Hei … apa kamu enggak punya mata. Motor sebesar ini masih di tabrak!” hardik pria yang begitu marah kepada Elina.

“Ternyata pria itu,” batin Elina. “Ehm, bukannya kamu yang nggak punya mata. Udah jelas ini pagar rumahku, kenapa kamu memarkirkan motor di depan rumahku!” sarkas Elina begitu kesal dengan sikap Noah.

Dina yang berada di antara keduanya pun mencoba menghalangi Elina yang seperti ingin menyerang Noah. Dina menggelengkan kepalanya, tanda jika Elina tidak boleh meluapkan emosinya kepada pria pujaan hatinya.

“Itu–” Noah tak bisa berkata apa-apa lagi, matanya melihat Elina dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. “Apakah dia nona besar yang sering Mamah ceritakan?” batin Noah meneliti setiap jengkal yang digunakan oleh Elina.

“Sepertinya nggak ada luka di tubuhmu, jadi menyingkirlah dari jalanku!”

Elina menepis tangan Dina, pergi meninggalkan mereka yang masih berdiri di depan mobil. “Ayo, cepat. Kenapa kalian masih berdiri di sana?!”

Tak terima dengan sikap Elina, Noah pun menghalangi Elina yang membuka pintu mobilnya. Dengan cepat Noah menutup pintu mobilnya dengan kencang. “Tunggu, harusnya kamu bertanggung jawab karena gara-gara kamu motorku rusak.”

“Rusak?” Elina memiringkan kepalanya melihat motor Noah. "Kenapa, apa kamu mau lapor polisi atau kamu mau memerasku? Dengar itu bukan urusanku, ini rumahku, dan tempat kamu memarkirkan motor masih tanah milikku. Jadi kalau kamu mau lapor polisi pun sia-sia dan kalau kamu meminta ganti rugi pun nggak akan aku kasih.” Elina langsung masuk ke dalam mobilnya, di susul Dina dan juga supirnya.

“Dasar Nenek lampir. Sial banget cowok yang nikah sama tuh cewek,” gerutu Noah yang masih bisa didengar oleh Elina.

“Dasar cowok sampah, aku yakin nggak ada cewek yang mau nikah sama cowok miskin seperti dia,” desis Elina memalingkan wajahnya saat mobilnya melewati motor Noah.

“Jangan seperti itu, benci dan cinta beda tipis,” bisik Dina tiba-tiba.

Hah?

Elina menatap bawahannya itu tak percaya.

Tapi, mengapa bulu kuduk Elina meremang seketika mendengarnya?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Jaritelunjuk
benci jadi cinta
goodnovel comment avatar
penikmatnovel
awal yg bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status