MemelasKini, kami pun kembali pulang. Untunglah, untuk sementara polisi masih memperbolehkanku menjaga Lio, hingga penyelidikan usai. Ada rasa lega juga telah melaporkan keberadaan Lio, meski dengan konsekuensi aku tak bisa merawatnya lagi nanti.Ah, biarlah apapun yang terjadi nanti, semuanya pasti sudah takdir dari Tuhan. Pertemuan, perpisahan, jodoh, rejeki, adalah sebuah takdir yang wajib kita jalani dengan ikhlas."Ma...ini kita mau langsung pulang atau gimana?"tanya Fika sesaat setelah kami keluar dari parkiran kantor polisi tersebut."Kita antar kembali Bik Nur dan Lio ke rumah baru, karena kita masih harus membereskan beberapa masalah kecil di rumah lama. Tapi sebelumya, kita mampur dulu ke Hypermart, membeli banyak keperluan dapur untuk rumah baru," ucapku."Siap!" jawab Fika singkat."Bik, kalau nanti seandainya kami nggak pulang, apa Bibik berani tidur sendiri sama Lio di rumah baru?" tanyaku pada Bik Nur."Tentu saja berani, Nyonya. Saya akan merawat Den Lio dengnan baik.
Sedikit Pelajaran Untuk Sinta"Oke, tapi tunggu dua jam lagi ya, aku masih ada urusan ini, gimanna?" tawar Fika lagi."Iya, nggak apa-apa deh, Sayang. Tapi Papa nggak bisa menunggu terlalu lama di sini, karena warga sini juga cuma memberi waktu dua jam, dan kami harus meninggalkan tempat ini," ucap Mas Hasan lirih."Ya sebelum jam itu aku akan datang , Pa. Tunggu saja, dan si ulat bulu itu, suruh di situ saja sebentar. Assalamaualaikum.""Siap! Waalaikumsalam."Fika pun kemudian mengakhiri panggilan ini, dan sepertinya sedan memikirkan sesuatu."Lagi mikirin apaan sih, Sayang?" tanyaku."Mikirin kelakuan Papa yang nggak tahu malu ini, Ma!" jawab Fika datar."Ngpaian sih dipikirkan, toh memang begitu adanya. Ya sudah, tapi kalau bisa sih, kamu masih harus hormat sama Papa. Karena biar bagaimana pun, dia itu tetap orang tuamu.""Kayaknya aku nggak bisa deh, Ma, ngebaikin Papa lagi. Apa yang diperbuatnya sungguh amat memalukan. Entahlah, aku lebih senang jika tak bertemu lagi denganya, a
Sedikit Pelajaran Untuk Sinta 2"Fikaaa!! Tunggu papa, Fik!"Teriak Mas Hasan berkali-kali, di depan rumah sembari memegangi perutnya yang sakit."Kenapa Om Hasan nggak diajak?!" tanya Sinta tiba-tiba.Kamipun tak menghiraukan senyabuty, dan Fika pun mulai menjalankan mobilnya."Memangnya kenapa harus ngajak segala? Kamu takut?!" tanyaku dengan senyum kecut.Tiba-tiba, Sinta terlihat gelisah dan mulai menggeser-geser duduknya. Tentu saja aku yang duduk di belakang tersenyum senang melihatnya."Kamu ngapain nglendat-nglendot kayak cacing kepanasan gitu?" tanyaku pura-pura bodoh."Emmm...panas!" jawab Sinta dengan wajah bingung."Apanya yang panas? AC mobilnya kurang dingin maksudnya?!" tanya Fika sok bodoh pula."Nggak! Ini...punyaku panas!" jawabnya yang makin gelisah."Punyaku apaan?! Jawab yang benar dong!" ucapku."Ini, Tan. Punyaku ini, panas sekali! Shhh....!" ucap Sinta lagi sambil menunjuk alat vitalnya yang kepanasan.Aku dan Fika pun sontak tertawa mendengar hal itu. Berarti
