Setelah sekretaris Aditama melenggang pergi dari ruanganya menjelaskan agenda hari ini, muncul sosok Ricard dari balik pintu masuk ke dalam ruangan tak lama setelah itu, berjalan mendekat ke arahnya setengah bergegas. Melihat kedatangan asisten pribadinya, Aditama langsung mengalihkan pandangan dari layar laptop ke arah pria itu. Tiba di depan meja kerja Aditama, Ricard membungkukan badan di hadapan orang nomor satu di perusahaan tersebut terlebih dahulu sebelum kemudian berkata. "Ada hal yang hendak saya sampaikan terkait apa yang terjadi pada istri Anda tadi pagi, Tuan Muda."Aditama terdiam sebentar. "Duduk dulu, Chard." titah Aditama seraya menunjuk kursi di depanya. Mendengar hal itu, Ricard balas mengangguk dan langsung menjatuhkan diri di kursi. "Apa yang hendak kau laporkan mengenai apa yang terjadi dengan istriku tadi pagi, Chard?" Aditama menatap Ricard dengan serius. Rahang Ricard mengeras. Dia kemudian berkata, "Tadi pagi, mobilnya Nona Vania diikuti oleh ora
"Saya bisa melaporkan hal ini ke polisi ya, Pak Panji atas tindakan Anda ini yang telah menganggu privasi kami!" ancam Arumi sambil melipat tangan di depan dada. Ekspresi wajahnya serius. Kentara jelas tidak main-main. Mendengar hal tersebut, Panji balik badan menghadap wanita itu. Lalu, pandanganya memicing. Dia kemudian berkata, "Anda sedang mengancam saya, Nyonya Arumi? Tidak kah Anda tau ... sedang berhadapan dengan siapa?" Belum sempat Arumi menjawab, terdengar suara seseorang yang telah menyambar lebih dulu. "Kami tau ... kami sedang berhadapan dengan siapa ... dengan keluarga konglomerat hebat dan ... Anda adalah orang kepercayaan dari keluarga tersebut!" seru pria itu selagi berjalan menghampiri Panji dan Arumi, kemudian berdiri di hadapan keduanya. Mendengar ucapan pria itu, Panji beralih menatapnya. "Tapi tindakan Anda ini sudah kelewat batas. Menganggu privasi kami, Pak!" kata pria itu lagi dengan tegas. Terlihat tidak gentar. Siapa kah pria itu? Pria itu a
Terduduk di kursi ruangan kerjanya, Vania menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan fakta terkuak yang baru saja ia temukan. Laporan keuangan palsu, serta dokumen lain, yang ia temukan di ruangan kerja sang Paman membawa dirinya memiliki dugaan jika sang paman telah menggelapkan dana perusahaan. Mendadak, ia merasa tidak keruan. Di sisi lain, ia menjadi marah dan kecewa dengan Pamanya. Kenapa sang paman melakukan hal demikian? Setelah berpikir agak lama, mencerna hal tersebut, Vania menarik punggung dari sandaran kursi. Aku harus memberitahu Aditama mengenai hal ini. Gumam Vania. Seketika ia meraih ponsel hendak menghubungi suaminya. "Hallo, sayang ... apakah kamu sudah pulang!?" ujar Vania dengan nada agak panik begitu panggilan tersambung. "Aku sudah akan pulang dari kantor, sayang ... hari ini agendaku cukup padat jadi selesai agak malam. Kamu sendiri bagaimana?" Dia kemudian menambahkan. "Seharusnya kamu sudah pulang sejak tadi." Belum sempat Vani
"Apa yang bisa kalian berikan padaku?" tanya seorang pria bertampang garang kepada dua orang yang duduk di sebrangnya yang dibatasi oleh meja yang tak lain dan tak bukan adalah Haryadi dan Edward. Sementara pria itu sendiri bernama Delon—merupakan tuan muda dari salah satu keluarga mafia yang cukup disegani di kota Ferandia bernama keluarga Wijaya Kusuma. Maksud dan tujuan mereka berdua bertemu denganya karena mereka berencana ingin membuat Aditama cacat seumur hidup, maka, Delon adalah orang yang paling tepat untuk melakukan hal tersebut. Bagaimana dengan Bastian dan Mario? Bukan kah keduanya sudah diajak kerja sama? Haryadi dan Edward menganggap keduanya bodoh, tidak sungguh-sungguh akan mengajak bekerja sama. Tentu saja Haryadi dan Edward hanya ingin mempermainkan mereka berdua karena pada akhirnya mereka berdua akan dihancurkan juga, sekali pun Bastian dan Mario menjalankan tugas dengan benar nantinya. Di saat ini, Haryadi berujar. "Kami akan memberikan uang, emas atau
