"Jangan diam saja! Penjelasan seperti apa yang mau kamu berikan pada bunda!?"tanya Vera sekali lagi membuat Joan terdiam, ekspektasinya benar-benar di luar keinginannya. Baru kali ini ia mendengar Vera menggunakan nada tinggi padanya.
Kiana dan Dania juga ikut terdiam, mereka memandangi Joan yang hanya bisa mematung setelah mendengar makian Vera."Bunda tidak ingat hari ini ada apa?"tanya Joan dengan seringainya, ia mencoba menghilangkan harapannya pada ucapan selamat yang seharusnya Vera berikan detik itu juga. percuma mendengar ucapan selamat jika sudah mendengar ucapan jelek seperti itu, hanya menghancurkan perasaan saja."Jangan mencoba mengalihkan topik pembicaraan!! Kamu maunya apa Joan!? Bunda hanya minta kamu diam dan tidak banyak bertingkah, kamu bukan lagi anak umur 5 tahun yang harus terus di awasi! Bunda mohon pengertian dari kamu, jangan sampai bunda menyebut kamu anak tak berguna,""Hari ini hari ulang tahun Joan!"kenapa ma? Ada yang salah?" Pekik Joan sembari memegangi kepalanya yang memang tidak sakit tapi itu membuat ia terkejut.Dania memasang ekspresi judes."Salahlah! Kamu ini main kecup-kecup saja, lamar Kiana sekarang! Mama maksa!"ucap Dania lalu tertawa terbahak-bahak, pasti ekspresi wajah Kiana berubah kusut mendengar mereka membahas itu lagi."Kiana, pinjam jonanya."Kiana memberikan Jona tanpa sadar pada Joan, tiba-tiba saja suasana hatinya berubah."Mama … Kiana kangen papa,"celetuk Kiana membuat Dania langsung melirik dengan kening berkerut, kenapa anak gadisnya jadi mewek begitu?"Tumben, kangen kenapa anak mama?"Dania menghampiri Kiana dan langsung memeluknya dengan erat, maklumlah Rifky pulang hanya sekali setahun."Kiana kangen di peluk papa …,"tangis Kiana pecah, ia menangis dalam dekapan erat Dania. Wanita itu paham betul bagaimana rasa cinta putrinya itu pada Rifky, mereka sangat dekat. Bahkan Kiana sering menceritakan keluh kesahnya pada rifky karena menganggapnya seperti
"Yah … sudah jadi mantan,"ucap Dania dengan lesu, ia sangat mendukung jika Kiana mau membangun hubungan yang lebih dekat dengan Joan. Joan menyandarkan tubuhnya ke sofa lalu menghela nafas panjang."Sedikit sekali waktunya, tapi tidak apa-apa. Setidaknya sekarang aku memiliki seorang mantan pacar,"ucap Joan tersenyum manis membuat perasaan Kiana menjadi aneh lagi dan lagi."maksudnya apa senyam-senyum begitu?"Kiana membatin sembari menatap wajah tampan Joan dengan heran."Joan belum pernah pacaran ya?"tanya Dania penasaran, bagaimana bisa lelaki dengan ketampanan level tertinggi itu masih jomblo? apa ia terlalu pemilih sehingga sampai sekarang belum berpacaran.Joan terkekeh kecil, seharusnya ia sudah memiliki puluhan mantan pacar dengan wajah tampan itu." Iya belum pernah ada yang memikat hati Joan selain anak gadis mama itu,"seringai Joan malah membuat ketampannya semakin terlihat."Tuh! Kiana, kamu dengar tadi Joan bicara apa!? Tidak ada yang memikat hati dia selain kamu,"ucap Dani
"Aku mencintaimu, tapi … untuk satu waktu aku tidak memiliki perasaan padamu, tetapi terkadang jantungku akan berdebar kencang saat dekat denganmu beberapa hari ini. Ada perasaan aneh yang tak ku ketahui apa penyebabnya, sepertinya aku jatuh cinta padamu untuk yang kesekian kalinya setelah aku hapus perasaanku saat melihatmu berpelukan dengan Alexa tiga tahun yang lalu,"ucap Kiana dengan lirih, berat sekali rasanya mengungkapkan itu semua pada Joan. Pertanyaan dari Joan tak terjawab jelas olehnya, menjawab ia mencintai Joan mungkin saja akan menjadi kesalahan besar."Sekarang bolehkah kuminta kau menuliskan kembali perasaan cintamu padaku seperti tiga tahun yang lalu?"pinta Joan dengan suara lembut, ia lalu menggenggam kedua tangan Kiana dengan erat."Entahlah, kita terlalu sering bersama. Aku tidak bisa lagi membedakan rasa cinta itu dengan rasa sayang sebagai seorang sahabat,"ucap Kiana dengan lesu, ia dilema dengan perasaan yang tidak jelas ini.
