"Mas, kok malah bengong di sini. Ayo, kejar Mbak Hanin dan minta hak kita ke dia!" teriak Elfira membuyarkan lamunanku, apalagi dengan kasar ia menarik baju yang sedang aku pakai hingga terhuyung dan hampir saja terjerembap kalau tidak bisa menyeimbangkan diri.
"Kamu apa-apaan sih? Kenapa kasar banget? Kamu itu beda dari Hanin. Dia itu lemah lembut, baik, penurut, nggak kebanyakan nuntut kaya kamu!" protesku sambil menyingkirkan tangannya, merasa kesal luar biasa."Terus saja bandingin aku sama Mbak Hanin. Ya jelas kami berbeda!"Aku mendengkus, hendak kembali masuk ke dalam kamar namun Elfira kembali mencegah, menarik kaos yang melekat di badan hingga terdengar suara robekan."Kamu maunya apa hah?! Kenapa senang sekali membuat hidup Hanina menderita? Memangnya dia salah apa ke kamu, sampai sebenci itu terhadap dia, padahal selama ini dia itu selalu baik ke kamu dan Sabrina. Kamu sudah menghancurkan rumah tangga kami, dan sekarang masih saja banyaPerangai Elfira memang sangat berbeda dengan Hanina. Dia mudah sekali marah, tidak jarang juga berani berbuat kasar kepadaku maupun Sabrina, apalagi jika keinginannya tidak terpenuhi.Tidak seperti Hanina yang selalu menghormati aku, tidak pernah berkata dengan nada lebih tinggi, ketika marah akan memperbanyak istighfar sehingga anak-anak tidak menjadi korban juga pelampiasan.Ya Allah, ternyata memang benar kata Rendi. Nafsu telah menghancurkan segalanya. Imanku yang lemah telah membuat pernikahan pertamaku berada di ujung kehancuran, dan aku terancam kehilangan berlian karena berani menceburkan diri ke lumpur berisi kerikil nan tajam.Beranjak dari kursi, berniat langsung berangkat ke restoran tanpa terlebih dahulu menyantap sarapan yang sudah disiapkan, karena nafsu makanku hilang seketika jika hati tiba-tiba merindukan Hanina.Dosakah aku jika masih mencintai dia dan terus berharap bisa terus bersama, Tuhan? Sebab sejujurnya aku tidak sanggup
Acara walimatul aqiqah selesai tepat jam sembilan malam. Para tamu undangan satu persatu perlahan mulai pergi, tinggal kerabat terdekat saja yang masih duduk bercengkrama di teras rumah Zarina. Sambil mengumpulkan keberanian juga menebalkan wajah berjalan masuk ke rumah anak menantuku, menatap Hanina yang sedang duduk memangku cucu kami sambil mengajak bicara bayi berusia sepuluh hari itu.Bayangkan beberapa tahun silam kembali terangkai dalam otak, ketika Hanina baru saja melahirkan anak pertama kami. Senyum tidak henti-hentinya terkembang di bibir, ucap syukur terus saja diucapkan oleh istriku karena apa yang selalu ia impikan telah menjadi kenyataan, yaitu menjadi seorang ibu.Sekarang semuanya tinggal kenangan. Kebahagiaan yang selalu menyelimuti hari perlahan mulai terurai, berganti dengan air mata kecewa karena pengkhianatan yang aku lakukan."Bun?" Memanggil Hanina pelan, dan semua orang yang ada di dalam ruangan segera menoleh menatapku.
Deru mesin mobil membawa orang-orang yang aku cintai pergi kian menjauh, meninggalkan luka di dinding dada. Luka yang kubuat atas sikap bodoh yang telah aku lakukan selama ini.Zafran terlihat memegang kemudi, seolah ingin menunjukkan bahwa dia bisa menjadi pengganti diriku untuk melindungi ibu serta adiknya. Sementara Zafir, dia yang paling dekat denganku, aku pikir ia akan menoleh dan berbalik arah untuk memelukku, namun ternyata remaja berusia delapan belas tahun itu tetap masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan tatapan mengibaku.“Sabar!” Rendi berkata seraya berjalan menghampiri, mengusap bahuku sambil tersenyum prihatin.Tidak lama kemudian Revan berjalan ke arahku. Sungguh malu rasanya diri ini kala bersitatap dengan menantu, apalagi sekarang dia sudah tahu kelakuan buruk ayah mertua yang selalu dihormati juga disegani.Runtuh sudah harga diri yang kumiliki. Aku merasa tidak ubahnya seperti sampah saat ini, yang tidak ada harganya di mata s