Di tempat lain, Bastian dan Susan tampak duduk berdampingan, sedangkan Mario mondar mandir gelisah dekat kedua orang tuanya di ruang keluarga, kini mereka bertiga kompak tengah berpikir, mencari cara untuk menculik Vania. Tiba-tiba ...Perhatian semua orang yang ada di situ harus teralihkan oleh bunyi ponsel tanda ada panggilan masuk milik Bastian yang tergeletak di atas meja. Melihat nama Haryadi Bintoro yang menghubunginya, mata Bastian melebar. Begitu pula dengan Susan yang tak sengaja melihat nama seseorang yang tengah menghubungi sang suami. "Pak Haryadi tuh, Pa." ucap Susan sembari menunjuk ke arah ponsel. Bastian pun buru-buru menguasai diri, berusaha bersikap tetap tenang. Semenjak Haryadi memegang rahasia terbesarnya, ia selalu merasa was-was jika Haryadi menghubunginya saat sedang bersama anak dan istrinya. Takut jika dia akan menyinggung soal perselingkuhanya. Bisa tamat riwayatnya. Ia lalu meraih ponsel, kemudian beranjak berdiri, berkata kepada anak dan istrinya
Kakek Hermanto dan Stephanie bersimpuh di kaki Aditama dengan gerakan patah-patah. "Tu ... tuan muda Aditama ... " ucap Kakek Hermanto dengan bibir dan suara bergetar. Mendadak, tenggorokanya terasa kering. Bahkan, untuk menelan ludah pun serasa susah sekali. Seorang pria yang dulu dicap sebagai menantu dan suami tidak berguna, sampah, parasit dan segala julukan jelek lainya tersemat pada dirinya. Juga selalu direndahkan, dihina dan dicaci maki. Akan tetapi, ternyata dia adalah pewaris kerajaan bisnis salah satu keluarga konglomerat di negara ini? Lelucon macam apa ini? Hal tersebut sungguh sulit dicerna dan dipercaya. Tak disangka-sangka pula.Melihat sang kakek dan ibu bersikap demikian, Aditama berujar. "Bangun lah, Kek ... Ma ... " Aditama menatap keduanya secara bergantian. Namun Kakek Hermanto menggeleng cepat diikuti Stephanie. "Ti ... tidak, Tuan Muda." Balas Kakek Hermanto dengan suara serak dan parau. "Panggil aku dengan panggilan nama saja, Kek, Ma. Seperti b
Setelah selesai membaca dan memeriksa laporan keuangan dan dokumen lainya yang diberikan Vania, ditambah mendengar penjelasan dari Vania dan Aditama mengenai kejanggalan pada laporan keuangan tersebut, tiba-tiba muka Kakek Hermanto menjadi merah padam. Ada amarah yang terpancar jelas dari balik sorot matanya. "Bastian ... apa yang telah kau lakukan?!" Kakek Hermanto berseru dengan emosi menggebu, membuat yang lainya terlonjak kaget dan seketika agak panik. Bahkan, karena saking marahnya, urat-urat di pelipis dan leher, menyembul keluar ke permukaan kulit. Aditama dan Vania menemukan kejanggalan dan keanehan lain yang membawa keduanya berkesimpulan bahwa sang Paman juga melakukan cara lain untuk menggelapkan dana perusahaan. Keduanya menemukan beberapa dokumen pendukung palsu supaya dana perusahaan bisa dicairkan. Menemukan dokumen pendukung palsu, Vania pun langsung mengingat-ngingat kembali mengenai kegiatan, agenda dan proyek perusahaan belakangan ini ... yang sepertinya
Tiba di rumah Hermanto, Bastian, Susan dan Mario melangkah ke dalam dengan penuh percaya diri. Melihat Aditama dan Vania duduk di sofa bersama Kakek Hermanto dan Stephanie, membuat ketiganya tersenyum kecut. Tidak menyapa. Apalagi berbasa-basi. Begitu pun sebaliknya, Aditama dan Vania juga sama malasnya. Apalagi setelah mengetahui kebusukan sang Paman, jangan tanya lagi. Bastian hanya menatap ke arah Aditama dan Vania sekilas sebelum kemudian bergegas menghampiri sang Ayah dan menjatuhkan diri di sampingnya. Sedangkan Susan dan Mario duduk di sofa yang kosong. Bastian memperbaiki posisi duduk lebih dulu, menatap sang Ayah dengan lekat. "Bagaimana, Yah? Apakah Ayah sudah menginterogasi mereka berdua? Mereka berdua jujur kepada Ayah, 'kan?" Bastian langsung mencecar sang Ayah dengan pertanyaan. Suaranya lirih, karena tak mau Aditama dan Vania mengetahui niatnya yang sedang mengorek informasi tentang Aditama dan keluarganya. Akan tetapi, Kakek Hermanto tidak langsu