Vania meletakan ponselnya di atas meja, kemudian menghempaskan punggung ke sandaran sofa lagi seraya melipat tangan di depan dada—dengan wajah tertekuk—kentara sekali jika wanita itu sedang kesal. "Pesan dari grup chatting teman-teman kuliahku dulu, Tam. Mereka membicarakan acara reuni yang akan diadakan dan itu ... membuat suasana hatiku langsung menjadi buruk!" Jelas Vania dengan emosi yang meluap-luap. Kemudian, ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar—untuk mencoba meredakan emosinya. Suasana hatinya benar-benar berantakan setelah membaca isi pesan di group chat teman-teman kuliahnya dulu. "Dan yang lebih mengesalkannya lagi adalah ... mereka menyindirku, Tam ... mengejekku dan membujuku biar aku datang ke acara reuni kali ini dengan mengajak kamu!" Kata Vania lagi. Wajahnya tampak tegas sekaligus masih bercampur kesal. Di tahun pertama pernikahan mereka, Vania mengajak Aditama menghadiri acara reuni teman-teman kuliahnya dulu. Dikarenakan ia menikah d
"Bisa kah kamu datang ke rumah kontrakan mama sekarang, Tama?" ucap sang ibu dengan suara terdengar risau. "Ada hal yang ingin mama sampaikan kepadamu." Aditama mengernyitkan dahi. "Apa yang hendak mama sampaikan? Kenapa mama urung bercerita barusan?" sambar Aditama dengan nada mendesak. "Lanjutkan perkataan mama barusan saja ... jangan membuat Tama khawatir, ma." "Papa sakit keras, Tama ... dan ... mama ... memutuskan kembali ke rumah ... ke keluarga besar Gandara." Jawab sang ibu setelah terdiam sesaat. Aditama melotot mendengar hal itu dan kemudian membeku untuk beberapa saat. "S-secepat ... itu kah, ma?" balas Aditama dengan terbata. "Tama ... papamu sedang sakit keras dan kita harus cepat kembali!" Nada suara sang ibu terdengar mendesak dan dipenuhi kecemasan.Hal tersebut membuat Aditama terdiam, mendadak memikirkan perkataan sang ibu. "Kamu ke sini saja ya ... kita bicarakan secara langsung." Ucapan sang ibu membuat Aditama tersadar. Akan tetapi, matanya malah menutu
Akan tetapi, Aditama tidak menjawab perkataan sang ibu, malah menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan tatapan mata lurus ke depan seraya melipat tangan di depan dada. "Mama dulu saja yang kembali." ucap Aditama tanpa menoleh ke arah sang ibu pada akhirnya setelah terdiam sesaat. Dia kemudian menambahkan. "Aku belum siap kembali dan rasanya ... aku masih belum percaya saja mengenai kondisi ... papa itu." Mendengar jawaban Aditama, membuat Sophia menghela nafas berat dan memasang wajah tak berdaya diikuti Panji setelahnya. Aditama tidak percaya jika sang Ayah sedang sakit keras?Dan apakah itu artinya ... ia juga belum bisa memaafkan dan menerima sang Ayah kembali? Masih marah? Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, Sophia menatap putra satu-satunya itu dengan lembut. "Kalau itu keputusanmu ... mama hargai, Tam. Mama mengerti. Mama akan berikan kamu waktu untuk berpikir." ucap Sophia. "Tapi mama mohon kepadamu ... pikirkan lah hal tersebut secepatnya. Mama tidak ingin
Di kantor, Vania tak menyangka jika akan mendapat kejutan tak terduga dari teman-teman dan bawahannya. Kedatangannya disambut ucapan selamat dan buket bunga atas keberhasilan dirinya dalam membuat Hermanto Group bekerja sama dengan Gandara Group. Berita tersebut ternyata langsung menyebar cepat di telinga seluruh para karyawan perusahaan dan menjadi bahan gossip panas pagi itu. Hal tersebut membuat Vania mendadak menjadi seperti seorang selebriti saja. Mendapati hal itu, Vania merasa campur aduk menjadi satu—tak karu-karuan. Selain itu, teman-temannya juga menyambut dirinya dengan penuh haru dan suka cita karena ia telah kembali bekerja di Hermanto Group. Ternyata mereka menyayangkan dirinya yang dipecat dan mereka merasa kehilangan. "Kenapa Presdir tiba-tiba memecatmu, Van?" "Memangnya apa yang telah kamu lakukan? Apa kamu membuat kesalahan?" "Atau ... ada masalah yang terjadi?" "Dan ... kenapa kamu tidak meminta bantuan kepada kakekmu saja, Van?" "Kamu tahu,
