Kudorong bahu Vera agar menjauh dari depan pintu kamar. “Eh, kamu jangan kurang ajar, Reni! Jaga sikapmu!” Beuh, lagi-lagi Ibu mertua membela Vera. Mungkin bagi Ibu Dewi, Vera adalah menantu idaman. Aku sudah terbiasa diabaikan, apalagi jika berkumpul dengan kedua kakak Bang Dino, Bang Doni dan Bang Dodi, keberadaanku sangat tidak dianggap. Ibu lebih senang mengajak dua menantunya yakni Mbak Sarah dan Mbak Tina untuk berbincang. Tak kuhiraukan bentakan Ibu Dewi, memilih masuk ke dalam kamar dan membanting pintu, menguncinya.“Astaga, Sayang! Abang sampe kaget. Kamu kenapa?” tanya Bang Dino menoleh ke belakang. Bajuku yang agak basah karena sewaktu di dapur membasuh wajah, langsung mengambil pakaian ganti setelah meletakkan segelas jus Mangga. “Aku kesal sama Ibu dan si Vera, Bang! Masa dia bentak-bentak aku gak jelas! ngatain Bang Dino gak punya sopan santun karena ninggalin mereka dan memilih diam di kamar bersamaku!” Lebih baik aku adukan saja sikap Ibu dan Vera. Bang Dino menat
“Kurang ajar!!”“Stop, Vera!” Wow, Bang Dino mencekal pergelangan tangan Vera. Tangan Vera yang hendak menamparku. Cekalan yang kuat membuat si Vera meringis kesakitan. “Lepasin, Bang! Lepasin! Dia sudah keterlaluan! Dia nuduh aku punya suami dua! Padahal suami aku cuma ka---“Mulut Vera langsung dibekap Bang Dino. Kedua matanya melotot.“Aku dan Reni gak peduli siapa suami kamu! Lebih baik kamu diam saja! Jangan mencoba menampar istriku!” Bang Dino terlihat sangat geram. Melihat pembelaan Bang Dino, hatiku tak lantas tersentuh. Mungkin Bang Dino bersikap demikian karena dia sudah dihina Vera. Aku tahu betul sikapnya, Bang Dino paling tak suka ada wanita yang merendahkannya apalagi wanita itu adalah istri sendiri."Dino, lepaskan Vera! Dia lagi hamil besar, Dino! Lepaskan!”Ibu Dewi berusaha melepaskan tangan Bang Dino dari mulut Vera. “Sudahlah, aku malas menghadapi kalian. Bang, berangkat yuk! Jangan lupa, kamar Abang dikunci soalnya ... aku gak mau, ada barang berharga yang hila
“Dino, Reni! Dari mana saja kalian? Jam segini baru pulang!”Lho kok, Ibu mertuaku masih ada di rumah? Duh, pasti karena belum dapat jatah bulanan, makanya Ibu masih ada di rumahku. Wanita itu berjalan ke arah kami.“Mereka habis belanja, Bu.” Vera menjawab, menoleh sinis padaku.“Belanja? Kalian habis belanja?” Kedua mata Ibu Dewi melotot padaku dan Bang Dino. Aku menghela napas berat, membalas tatapannya.“Kalau aku habis belanja memangnya kenapa? belanja juga pake uang aku!” tandasku hendak beranjak, malas meladeni ocehan Ibu.“Eh, kamu mau kemana? Ibu belum selesai bicara!” tukas Ibu. Aku kembali duduk, ibu duduk di sofa satunya bersama Vera. “Kamu dibeliin apa itu, Ver?” tanya Ibu melongok ke dalam isi goodie bag yang dipegang Vera.“Daster doang, Bu! Cuma dua!” jawab Vera acuh tak acuh.“Reni, kamu beliin si Vera daster, ibu mertua sendiri gak dibeliin apa-apa? Gimana sih? Dasar menantu pelit!”Belum apa-apa udah menghakimi.“Memangnya aku tahu kalau Ibu belum pulang? Kalau Ibu
“Gak mau! Enak saja aku disuruh bantuin bikin cilok. Ibu aja yang bantu, kan Ibu yang dapat tiga puluh persen dari hasil penjualan rumah ini!” Aku tersenyum mendengar jawaban Vera. Cerdas juga dia. Tapi, aku harus lebih cerdas. Gak boleh kalah sama mereka. Aku harus mencari tahu keberadaan surat-surat itu sekarang. Pembicaraan mereka tampaknya masih lama. Pintu dapur kukunci. Membiarkan mereka ada di halaman belakang. Paling tidak sampai sore nanti. Tak lupa, mengunci jendela supaya mereka tidak bisa masuk ke dalam rumah. Setelahnya masuk ke dalam kamar yang biasa ditempati Bang Dino. Mencari surat-surat tersebut. Seingatku, Bang Dino selalu menyimpan barang-barang yang menurutnya berharga di bawah tempat tidur. Tidak berpikir lama, mtersebu ke kolong ranjang. Benar, ada tas kantor yang berada di sana. Merayap masuk ke dalam kolong ranjang, mengambil tas tersebut. Tas ini harus dipindahkan ke dalam kamarku. Setelah itu, mengunci pintu kamar. Bergegas keluar rumah, mengunci pintu de
