Setelah sebelumnya meletakan secangkir teh hangat di atas meja. Lalu, ia duduk di samping Bastian, menatap sang suami dengan rasa penasaran. Bastian menatap Susan sekilas setelah ditanya sang istri. Tapi, bukannya langsung menjawab, ia malah kembali menatap lurus ke depan. Giginya bergemeretak. "Semua orang menggosipkan aku di kantor, Ma. Mereka meragukan posisiku sebagai Presdir perusahaan hanya karena aku tidak berhasil membuat perusahaan kita bekerja sama dengan Gandara corporation!" seru Bastian dengan emosi menggebu. Bastian menghentikan kalimatnya sejenak, dadanya kembang kempis, kentara jika pria itu sedang emosi bukan main. Kemudian, ia mendengus dingin. "Ini semua gara-gara Vania yang malah bisa mewujudkan impian keluarga kita sejak lama dan jadinya, semua orang memandangku sebelah mata, Ma!" "Berita itu cepat sekali menyebar di kantor dan Vania, mendadak dibicarakan oleh para jajaran penting di perusahaan dan juga para karyawan, Ma! Dia juga dipuji habis-habis san
Mendengar hal itu, Vania menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Ternyata sang ibu menentang keputusannya. Sang ibu saja menentang ... apalagi anggota keluarga Hermanto yang lain? Sudah pasti akan menentang juga! Akan tetapi, Vania sama sekali tidak mempedulikannya. Ia tidak takut sedikit pun karena suaminya adalah seseorang yang berkuasa. Namun tiba-tiba Vania mengerutkan kening.Aku tidak mungkin memberitahu identitas Aditama yang sebenarnya kepada mama sekarang. Pikir Vania. Setelah tersadar, Vania buru-buru menatap sang ibu. Dia kemudian berkata. "Ma. Sekarang Aditama sudah banyak berubah loh. Sudah tidak seperti dulu lagi. Ternyata ... dia juga memiliki kenalan-kenalan orang hebat 'kan?" Vania mencoba menghasut pikiran ibunya, supaya sang ibu mau menerima Aditama. "Dan Aditama memiliki kenalan seseorang yang bekerja di Gandara corporation ... Aditama berperan penting dalam terjalinnya kerja sama itu, Ma!" Lanjut Vania. Stephanie mendecakan lidahnya sam
Malam ini, di dalam mau pun luar rumah milik Hermanto telah disulap menjadi tempat pesta. Sejak pukul tujuh, para tamu undangan mulai datang satu persatu dan memenuhi tempat pesta. Tamu undangan yang hadir adalah kerabat, kenalan dan rekan bisnis dari anggota keluarga Hermanto.Dalam sekejab, tempat pesta itu telah ramai oleh obrolan—yang diselingi dengan canda dan tawa. Para pelayan hilir mudik membawa nampan berisi gelas minuman. Meja-meja tersusun rapi dengan menu spesial yang terhidang di atasnya.Sementara para anggota keluarga Hermanto terlihat tengah berkumpul untuk menyambut tamu undangan yang datang. Aditama dan Vania akhirnya tiba di sana.Mereka berdua langsung disambut senyum lebar dan wajah berbinar-binar dari kepala keluarga Hermanto.Tentu saja sambutan seperti itu baru Aditama terima selama ia menjadi menantu di keluarga Hermanto. Di sisi lain, ia menjadi penasaran dengan sikap Hermanto dan Stephanie ke depannya.Apakah mereka akan bersikap baik kepadanya? "I
Melihat hal itu, Bella seketika gelagapan. Bertanya-tanya. Apa yang akan dilakukan Mario kepada Aditama? Yang jelas, pasti dia akan membuat masalah! "Mario! Mau ke mana kamu! Jangan mencari mas—" Tapi, Bella mendadak menghentikan kalimatnya. Ia lalu memasang wajah tak berdaya seraya menghembuskan napas berat, hanya bisa pasrah. Percuma saja ia menahan Mario, sang adik tidak menghentikan langkahnya sama sekali, sepertinya dia sengaja, pura-pura tidak mendengar. Alhasil, ia pun memilih membiarkan Mario. Sementara Bastian dan Susan tidak terlalu fokus memperhatikan apa yang terjadi pada kedua anaknya karena tiba-tiba ada teman mereka yang datang menghampiri dan mengajak ngobrol. "Berani sekali kau menampakan diri di acara keluarga Hermanto?" ucap Mario sambil tersenyum sinis begitu sudah berada di samping Aditama. Mendengar itu, Aditama menoleh—menatap Mario untuk beberapa saat. Tiba-tiba ekspresi wajah Aditama menjadi buruk. Belum sempat Aditama menimpali, Mario sudah bic
