"Penyakit jantung Kakek kambuh, Tam gara-gara kejadian waktu di hotel itu dan sekarang Kakek harus dirawat di rumah sakit." Vania lalu lanjut berkata. "Jujur ... aku langsung merasa cemas saat mendengar kabar itu, Tam ... aku ingin sekali menjenguknya. Tapi Paman tak memperbolehkan aku dan kamu menjenguknya karena katanya kehadiran kita berdua malah akan membuat kondisi Kakek jadi tambah semakin buruk." Suara Vania terdengar serak. Sontak, Aditama melebarkan matanya, mencerna penjelasan sang istri dalam sepersekian detik. Akhirnya, setelah terdiam sesaat, Aditama berkata. "Kamu ingin menjenguk Kakek, Van?" tanya Aditama dengan hati-hati. "Tentu saja, Tam. Aku ingin sekali menjenguknya. Aku ingin tahu keadaan Kakek. Aku ingin memastikan keadaanya secara langsung. Walau pun sebenarnya aku masih kecewa dan marah dengan Kakek ... tapi aku enggak mungkin tega mengacuhkannya begitu saja." ujar Vania dengan suara bergetar. "Tak usah kamu dengarkan apa kata Paman, Van. Kita jenguk Kakek
Mendengar nama Aditama disebut, Bondan seketika melebarkan matanya.Mampus mereka berdua! Tamat sudah riwayat mereka berdua setelah ini! Mereka berdua tidak tahu sedang menghadapi siapa ... mereka sedang menghadapi pewaris keluarga Gandara!Wajah Bondan seketika menggelap, tangannya terkepal, siap bangkit dari duduknya. Akan tetapi, ia tiba-tiba mengurungkan niatnya.Bondan lalu menutup mata seiring menggelengkan kepala. Tidak! Ia tidak boleh kepancing emosi ... atau ia akan mendapat masalah nantinya. Mendadak, ia teringat dengan pesan Panji. Ia pun buru-buru menahan diri. Akhirnya, setelah terdiam sesaat, Bondan membuka mata dan mengangguk. Sontak, Chris dan Evan terbelalak, seketika membeku, kemudian saling pandang. Bertanya-tanya, bagimana mungkin seorang kuli miskin bisa membuat atasanya dipecat?Lelucon macam apa itu!? Tiba-tiba wajah keduanya memerah karena marah. "Pak Bondan percaya dengan laporan kuli rendahan seperti Aditama!?" ucap Chris dengan suara meninggi dan rah
Di ruangan salah seorang dokter rumah sakit tempat Hermanto dirawat, tampak Stephanie sedang duduk di hadapan seorang dokter yang tengah berbicara kepadanya. "Bu Stephani, kondisi Ayah Anda semakin memburuk karena penyakit jantung koroner yang dideritanya dan saran dari saya, sebaiknya, operasi bypass pada penyakit jantung koroner Pak Hermanto harus segera dilakukan." Dia kemudian menambahkan. "Jika Pak Hermanto tidak segera dioperasi, saya khawatir kemungkinan terburuknya adalah ... beliau tidak akan selamat." Mendengar itu, Stephanie hanya bisa menghela napas berat dan memasang ekspresi wajah buruk setelahnya.Ia telah menduga jika dokter akan berkata demikian. Sebenarnya, ia mau pun anggota keluarga Hermanto yang lain sudah mengetahui jika penyakit jantung Hermanto sudah begitu parah dan memang harus segera dioperasi. Akan tetapi, sang Ayah keras kepala, tidak mau dioperasi. Bilang ; kalau dirinya akan baik-baik saja tanpa harus dioperasi. Alhasil, sang Ayah hanya mengonsumsi
"Sebaiknya kalian berdua pergi dari sini. Kehadiran kalian itu tak diharapkan sama sekali dan kehadiran kalian di sini itu malah akan membuat kondisi Kakek jadi tambah semakin buruk! Mengerti kalian!?" Stephanie berseru marah dengan mata melotot seraya menatap Vania dan Aditama bergantian dengan tajam.Mendengar hal tersebut, Vania memasang wajah tak berdaya. "Tapi ma, aku ingin menjenguk, kakek. Aku ingin melihat kondisi kakek, aku khawatir dengan --" "Tak usah kau pedulikan Kakekmu, Van ... kalau kamu memang benar-benar peduli pada Kakek, seharusnya kamu turuti kemauan Kakekmu!" ujar Stephanie memotong perkataan Vania dengan wajah mengeras yang membuat Vania bungkam.Stephanie lalu beralih menatap Aditama dengan sinis. "Bukannya malah tunduk dan ikut bersama suamimu ini yang bisanya hanya mengacau saja!" Kata Stephanie lagi dengan gigi gemeretak.Namun, Aditama memilih tidak membalas hardikan sang Ibu mertua. Lalu, Stephanie kembali menatap Vania dan berkata. "Mama sungguh kecewa