“Aku juga gak tahu, Ren. Berarti selama ini suami kamu udah dijebak sama si Vera. Ih, aku gak nyangka kalau Vera sejahat itu.”Sepemikiran denganku. Aku juga gak nyangka kalau Vera tega berbohong pada Bang Dino. “Kalau Bang Dino sudah mau tanggung jawab apalagi sampai menikahinya, ya berarti dia sudah melakukan hubungan suami istri. Makanya Bang Dino merasa menghamili si Vera.”Meskipun ingin menggugat cerai Bang Dino, tetapi jujur saja masih ada rasa cemburu. Ah, aku ini apa? Sudah disakiti masih saja bucin. Aku harus berpikir jernih. Lelaki yang telah mengkhianati cintaku tak sepantasnya dipertahankan.“Sabar, Ren. Suatu saat kamu pasti akan menemukan kebahagiaanmu. Terus, rencana kamu selanjutnya bagaimana?”Windy mengelus punggungku, aku menganggukkan kepala.“Ya itu, Win. Aku ingin mencari pengacara yang mau membantuku mengubah nama kepemilikan sertifikat rumah dan tanah. Paling gak, kalau aku sudah resmi jadi janda nanti, aku masih punya aset yang nantinya bisa dijual buat modal
“Kamu jahat banget sih, Ren? Masa aku tinggal di kontrakan petak? Aku kan lagi hamil ....” Idih, memangnya aku peduli? Mengingat kehamilan Vera, aku jadi penasaran sebenarnya siapa laki-laki yang menghamilinya? Bang Dino jelas bukan! karena ia sudah divonis mandul. Kalau begitu, kemungkinan besar lelaki lain, Bang Dino hanya jadi tumbalnya saja. Kasihan .... “Itu urusanmu! Bukan urusanku!” kataku membuka pintu rumah, masuk lebih dulu dari mereka.“Sayang, memangnya kamu mau beli apartemen di mana? Nanti kalau uangnya masih ada sisa, kita beli mobil, ya?” Percaya diri sekali si Dinosaurus. Dia pikir, aku masih mau menjadi istrinya? Oh tidak. Aku tak Sudi menjalani rumah tangga yang dipenuhi kebohongan.“Gimana nanti aja, Bang!” jawabku sambil membuka kunci pintu kamar, lalu menutupnya kembali.Brukh!Aku menghela napas berat, melihat ketiga manusia tak tahu diri itu masih ada di rumah ini. Aku pikir, Ibu akan pulang. Ternyata ....Sudahlah, lebih baik sekarang aku mandi, lalu memerik
“Gak mungkin, Sayang ... gak mungkin Abang melakukan itu. Cinta Abang Cuma buat kamu, sayang Abang Cuma buat kamu, istri Abang ya Cuma kamu, Sayang ....”Ck, dasar buaya! Pembohong! Mulut ini rasanya sudah sangat gatal ingin memberitahu mereka kalau aku sudah tahu pengkhianatan Dinosaurus dan si Vera.“Sorry, Bang. Aku gak percaya. Oh ya, Bu ... Ibu malam ini mau nginap di sini? Mau tidur di mana? Mau tidur di kamar pembantu bareng si Vera?” Kedua tangan Vera mengepal kuat. Sorot matanya dipenuhi kemarahan. Aku tahu, dia pasti sangat marah mendengar gombalan cinta Dinosaurus. Ditambah aku yang sengaja menyindirnya.“Ibu gak akan pulang kalau kamu belum memberikan jatah bulanan ibu tiga juta!” tandas ibu tanpa tahu malu. Aku mencebik, memalingkan muka."Tiga juta? Tiga ratus ribu saja gak akan aku berikan! Kalau Ibu mau minta uang, minta saja sama Bang Dino!”“Sayang, Abang uang dari mana? Uang dan ATM Abang kan udah diambil kamu.”Aku memutar bola mata malas, mendengar alasan yang dik
“Bukti apa, Sayang? Abang sama Vera gak punya hubungan khusus apalagi sampai menikah. Kamu pasti becanda nih! Pokonya Abang dan Vera gak ada hubungan apa-apa. Lagian kan ... Si Vera sudah punya suami. Eh, Ver! Kamu jangan diam saja dong! Ngomong ke Reni, kalau kita gak ada hubungan khusus apalagi sampai menikah!” Bang Dino mengelak sekaligus menyentak si Verek. Ups, maksudku si Vera. Ya mau bagaimana, kelakuan si Vera memang seperti wanita murahan. Sekarang saja aku tidak yakin kalau lelaki yang menghamili Vera adalah Bang Dino.Mungkin benar, mereka pernah melakukan hubungan suami istri tetapi kalau benih yang dikandung Vera, seratus persen aku yakin itu bukanlah anak biologis Bang Dino.“I-iya benar, Ren. Aku dan Mas Dino gak ada hubungan apa-apa. Ah, lagian ... Mas Dino bukan lelaki idaman aku! CK, dia kan ... lelaki yang gak berguna! Gak bisa kerja apa-apa! Bisanya Cuma ngojek doang! Apaan ngojek? Duitnya aja gak seberapa!”Astaghfirullah, si Vera berani juga menghina Bang Dino. H