Vania menoleh—menatap Aditama yang juga tengah menatapnya dengan senyuman tipis menghiasi bibirnya. Selama sesaat, Vania menatap sang suami dengan melakukan hal yang sama—tersenyum tipis—sebelum kemudian kembali menatap Susan dan Bella. "Suamiku yang membelikan kalung Tiffany & Co ini untukku." Jawab Vania setelah terdiam sebentar. Seketika Susan dan Bella kompak terbelalak diikuti oleh semua orang. Lalu, orang-orang yang ada di situ saling pandang satu sama lain, kasak-kusuk terdengar, membicarakan apa yang baru saja Vania katakan. Selagi semua orang tengah kasak-kusuk, Vania kembali menatap Bella yang masih terdiam kaget. "Kak Bella mengetahui kalung Tiffany & Co yang aku kenakan ini, 'kan? Kak Bella ... mengenalinya,'kan?"Belum sempat Bella menimpali, Vania lanjut berkata. "Kita pernah membicarakanya sebelumnya, bukan, Kak Bella ... tentang kalung ini? Dan bermimpi bisa memilikinya suatu saat nanti ... tapi sekarang aku sudah memilikinya, Kak ... Aditama membelikan
Susan, Bastian dan Mario sedikit merasa berada di atas angin. Mereka bertiga merasa puas karena akhirnya bisa mempermalukan Aditama dan Vania. Melihat hal itu, Stephanie merasa kasihan dan tidak tega. Sebagai ibu, tentu ia marah saat melihat anaknya dicibir dan diolok-olok oleh banyak orang. Mirisnya, yang memulai adalah dari anggota keluarganya sendiri. Akan tetapi, ia masih belum bisa bertindak apa-apa dengan alasan Bastian adalah termasuk seseorang yang dihormati di keluarga Hermanto. Sedangkan Hermanto sedikit marah kepada ketiga orang itu. Menurutnya, mereka bertiga tidak bisa menjaga ucapan di depan banyak orang. Di sisi lain, ia menyayangkan Aditama dan Vania yang harus bertindak konyol. Lihat ... beberapa orang menjadi hilang respect kepada Vania. Melihat ekspresi wajah Vania berubah menjadi murung dan kepalanya tertunduk. Aditama segera melingkarkan tangan dan merapatkan tubuh sang istri ke dalam dekapanya. Bermaksud menenangkan. Aditama lalu berbisik. "Aku tidak
Semua orang mematung di tempat setelah Aditama menunjukan nomor seri dan sertifikat kepemilikan dari kalung Tiffany & Co tersebut dan juga mendengar penjelasan dari wanita yang paham tentang perhiasan mahal dan merek terkenal. Tiba-tiba semua orang tersadar, kasak kusuk kembali terdengar, lalu menyadari ucapan mereka tadi. Seketika semua orang merasa bersalah karena telah menuduh Aditama dan Vania yang tidak-tidak. Semua orang kini telah percaya, seperti biasa, mereka pun langsung merasa malu bukan main. Lalu, saling berganti an meminta maaf kepada Vania dan Aditama. Susan, Bastian dan Mario membeku di tempat. Tidak bisa berkata apa-apa. Tentunya masih terkejut bukan main. Mereka bertiga tidak melakukan seperti apa yang baru saja dilakukan oleh orang-orang kepada Aditama dan Vania.Di sisi lain, mereka bertiga merasa sangat gengsi. Meminta maaf ... kepada Aditama dan Vania?Hal yang tidak mau dan pantang mereka bertiga lakukan! Melihat hal itu, Bella menghela napas lega.Wanit
Aditama dan Vania tengah disibukan dengan menyambut dan berbincang-bincang dengan para tamu yang hadir. Ada beberapa tamu penting dan berpengaruh di kota Ferandia yang datang di pesta itu diantaranya adalah Fernando yang merupakan direktur rumah sakit Siola, Elias pemilik tempat hiburan malam elit bernama Groove House dan Joseph Hugo yang merupakan manager Hotel Gandhi Life.Hermanto sangat terkejut melihat kedatangan mereka.Pasalnya, ia merasa tidak mengundang mereka. Bagimana mau mengundang? Mengenal mereka pun tidak.Tiba-tiba ia mengerjap kala teringat sesuatu.Atau jangan-jangan ... Aditama yang mengundangnya? Pikir Hermanto. Mengingat, Fernando adalah teman lama mendiang Ayahnya Aditama. Juga Joseph Hugo yang waktu itu malah mengusir Edward—bukannya Aditama. Sedangkan Elias, ia baru pertama kali ini melihatnya. Hermanto pun menoleh menatap Aditama. Seakan meminta penjelasan mengenai tamu-tamu tersebut. Melihat hal itu, Aditama hanya mengulas senyum tipis ke arah Hermanto