Mendengar hal tersebut, Vania langsung mendelik ke arah Aditama. "Apa katamu, Tam? Kamu akan menanggung semua biaya operasi Kakek!?" ulangnya dengan nada tak percaya.Dia kemudian menambahkan. "Jangan gila deh kamu, Tam. Ingat, kamu itu sudah mengundurkan diri dari pekerjaan kamu dan sekarang aku sudah dipecat dari perusahaan! Jadi, dengan apa kita akan membayarnya, hah!?" Pekik Vania seraya menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir ... berani-beraninya sang suami berkata demikian? Aditama menatap Vania dengan tenang. Tidak ada kebencian di matanya kala mendapati sang istri sedang meluapkan kekesalan terhadapnya.Ia juga tidak tersinggung sedikit pun karena ia memaklumi mengapa Vania bersikap demikian. Setelah mengatakan hal itu, Vania berpaling dari wajah Aditama, memilih memilin kening karena kepalanya mendadak terasa pusing bukan main. Sementara Bastian, Susan dan Bella terbelalak mendengar hal itu. Apa!? Aditama sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai kuli bangu
Mendengar ucapan Aditama, Vania langsung mendelik untuk yang kedua kali ke arah sang suami. "Tama ... hentikan omong kosongmu itu!" Vania berseru kesal. Aditama menatap Vania dengan serius, "Van, aku mohon, tolong, percaya padaku. Aku sungguh akan menanggung semua biaya operasi Kakek ... dan ... aku juga akan memindahkan Kakek ke rumah sakit Siola dibawah Gandara Group, supaya aku dan kamu tidak disalahkan oleh keluargamu lagi setelah ini." ucap Aditama tegas sambil memegangi kedua lengan Vania yang membuat Vania terdiam."Mungkin ini terdengar konyol di telingamu, Van. Tapi, ijinkan aku membuktikan ucapanku ini." Kata Aditama lagi penuh keyakinan. Vania balik menatap Aditama, mencerna perkataan sang suami dalam sepersekian detik.Akan tetapi, ia malah menghela napas berat sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.Pasalnya, sungguh berat untuk percaya dengan suaminya. Hal tersebut rasa-rasanya sangat mustahil!Sementara itu, Bastian dan Susan sedang tertawa keras karena mendengar uca
Bastian, Susan dan Bella langsung saling pandang satu sama lain mendengar hal itu, seakan tengah menyamakan frequensi atas perkataan Aditama barusan. Bertanya-bertanya, kenapa ... Aditama begitu percaya diri?Bastian dan Susan pun geleng-geleng kepala, menganggap Aditama memang benar-benar sudah setres. Apa dia sedang berkhayal jadi orang kaya?Hal tersebut tak elak membuat keduanya jadi semakin tambah geregetan dan jijik dengan menantu tidak berguna itu. Gayanya ... sudah seperti seorang Boss Besar saja! Sungguh memuakan! Sementara Vania yang sejak tadi terdiam, langsung menatap sang suami.Akan tetapi, Vania kembali merasakan kehangatan atas sikap yang sedang Aditama tunjukan itu.Walau sebenarnya ia juga tidak percaya dengan sang suami. Selagi Vania terdiam menatap Aditama, Bastian menggertakan gigi dan mendengus dingin. Lalu, ia melangkah maju dan berdiri tepat di hadapan Aditama seraya menatapnya tajam. "Oke. Kalau kamu bisa membuktikan khayalanmu ini ... omong kosongmu i
Vania dan Bella tampak sedang duduk di kursi lorong rumah sakit depan ruang inap sang Kakek. Tentu saja, Vania tidak berani ikut masuk ke dalam untuk menjenguk sang Kakek kalau ia tidak ingin mendapat dampratan. Bukan apa-apa, ia sudah diusir dari mulut sang Kakek secara langsung tadi. Akan tetapi, Vania masih ingin berada di situ. Ia berpikir, kalau seandainya terjadi sesuatu dengan Kakeknya, ia bisa langsung mengetahuinya saat itu juga. Meskipun ia harus menahan perkataan anggota keluarganya yang dilayangkan kepadanya yang sungguh menyakitkan. Namun, hal tersebut tak dipedulikan oleh Vania. Sedangkan Bella yang merasa kasihan dengan sang sepupu, memilih menemani sambil menunggu Aditama kembali. Selagi Vania dan Bella tengah mengobrol, tiba-tiba Aditama muncul dari balik lorong, tampak sedang berjalan ke arah mereka berdua.Melihat kedatangan Aditama, Vania langsung bangkit dari duduknya. "Habis dari mana kamu, Tam?" Tanya Vania dengan alis bertaut begitu Aditama tiba di hadap