Sang satpam menatap Aditama dan Vania dengan tajam. "Mau apa kalian berdua?!" tanyanya dengan kedua alis terangkat tinggi. Tidak ada senyuman di bibirnya dan sama sekali tidak ada kesan ramah pada sikap yang ditunjukan. Kemudian, ia berganti mengamati penampilan dua orang yang ada di depannya itu dari atas kepala hingga ujung kaki. Ia tiba-tiba mengerutkan kening dan dari tatapan matanya terpancar perasaan jijik ketika melihat penampilan Aditama yang ... mirip seperti gelandangan jalanan! Melihat hal itu, Aditama mendecakan lidahnya. "Memangnya ini tempat apa? Showroom mobil, 'kan?!" Aditama malah balik bertanya dengan nada dingin seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Balas menatap sang satpam tajam. "Jadi, sudah jelas, bukan? Jika kedatangan kami ke sini ... karena hendak membeli mobil?" Aditama mengangkat sebelah alisnya. Setelah mengatakan hal itu, Aditama menghela nafas berat, sikap satpam showroom ini menjengkelkan sekali. Pasti gara-gara penampilan dirinya
Akhirnya, setelah terjadi adu mulut, sang satpam terpaksa mengizinkan Aditama dan Vania masuk ke dalam showroom. Tentu saja dengan perasaan jengkel bukan main.Akan tetapi, ia sudah menduga jika pasangan suami istri tersebut cuma membual saja dan tidak sungguh-sungguh akan membeli mobil di showroom ini dan pasti, tidak akan lama di dalam sana karena para karyawan showroom jelas tidak akan percaya dengan mereka berdua. Sesampainya di dalam showroom, Vania langsung takjub saat melihat mobil-mobil mewah dan mahal yang terpajang diikuti Aditama setelahnya.Pria itu refleks melakukan hal yang sama supaya sang istri tidak curiga padanya, menunjukan reaksi orang pertama kali mengunjungi showroom dan melihat mobil-mobil mewah. Padahal, ia sudah sering sekali mengunjungi showroom-showroom mobil mewah sebelumnya—bahkan ada yang lebih besar dari showroom yang sedang mereka kunjungi saat ini. Selagi mereka berdua tengah melihat-lihat mobil yang begitu memanjakan mata, sang satpam bergegas mend
Aditama dan Vania begitu geram dengan pelayanan yang buruk yang mereka berdua dapatkan dari para karyawan showroom.Tidak hanya itu, bahkan, sang manager dan sales girl bernama Evita itu menghina-hina, mengejek dan merendahkan mereka berdua.Lalu, tanpa mempedulikan apa pun lagi, Aditama dan Vania balik badan, kemudian melangkahkan kakinya hendak pergi dari sana. "Tunggu!" Tiba-tiba terdengar seruan seorang wanita yang membuat Aditama dan Vania menghentikan langkah. Sementara sang manager dan Evita kompak menoleh ke arah sumber suara.Ternyata sales girl lain bernama Arin yang baru saja memanggil Aditama dan Vania. Melihat hal itu, sang manager dan Evita pun kompak mengerutkan kening. Bertanya-tanya. Kenapa Arin menahan mereka berdua?Padahal, bagus jika Aditama dan Vania pergi. Akan tetapi, Arin tidak mempedulikan tatapan mata keheranan dari sang manager dan rekan kerjanya.Perhatiannya saat ini tengah tertuju kepada pasangan suami istri tersebut. Melihat Aditama dan Vania me
Arin tengah mengajak Aditama dan Vania berkeliling ruangan untuk melihat-lihat dan memilih mobil.Selagi berkeliling, sales girl tersebut menjelaskan spesifikasi dari beberapa mobil, harga dan lain sebagainya. Selain itu, ia juga menjawab pertanyaan dari Aditama dan Vania. Tidak ada kekesalan yang ditunjukan selama ia menjelaskan, senyum juga selalu terulas ketika ia berbicara. Melihat sikap Arin tersebut, membuat Aditama dan Vania senang bukan main. Mereka berdua pun akan memberikan bonus khusus untuk Arin karena sikapnya itu nanti.Hal tersebut mereka berdua lakukan karena sekalian untuk menampar sang manager dan Evita. Setelah berpikir, mempertimbangkan—agak lama—akhirnya, Vania menjatuhkan pilihan mobil BMW berwarna putih seharga 10 miliar yang ingin ia beli. Sementara Aditama hanya menurut dengan pilihan sang istri. Sebenarnya mobil-mobil yang dijual di showroom itu tidak menarik perhatiannya. Baginya, mobil-mobil itu tampak biasa saja. Pasalnya, di kediaman keluarganya,