Share

7. Dia Datang

"Serius kamu akan menikah?" tanya Hardi menatap wajah Elina.

Elina mengangguk seolah mengiyakan apa yang di tanyakan pamannya itu. "Sebenarnya aku sudah lama menjalin hubungan dengan pria bernama Noah. Hanya saja aku malu mengakui kepada Paman dan yang lainnya karena kasta kita berbeda," jelas Elina.

"Maksud kamu?"

Elina menunjukkan foto Noah bersama keluarganya. Terlihat jelas raut wajah kecewa tergambar di wajah Hardi.

"Tunggu, bukannya wanita ini asisten rumah tangga di rumahmu?"

"Iya, Paman. Aku sudah lama mengenal pria itu dan aku sangat mencintainya, tapi aku yakin semua Paman tidak akan setuju jika aku menikah dengannya."

Hardi menyimpan foto Noah. Dia menatap wajah Elina seolah mencari kebohongan di sana. "Apa kamu benar-benar mencintainya?"

Tanpa ragu Elina mengangguk dan berkata, "Iya." Dia benar-benar yakin menikahi pria bodoh itu. Apa lagi dia seorang pengangguran dan anak dari asisten rumah tangga akan mudah bagi Elina untuk mengendalikan Noah dengan uang.

"Baik, menikahlah. Paman akan menjadi walimu."

"Terima kasih Paman tapi bisakah pamah untuk merahasiakan pernikahanku dan Noah sementara waktu. Aku ingin mempersiapkan dia terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Paman Chandra dan Heru."

Hardi mengangguk. "Paman akan merahasiakan, asalkan semua ucapanmu itu bukan sebuah kebohongan."

"Paman, apa aku pernah berbohong kepada Paman. Paman adalah orang yang paling aku sayangi di dunia ini setelah Ayah. Aku mohon, dukung aku."

Bayangan tentang percakapan dia dengan Elina sebelumnya terekam jelas di otak Hardi. Dia pun memberitahu tentang pernikahan Elina dan Noah kepada kedua saudaranya.

“Jadi seperti apa pria yang menikahi keponakan kesayangan kita?” tanya Heru.

"Kenapa pernikahannya terkesan mendadak. Bahkan tidak ada yang memberitahu kita tentang pernikahan mereka?" sambung Chandra.

Hardi membenarkan duduknya lalu berkata, “Dia terlahir dari keluarga biasa, tapi sepertinya Elina begitu mencintai pria itu.”

Chandra berdecak, “Kenapa kamu enggak menghentikan pernikahan mereka.”

“Untuk apa. Bukankah kalian hanya ingin melihat Elina menikah lalu apa lagi yang kalian inginkan?”

“Jelas posisinya,” sela Chandra. “Apa kamu lupa dengan rencana kita?”

Hardi tak bisa berkutik ketika didesak oleh kakak dan adik kandungnya sendiri. “Lalu, apa rencana kalian?”

Chandra mulai merancang rencana untuk menjebak Elina. Hardi hanya mendengarkan dan berpura-pura berada di pihak mereka.

Dia tidak menyangka jika saudaranya sendiri begitu jahat ke ponakan mereka, bahkan memiliki banyak rencana jahat sampai mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Setelah berbicara dengan kedua saudaranya, Hardi pergi ke rumah Elina dan mencari Anna. Dia sudah tahu jika Anna merupakan ibu dari Noah dan dia tidak ingin mereka mengacaukan semua rencana.

“Selamat sore, Pak Hardi,” sapa Anna saat melihat kedatangan Hardi.

Hardi hanya berdehem lalu duduk di sofa. “Duduklah, kita harus bicara,” ujarnya memulai percakapan. “Begini, putramu dan Elina sudah menikah. Aku harap kamu segera berhenti dari pekerjaanmu.”

“Ta-tapi, Pak.”

“Bereskan semua barangmu dan keluar dari sini sekarang juga. Aku akan memberikan uang pesangon untukmu asalkan kamu tidak lagi menunjukkan wajahmu di sini.”

Setelah mengatakan hal itu, Hardi beranjak dari kursi meninggalkan Anna yang merasa bingung. Jika dipikir lagi apa yang dikatakan Hardi memang benar. Tidak sepantasnya dia masih tinggal di rumah menantunya, apa lagi dia sudah menerima uang yang diberikan oleh Elina.