“Terus sekarang saya harus bagaimana, Ren?”“Bertobat, itu yang wajib kamu lakukan. Perbaiki hubungan dengan anak-anak, buktikan ke mereka kalau kamu itu benar-benar bisa berubah.”“Saya sudah berusaha melakukannya, Ren. Tetapi mereka tetap tidak bisa menerima saya!”“Bukannya tidak bisa, tetapi belum mau menerima. Kamu minta sama Allah supaya mengembalikan mereka ke kamu, insya Allah kalau kamu memohonnya dengan sungguh-sungguh Allah pasti akan mengabulkan. Bukannya Allah itu Maha membolak-balikkan hati seseorang, Bi?”“Apa kamu bisa membantu saya untuk kembali mendekati Hanina? Sebab saya takut dia nekat mendaftarkan perceraian kami di pengadilan agama.”“Saya tidak bisa sering-sering berinteraksi dengan Mbak Hanin, takut jatuh cinta! Kamu tahu kan, wanita salihah seperti dia itu mudah sekali untuk dicintai?”Spontan aku menoleh menatap ke arah Rendi, dan sepertinya jawaban darinya bukan hanya sekedar candaan belaka.A
"Mas Abi yang sabar ya?" Elfira berkata seraya menghampiri lalu melingkarkan tangannya di pinggang.Aku terus meremas kertas tersebut, menangis tersedu karena merasa benar-benar telah gagal memperjuangkan pernikahanku dengan Hanina, tanpa memedulikan perasaan Elfira. Lagian dia tahu kalau aku tidak mencintainya, bersedia menikahi dia pun karena sudah terdesak sebab Pak RT terus memaksa dan mengancam akan memenjarakan aku jika terus menolak menikah dengan Elfira."Sabar, Mas. Mas Abi nggak harus menangis seperti ini, karena masih ada aku dan calon anak kita. Aku yang akan setia mendampingi Mas Abi sampai kapan pun, dan aku juga yang akan menjadi istri Mas bagaimana pun keadaan kamu nanti!" ucapnya lagi, tanpa melepas pelukannya.Sementara aku, hanya bisa menangis meratapi nasib. Membayangkan jika nanti benar-benar hidup tanpa Hanina, apalagi jika anak-anak semakin membenci diriku.Ya Allah, ya Rabbi, rasanya begitu berat cobaan yang Engkau berikan.
"Bun?" panggilku lagi. Kini aku berdiri, hendak memeluk tubuh Hanina akan tetapi dengan cepat ia menghindari, bahkan beringsut menjauh hingga makanan yang sudah ia tata rapi di dalam boks tumpah berantakan.Sehina itukah aku di matanya, sehingga hendak menyentuhnya saja Hanina selalu menolak. Padahal kami masih berstatus suami istri, dan halal bagiku untuk sekedar mendekapnya, bahkan jika ingin melakukan lebih dari itu Allah tidak akan murka sebab dia masih halal untuk aku gauli."Tolong jangan ganggu saya lagi, Mas. Saya sudah bahagia bersama anak-anak, jadi sebaiknya mulai saat ini Mas jangan lagi menemui saya!" ucapnya, benar-benar telah melukai perasaan ini."Tapi, Bun?""Pintu keluarnya masih sama, ya Mas. Saya lagi sibuk, banyak pesanan, jadi silakan Mas pulang saja ke rumah istrinya, Mas. Nanti saya yang diteror dan dibilang mengganggu suami orang!""Ayah datang ke sini karena ingin memperbaiki hubungan kita, Bun. Tolong maafkan Ay
"Nanti saya tanya sama uminya anak-anak dulu, barangkali uminya anak-anak pegang," katanya lagi."Memangnya berapa harga mobilnya, Bi? Kalau internet banking Abi lagi bermasalah pakai punya saya dulu saja!" sambung Faza, putra pertama Mas Salim yang entah mengapa wajahnya paling tidak mirip dengan yang lainnya."Seratus tujuh puluh tiga juta, Mas!" jawab pria berhidung bangir itu sambil menatap anaknya."Yasudah, pakai uang saya dulu saja kalau Pak Abi memang sedang butuh!" Dia mengambil ponsel lalu meminta nomor rekeningku.Aku menyebut sepuluh digit angka, dan terlihat dia tengah mencatatnya."Atas nama Abimanyu, ya Pak?" tanya Faza sambil menatapku."Iya!""Alhamdulillah, sudah berhasil saya transfer, ya Pak?" Dia menunjukkan bukti transferannya.Aku segera mengecek mutasi rekening, tersenyum lebar ketika melihat saldo yang tertera. Sudah hampir satu tahun lebih di dalam rekeningku tidak pernah ada saldo samp
POV Hanin.‘Alhamdulillah, terima kasih, Habibi Qolbi kejutannya. Aku seneng banget. Nggak nyangka loh siang-siang seperti ini dapat kejutan dari suami tercinta.’Ada rasa panas menjalari hati ketika membaca status Elfira di sosial media berwarna hijau miliknya, apalagi di dalam story -nya dia mencantumkan foto sebuah sepeda motor baru, yang harganya bisa belasan juta.Benar-benar keterlaluan Mas Abi. Aku sudah tiga bulan tidak menerima uang setoran dari restoran dengan alasan uangnya terpakai untuk membayar hutang, sekarang malah dia mampu membelikan barang mahal untuk istri barunya. Sebenarnya apa arti permohonannya tadi pagi, yang katanya akan berubah, bahkan berjanji akan menceraikan Elfira jika aku mencabut gugatan cerai di pengadilan agama.Sekarang keputusanku semakin bulat, padahal hati hampir saja goyah karena permintaannya untuk kembali, apalagi ketika melihat ketulusan di matanya.Ternyata Mas Abi tidak ubahnya serigala berbulu domba. Dia begitu pandai memainkan peran seol