Walau sudah hampir terjatuh Ilham tetap bersikeras untuk meraih kursi roda. Ia hanya ingin membawa Siska bertemu dengan Nabila."Ayah? Ka-kaki Ayah dimana?" Aqila tercengang, gadis kecil ini langsung mundur ke belakang Bundanya. Ternyata ia takut melihat tubuh Ayahnya yang sudah tidak utuh lagi.Ilham langsung menghentikan aksinya. Ia terdiam seraya menatap putri kecilnya dengan nanar kala selimutnya terbuka."Kok kaki Ayah jadi kepompong," lanjutnya.Fatya yang mendengar perkataan gadis kecil yang masih polos itu pun langsung menggigit bibir bawahnya untuk menawan tawanya. Perutnya terasa menggelitik. Tapi, tentu saja ia tak ada maksut untuk mengejek Ilham. Hanya saja ia merasa lucu dengan Aqila yang terlihat ketakutan."Sayang, ini bukan kepompong! Tapi, Ayah lagi sakit," sahut Siska seraya menarik tubuh putrinya itu."Ta-tapi, kaki Ayah kemana, Bunda?"
Seusai menutup pintu Siska bersama dengan Fatya mengobrol sebentar tentang keadaan Ilham yang masih sangat syok untuk menerima keadaannya. Lalu, tiba-tiba datanglah Umi yang sedang mendorong Nabila dengan kursi roda. Kedua mata Adik Siska itu sembab dengan tambahan lingkar hitam di bawah mata. Ia terlihat tak bersemangat dan sangat loyo. "Assalamualaikum." Umi tersenyum kepada semua orang. "Udah keluar atau baru mau masuk, Nduk?" Umi memegang lengan kiri Siska seraya menatapnya dengan lekat. Siska menarik napas lalu menghembuskannya dengan perlahan seraya memejamkan kedua matanya. "Baru keluar." "Yuk masuk lagi sebentar aja! Umi pengen ngobrol sama kamu dan juga Ilham," ajak Umi lalu menatap Aqila yang sedang mengucek-ngucek mata. "Umi saja yang masuk, saya kan baru keluar. Anak saya juga lagi rewel," balas Siska. Tiap kali
Cap tangan Siska membekas di pipi Nabila. Ia tak terima dengan ucapan adik madunya itu. Ia sama sekali tak berniat lari dan menelantarkan Ilham begitu saja. Dari awal semua juga tahu bahwa Siska sama sekali tak mau di poligami dan kekeh minta bercerai. Hanya saja sekarang keadaannya begini, walau ia iba dengan Ilham itu tidak akan menggoyahkan keputusannya. "Jaga bicaramu ya, Nab! Sejak kedatanganmu dalam keluarga saya pasti telingamu juga udah denger kalau saya minta cerai. Jadi, kamu nggak berhak berkata seperti itu kepada saya!" bentak Siska dengan kedua matanya yang membara. "Sakit!" pekik Nabila dan langsung berdiri seraya menatap Siska dengan nyalang. "Assalamualaikum." Seorang laki-laki paruh baya masuk dengan bantuan tongkat coklat tuanya. Membuat semua yang ada langsung menoleh ke sumber suara. "Waalaikumsalam." "A-Abah." Kedua mata Ilham
Setelah keluar dari rumah sakit Pak Kyai meminta Ilham untuk tinggal di rumah beliau dan dengan berat hati Ilham terpaksa menyetujuinya karena ia sendiri juga tak ada pilihan lain.Jika tinggal di dalam rumahnya seorang diri juga ia belum terbiasanya akan keadaannya yang sekarang ini. Sedangkan Nabila sendiri juga enggan ke rumah Ilham. Hubungan kedua suami istri ini sama sekali tidak harmonis. Nabila sama sekali tidak peduli dengan kondisi Ilham.Dan di tambah lagi dalam keadaannya yang seperti ini, jelas saja ia di pecat dari perusahaannya. Ia seolah hidup hanya dengan sebuah kehampaan. Hari demi hari terlewati, tinggal bersama dengan keluarga Pak Kyai yang masih peduli dengan dirinya namun tidak lagi dengan Nabila itu sendiri.Sikapnya begitu dingin dan acuh kepada Ilham. Walau sudah berkali-kali ditegur oleh Abah tetap saja ia tidak berubah. Sama tidak ada kebahagiaan dari kedua pasangan suami istri itu. 