"Joan, ambil Jona dulu. Aku ingin membuat susu yang baru,"Kiana kembali memberikan Jona pada Joan, mungkin saja karena susu yang ada di dalam botol susu itu dingin Jona jadi menolaknya.Sembari menunggu Kiana, Joan terus menepuk-nepuk lembut punggung Jona sama seperti yang di lakukan Kiana. Ia lalu membuka satu jendela, mungkin suhu ruangan itu memang pengap bagi Jona.Tak sengaja mata Joan tertuju pada mulut Jona, terlihat sesuatu yang tumbuh di bagian gusi bayi itu."Jona? Itu di mulut kamu apa, nak?" Joan mengamati dengan seksama mulut Jona hingga akhirnya telunjuknya memaksa agar Jona membuka mulut, Joan ingin memegang benda apa yang ada di mulut bayi kecil itu."Gigi?! Jona tumbuh gigi, ya?" Tanya Joan dengan wajah sumringah, baginya tumbuh gigi berarti Jona sudah tumbuh menjadi anak yang hebat dan sehat.Kiana akhirnya selesai membuat sebotol susu hangat, gadis itu segera berlari kecil menuju arah Joan."Kiana! Coba perhatikan baik-baik, yang tumbuh di mulut Jona itu gigi, kan?"u
"Anak ayah yang paling cantik dan baik hati … tidur ya? Ayah mengantuk sekali,"Joan memasang wajah lesu di depan Jona, berharap bayi kecil itu memahami perasaanya."Ditimang Joan, bukan dijadikan tempat curhat,"celetuk Kiana dengan mata tertutup, ia memang tidak bisa tertidur nyenyak sedari tadi. setidaknya tubuhnya sudah bisa berbaring dengan nyaman."Joan …,"panggil Kiana dengan suara lirih."Hm?""Besok kita tidur sampai siang saja, bagaimana? Aku harus menyiapkan diri sebelum ke pesta Alen besok malam, jangan bangunkan aku ya?"Kiana membuka sedikit matanya menatap Joan dengan lesu."Kiana! Basah," teriak Joan, matanya terbelalak saat merasakan ada air yang hangat terasa di tangannya."Pipis itu …,"ucap Kiana dengan enteng mengubah posisi tidurnya membelakangi Joan."Bangun dulu gantilah!"pinta Joan dengan nada ketus."Ah! Joan, kau kan sudah tahu cara menggantinya,"Kia
"Alen?" Ucap Kiana dengan kedua alisnya berkendut."Yah, itu!""Mama darimana, sih?" Tanya Kiana sembari mengambil kantong plastik yang Dania bawa."Dari minimarket, tadi mau jalan-jalan cari matahari sehat. Eh, keterusan sampai minimarket," ucap Dania sembari membuka gendongan yang melekat pada tubuhnya, gendongan yang cukup membuat nyaman meski terus saja di pakai."Seru loh, tadi banyak yang puji Jona anak yang cantik. Mama senang dengarnya, kaya Dejavu pas kamu umur-umur segini,"Dania menceritakan semuanya dengan semangat, senyum bahagia tak henti-hentinya terukir di wajah keriputnya."Iya dong, orang jonanya imut nan cantik," jawab Kiana sembari terus mengrasak-grusuk kantongan itu, seperti seorang kucing yang sedang mencari makanan."Ini kamu beli gendongannya Dimana? Nyaman banget di pakai.""Oh, di toko pinggir jalan menuju kampus Kiana,"ucapnya masih sibuk mengeluarkan satu per
Suara serak Joan yang berat di pagi itu membuat Kiana menjadi gugup, di tambah lagi karena Joan yang mencium pipinya kemarin sore.baru saja ingin duduk Kiana sudah memasang ekspresi datar."Hey, kenapa pergi? Aku baru saja ingin ikut mengobrol dengan kalian," ucap Joan dengan kening berkerut, baru saja ia ingin ikut mengobrol namun Kiana dengan cepat bangkit dari posisinya."Ah, anu … aku … aku mau mandi! Ya aku mau ke kamar mandi," Kiana segera berjalan cepat menuju kamarnya, matanya tak berani menatap Joan."Ada apa dengan anak gadis mama itu? Sakit?"tanya Joan dengan heran, tingkah Kiana sangat aneh bagi dirinya. tidak bisanya ia bersikap seperti itu, pasti ada yang ia ingin sembunyikan dari Joan."Entahlah, palingan mau buang air besar habis sarapan tadi," tepis Dania bodo amat, toh palingan Kiana sakit perut karena habis makan. gadis itu memang tak biasa makan pagi, pasti ujung-ujungnya ke toilet.Kedua alis Joan tersentak bersama-sama."Oh ya? Sarapan apa memangnya?" Tanyanya den
"Apa aku menanyakannya lagi? Bagaimana kalau aku di usir? Setidaknya kau mencoba Joan! Coba,"Joan berbicara pada dirinya sendiri, mengambil kaos polos berwarna hijau tua yang ada di lemarinya lalu keluar untuk kembali mengetuk kamar Kiana."Kiana … bolehkah kita berbicara? Aku butuh kepastian darimu," saat mencoba membuka pintu kamar itu kembali, ternyata sudah tak terkunci. Entah gadis itu lupa menguncinya atau memang sengaja."Ah, tak di kunci ternyata. Kiana aku masuk …,"saat memasuki kamar itu, Joan tak menemui siapapun. Namun terdengar suara Kiana yang tengah bersenandung di dalam kamar mandi."Sedang mandi rupanya, aku tunggu saja,"sembari menunggu Kiana, Joan mengelilingi kamar itu melihat apa saja yang gadis itu bawa dari rumahnya. Mulai dari make up, pakaian, hingga beberapa popok Jona pun tersedia di kamar itu."gadis ini sangat siapa siaga sekali, tak heran aku menyukainya,"Joan terkekeh kecil melihat itu, barang-bar