Anna pun berkemas dan kembali ke rumahnya tanpa berpamitan kepada Elina yang selama ini dia rawat. Tanpa sepengetahuan Anna, Hardi masih memperhatikan dari dalam mobilnya. Tak lupa dia membuka ponselnya menghubungi seseorang.

“Apa yang aku minta sudah kalian lakukan?”

“Sudah, Pak. Kami sedang berbicara dengan suami yang bersangkutan.”

“Oke, urus semuanya dengan baik. Jangan sampai Elina tau tentang ini.”

Hardi mematikan panggilannya lalu menyuruh supirnya untuk pergi dari rumah Elina.

***

Noah menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Dia terlalu lelah hingga mengantuk karena semalaman menyetir mobil.

“Hei, bangun,” ucap Noah membangunkan Elina.

Elina menggeliat ketika Noah menggoyangkan bahunya agar dia bangun. “Di mana kita?” tanya Elina dengan suara serak khas bangun tidur.

“Sudah sampai Jakarta,” jawab Noah. “Aku lapar, kita makan dulu ya.”

Elina melihat Noah keluar dari mobil menuju warung tenda yang berada di pinggir jalan. Sedangkan Elina menyalakan layar ponselnya dan melihat jam yang menunjukan pukul 6 pagi.

“Gila, Bandung ke Jakarta 7 jam. Dia bawa mobil apa keong,” gumam Elina lalu keluar dari mobil.

Dilihatnya Noah sedang memesan makanan. “Kamu mau nasi kuning atau nasi uduk?”

Elina terdiam, mendengar nama makanan yang asing baginya membuat Elina tidak bisa memilih makanannya.

Noah memperhatikan Elina lalu berkata, “Pasti belum pernah makan. Orang kaya, mana mungkin makan makanan seperti ini.”

“Udah tahu pake nanya lagi, udah pesan saja sama seperti kamu.”

Noah lalu memesan nasi kuning yang sama dengannya. Sesekali dia melirik ke arah Elina yang mulai sibuk dengan ponselnya dan—”

“Argh ….” Jeritnya yang membuat Noah terkejut.

“Ada apa?”

“Apa aku sedang bermimpi, dia mengomentari postinganku,” batinnya melihat foto tangannya yang sedang di genggam oleh Noah.

Noah yang bingung melihat ekspresi Elina pun tak ambil pusing dan langsung melahap nasi kuning yang ada di piringnya. Sementara Elina, malah sibuk dengan ponselnya.

Selesai makan, Elina mengemudikan mobilnya dengan kencang agar dia segera kembali ke rumah dan berganti pakaian. 20 menit perjalanan akhirnya mereka pun sampai di rumah.

Elina berjalan lebih dulu meninggalkan Noah yang berjalan mengikutinya. “Astaga, sedang apa kamu di kamarku?” tanya Elina.

Noah berdiri mematung karena tanpa sadar dia masuk ke dalam kamar Elina. “Bukankah kita sudah menikah?”

“Lalu?” Elina menghela napasnya dia lupa jika setelah menikah suami istri biasanya tidur di kamar yang sama. “Aku lupa, ini kamar kita tapi kamu enggak boleh tidur di ranjangku."

“Hah, terus aku tidur dimana?”

“Disitu.” Tunjuk Elina ke sebuah sofa yang ada di kamarnya. “Tapi sebelum kamu beristirahat sebaiknya kamu keluar karena aku ingin mengganti bajuku.” Dengan patuh Noah keluar dari kamar Elina.

Elina pun bergegas mengganti pakaiannya lalu memoleskan makeup di wajahnya. Tanpa berpamitan, Elina masuk ke dalam mobilnya lalu pergi ke kantor.

Iya, setelah mendapat kabar jika Chandra tiba-tiba saja ingin menarik sahamnya dari perusahaan mereka. Elina pun bergegas ke kantor karena tidak mau pamannya menghancurkan bisnis yang sudah ia bangun.

“Pagi, Bu,” sapa para karyawan yang dia lewati.

Namun, Elina tak bergeming karena kepalanya dipenuhi emosi yang begitu membara.

“Elina.”

Langkah kaki Elina terhenti ketika mendengar suara pria yang tak asing di telinganya. Perlahan dia berbalik, tubuhnya terasa kaku ketika pria itu berjalan mendekatinya. “Ka-kamu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status