Semua orang mematung di tempat setelah Aditama menunjukan nomor seri dan sertifikat kepemilikan dari kalung Tiffany & Co tersebut dan juga mendengar penjelasan dari wanita yang paham tentang perhiasan mahal dan merek terkenal. Tiba-tiba semua orang tersadar, kasak kusuk kembali terdengar, lalu menyadari ucapan mereka tadi. Seketika semua orang merasa bersalah karena telah menuduh Aditama dan Vania yang tidak-tidak. Semua orang kini telah percaya, seperti biasa, mereka pun langsung merasa malu bukan main. Lalu, saling berganti an meminta maaf kepada Vania dan Aditama. Susan, Bastian dan Mario membeku di tempat. Tidak bisa berkata apa-apa. Tentunya masih terkejut bukan main. Mereka bertiga tidak melakukan seperti apa yang baru saja dilakukan oleh orang-orang kepada Aditama dan Vania.Di sisi lain, mereka bertiga merasa sangat gengsi. Meminta maaf ... kepada Aditama dan Vania?Hal yang tidak mau dan pantang mereka bertiga lakukan! Melihat hal itu, Bella menghela napas lega.Wanit
Aditama dan Vania tengah disibukan dengan menyambut dan berbincang-bincang dengan para tamu yang hadir. Ada beberapa tamu penting dan berpengaruh di kota Ferandia yang datang di pesta itu diantaranya adalah Fernando yang merupakan direktur rumah sakit Siola, Elias pemilik tempat hiburan malam elit bernama Groove House dan Joseph Hugo yang merupakan manager Hotel Gandhi Life.Hermanto sangat terkejut melihat kedatangan mereka.Pasalnya, ia merasa tidak mengundang mereka. Bagimana mau mengundang? Mengenal mereka pun tidak.Tiba-tiba ia mengerjap kala teringat sesuatu.Atau jangan-jangan ... Aditama yang mengundangnya? Pikir Hermanto. Mengingat, Fernando adalah teman lama mendiang Ayahnya Aditama. Juga Joseph Hugo yang waktu itu malah mengusir Edward—bukannya Aditama. Sedangkan Elias, ia baru pertama kali ini melihatnya. Hermanto pun menoleh menatap Aditama. Seakan meminta penjelasan mengenai tamu-tamu tersebut. Melihat hal itu, Aditama hanya mengulas senyum tipis ke arah Hermanto
"Apa kah ... Anda juga yang meminjamkan uang sebesar 31 miliar ... kepada Aditama yang digunakan Aditama untuk membeli kalung merek terkenal di dunia ... Tiffany & Co?" tanya Hermanto tercekat sambil menunjuk Ricard. Mendengar hal itu, Ricard menatap Hermanto untuk beberapa saat sebelum kemudian mengangguk. Sontak, pria tua itu membelakakan matanya, mencerna dalam sepersekian detik selagi menelan ludah. Detik berikutnya, ia membeku di tempat diikuti oleh yang lainya. Ricard lalu menatap satu persatu anggota keluarga Hermanto dengan saksama. Seketika ia menggeram marah.Mereka-mereka telah memperlakukan tuan muda keluarga Gandara dengan buruk selama empat tahun. Kalau saja sang tuan muda sudah mengungkapkan identitas aslinya, ia pasti akan menghajar mereka tanpa ampun. Menyadari ia yang mendadak emosional, Ricard pun buru-buru menguasai diri. Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, Ricard membenarkan, sekaligus memperjelas semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para
"Kee ... kenaaa ... paaaa ... Ayah tiba-tiba menerima Aditama?! Kenapa tiba-tiba ... Ayah memberikan restu kepada mereka berdua?!" ucap Bastian. Kemudian, rahangnya mengeras. "Apa hanya karena mereka berdua berhasil membuat perusahaan kita bekerja sama dengan Gandara corporation, Yah?!" Ucapan Bastian langsung dibenarkan oleh Susan dan Mario setelahnya. Hermanto mendengus dingin. Menatap Bastian untuk beberapa saat. "Salah satunya itu!" Jawab Hermanto dengan tegas. "Selain itu ... adalah kemauan Vania sendiri yang tetap memilih bersama Aditama!" Wajah Hermanto tampak tegas. "Kek ... apa kakek lupa? Jika kakek akan mendepak pecundang ini dari keluarga kita? Dia itu ... hanya menjadi beban bagi Vania dan juga keluarga kita saja, Kek!" ujar Mario yang secara refleks bangkit dari duduknya seraya menunjuk-nunjuk Aditama. Belum sempat Hermanto menjawab, Bastian sudah angkat suara lagi. "Yah ... dengarkan Bastian," Kemudian, ia bangkit berdiri dan duduk di samping sang Ayah."Walau Ad