Perempuan itu harus serba bisa. Perempuan itu harus bisa berdiri di kakinya sendiri. Perempuan bisa terlihat anggun dengan dengan kesederhanaannya. Perempuan bisa terlihat kuat dari semua lukanya.Hari yang telah Siska nanti-nantikan akhrinya datang juga. Hari dimana ia akan resmi berpisah dengan Ilham. Ia sama sekali tidak merasa berat. Ia sudah sangat siap untuk menerima semuanya.Satu bulan berlalu, ia sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Ilham. Hanya sesekali melakukan video call itu pun sekedar dengan Aqila saja dan kadang di temani oleh Ibu atau pun Bapak. Siska sedang sibuk mengurus toko baju dan kosmetiknya yang baru buka 2 Minggu ini.Ke sana sini ia mencoba mempromosikan barang dagangannya. Melalui whatsApp, instagram dan juga tiktok. Dengan senang hati ia menjalani hari-harinya sembari menunggu panggilan kerja dari perusahaan dimana Ika bekerja yang telah ia lamar.Untuk sa
Aqila terlihat begitu gembira, mereka saling berbincang-bincang dan ketika hujan sudah mulai reda Haris pamit pulang. Awalnya Aqila justru tidak memperbolehkannya, tapi karena Haris berkata bahwa besok janji mereka akan bertemu lagi akhrinya Aqila pun menganggukkan kepalanya.Keduanya sudah begitu dekat. Seolah gadis kecil itu kembali menemukan sumber tawanya setelah sekian lama tak merasa bahagia sejak Ilham merusak segala keadaan keluarganya sendiri.Bahkan, sekarang ini Aqila tidak pernah merindukan ayahnya itu. Saat Ilham menelepon pun terkadang Aqila enggan untuk berbicara. Ia hanya banyak diam, gadis itu pernah mengatakan bahwa ayahnya itu sudah berubah. Suka marah-marah dengan kedua bola matanya yang memerah. Aqila ternyata tidak bisa melupakan kejadian di rumah sakit saat Ilham mengamuk dan marah besar kepada Fatya.Dan mulai dari situ lah hubungan antara anak dan ayah ini jadi sedikit merenggang.
(Pov Siska)Ku tatap dengan lekat wajah mantan suamiku yang sedang duduk termenung di kursi rodanya. Tak ku sangka, ini semua akan menimpa keluargaku.Aku pikir selama ini, hidupku sudah sangat sempurna. Memiliki suami yang sangat baik, pengertian, romantis dan juga tampan rupawan. Di tambah dengan anak yang sangat lucu, menjadikan kebahagiaan yang aku rasakan semakin terasa sempurna.Namun, nyatanya tidak ada satu hal pun yang abadi di dunia ini. Kini semuanya lenyap dari hidupku. Separuh jiwaku sungguh telah menghilang bersama dengan rasa sakit yang telah Mas Ilham torehkan.Aku tak tahu, apa setelah ini aku dapat memberikan sebuah kepercayaan pada laki-laki lagi atau tidak. Rasanya, aku sudah sangat cukup jika harus bersama dengan putri dan kedua orangtuaku saja.Rasa takut dan bayang-bayang diduakan itu masih menggelayuti benakku. Seolah citra semua laki-laki sudah teramat la
Fatya menghela napasnya seraya menurunkan kedua bahunya, "oke-oke, nggak lagi gitu. Kecuali dia nggak bikin gara-gara, si." Ia pun langsung masuk ke dalam mobilnya dan di ikuti oleh yang lain."Ya semoga aja kalian nggak akan pernah ketemu lagi! Bahaya!" ungkap Siska seraya menutup pintu."Ogah juga ketemu dia! Amit-amit!" Fatya bergidik ngeri lalu menyalakan mesin mobilnya dan bergegas untuk pulang ke rumah orangtua Siska.Di sepanjang perjalanan Siska banyak tersenyum. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Fatya yang sibuk menyetir pun sama sekali tak menyadarinya.Bahkan sampai hingga sampai tujuan pun senyuman di bibir manis Siska itu tidak pudar. Masih tetap terukir rapih di wajahnya."Heh! Ngapain senyam-senyum?" Fatya menyenggol bahu Siska hingga membuat wanita itu langsung tersentak dan ia pun langsung membenahi ekspresinya."Emang kenapa? Nggak boleh, y