Hermanto beranjak lebih dulu dari ruang tamu dengan ditemani oleh Stephanie. Pasca operasi, tentu, pria tua itu harus melakukan anjuran dari dokter demi kesembuhanya. Menghadiri pesta, bertemu dengan banyak orang. Terlebih, sempat terjadi masalah pula tadi, membuatnya mengeluarkan banyak energi. Oleh karena itu, ia harus segera beristirahat. Setelah memastikan Hermanto telah pergi, Susan segera menatap Vania. "Eh, Vania ..." Panggilan itu membuat Vania menoleh. Begitu pula dengan Aditama. Diikuti oleh yang lainnya. Selagi semua orang tengah kompak menatap ke arahnya, Susan melipat tangan di depan dada.Ia menatap Vania dengan senyuman penuh arti. Dia kemudian berkata. "Bibi curiga padamu ... kamu itu ... sudah tidur dengan Pak Jauhar, ya? Wakil Presdir Gandara corporation ... makanya ... kamu bisa mendapatkan kontrak kerja sama dengan begitu mudah?" Sontak, Vania dan Aditama kompak membelalak. Begitu pula dengan semua orang. Susan ... tengah menuduh Vania?Se
Mendengar komentar-komentar keji itu, perasaan Vania langsung campur aduk tidak karuan.Sedih, sakit hati, kecewa dan marah—menjadi satu. Wanita itu pun tidak tahan untuk tidak menangis. Seketika darah dalam diri Aditama mendidih, kesabarannya habis dan emosinya membuncah. Tentu saja ia tidak terima. Ia pun sudah tidak peduli lagi dengan keluarga Hermanto. Awalnya ia masih memiliki rasa segan dan hormat kepada mereka. Tapi setelah melihat sang istri difitnah dan apalagi sampai membuatnya menangis?Jangan salahkan dirinya jika ia akan bertindak diluar batas dan menjadi tidak terkendali. Aditama refleks bangkit dari duduknya dan langsung melemparkan tatapan mematikan ke arah satu persatu anggota lain keluarga Hermanto. "Jaga mulut-mulut kalian semua! Dengar hal ini baik-baik ... Vania tidak melakukan hal menjijikan seperti apa yang dituduhkan oleh Bibi Susan, Paman Bastian dan Mario!" Aditama menghentikan kalimatnya sejenak. Kemudian, ia mendengus jengkel. "Dia berhasil men
"Aku tidak kaget sama sekali." Jawab Aditama dengan ekspresi wajah datar. Kemudian, ia memicingkan pandangan. "Apalagi hal itu keluar dari mulut-mulut kalian yang tidak bisa dipercaya." "Kalian itu ... pasti sengaja memfitnah Vania yang tidak-tidak karena kalian merasa iri, 'kan? Dengan pencapaian, Vania?" Lanjut Aditama. Mendengar hal itu, senyum sinis di bibir Mario seketika pudar. Sedangkan Bastian dan Susan yang sedang memikirkan Bella tiba-tiba tersadar, kemudian langsung menatap Aditama. Mario pun lalu memaki dalam hati. Pasalnya, Aditama tidak terlihat terpengaruh sama sekali dengan perkataanya. Aditama lanjut berkata. "Kalian pikir ... aku akan terpengaruh dengan fitnah dari kalian semua?!" Ucapan Aditama membuat semua orang terdiam. Bastian, Susan dan Mario saling pandang satu sama lain, seakan tengah menyamakan frequensi. Sepertinya mereka tidak bisa mempengaruhi pikiran Aditama mengingat Aditama sangat mencintai Vania. Tapi Mario tidak menyerah. Ia akan berusaha
Menantu itu sungguh sudah tidak takut lagi dengan anggota keluarga Hermanto.Termasuk dengan salah satu orang yang paling dihormati di keluarga mereka sekali pun. Aditama juga terlihat sudah tidak memiliki rasa segan dan hormat lagi seperti yang dulu selalu dia tunjukan. Mendapati dirinya diperlakukan dengan rendah oleh Aditama, membuat Bastian merasa campur aduk tidak karu-karu an. Ia lalu menggerakan tanganya, berusaha lepas dari cengkraman tangan Aditama. Akan tetapi, hal tersebut sia-sia belaka karena cengkraman tangan Aditama begitu kuat. "Bajingan kau, Aditama!!!" teriak Mario selagi bergegas menghampiri Aditama dan Ayahnya dengan emosi menggebu-gebu.Dia tidak terima Ayahnya diperlakukan seperti itu oleh Aditama. "Berani kau mencengkram tangan Papaku, bangsat?!" Lanjut Mario. Sontak, Aditama menoleh ke arah sumber suara. Tapi tiba-tiba Mario sudah berada di hadapanya. Mario langsung mendorong tubuh Aditama menjauh dari hadapan sang Ayah yang membuat cengkraman pada perg