Bab 25Sedikit Pelajaran Untuk Sinta 3"Kok dimatiin sih teleponnya?!" ucap Sinta kemudian."Terus...maumu apa?" jawab Fika sewot."Ya jangan dimatinnlah, aku kan mau ngomong sama Om Hasan!""Halah...kok masih mau ngomong juga. Urusin tuh badan dan kewanitaanmu yang saat ini telah kesakitan!" tukas Fika.Sinta tampak kesal sekali, dan kini dia menggaruk, dengan menangis sejadi-jadinya."Loh malah nangis nih anak! Ngapain pakai nangis segala, kayak anak kecil aja!" ledek Fika.Mendengar ucapan Fika itu, Sinta malah menagis makin menjadi-jadi, bak anak kecil yang direbut permennya."Nangisnya kok makin kenceng aja ya? Nih karena kesakitan, takut pada kami, atau karena nyesel nih?!" tanyaku dari belakang.Dia masih tak mau berucap dan terus saja melanjutkan aktivitasnya. Karena kasihan, aku mengbilkan sebuah buku yang ada dibawah kursi, entah buku milik siapa ini, toh ini kan cuman mobil rental."Nih, pakai. Jangan nangis terus! Karena kalau lihat orang nangis, bawaanya aku itu pingin mu
Dia Mengusir Kami"Ma, ini sekarang kita mau pulang kemana, Ma?" tanya Fika saat kami telah pergi dari rumah mungil Sinta."Pulang ke rumah lama saja, Fik. Toh kita 'kan sudah nitipin Lio sama Bik Nur. Mama yakin, pasti Papamu di sana saat ini," jawabku."Siap, Ma."Melupakan tentang Sinta, yang melakukan semua perbuatan haram itu demi ibunya. Akupun kemudian melihat hasil intaian kamera yang ada di rumah lama. Ternyata saat ini, Mas Hasan memang telah berada di rumah, terlihat dia berada di ruang tamu, dan dalam kondisi yangg emosi. Mungkin karena pintu kamar yang ku kunci.Sore ini, kami harus siap dengan pertengkaran lagi, tapi semua harus selesai hari ini. Karena besok, aku tak mau lagi berurusan dengan Mas Hasan, sudah muak aku."Ma...kasihan juga ya kalau melihat keadaan si Sinta," ucap Fika tiba-tiba."Ya, memang kasihan. Tapi sebenarnya yang dilakukan oleh Sinta itu juga salah, meski dengan dalih demi sang ibu dan demi kebaikan, tapi jatuhnya tetap juga salah. Dan bukan telada
Mas Hasan Mulai Kelabakan"Hufft tenang rasanya bisa pergi dari sini! Oh iya, Ma. Aku tadi juga sudah dapat rambut Papa loh, di sofa yang tadi ditiduri Papa, hehehe," ucap Fika sambil tersenyum."Wah hebat dong. Kalau begitu, besok kita langsung melakukan tes DNA pada Lio," jawabku ikut senang."Jangan dong, malam ini saja, karena besok kita akan mencari tahu tentang Adelia bukan. Malam ini saja, Ma, kan banyak tuh klinik swasta yang buka. Biar nggak terlalu lama juga nunggunya. Ok!" rayu Fika.Aku pun cuma menganggu dan tersenyum, hafal sekali dengan sikap putriku itu, dia akan selalu mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan hari ini, tak perlu menunggu besok. Aku pun kemudian segera menhubungi Bik Nur, agar mempersiapkan Lio."Assalamualaikum, Bik, Lio rewel nggak?" tanyaku pada Bik Nur pada percakapan melalui sambungan telepon."Waalaikumsalam, Nyonya. Ini Den Lio baru saja tidur, setelah mandi dan minum susu. Pintar sekali kok Nyonya, dan tidak rewel.jawab Bik Nur."Oke, kalau
Dia Ingin Mencelakai KamiSetelah pulang dari klinik untuk mengetes DNA bayi Lio, kami pun bergegas pulang, karena memang sudah capek sekali, seharian terus saja bolak-balik di jalan."Ma...Lio biar tidur sama aku saja ya?" ucap Fika sambil tersenyum."Nggak bisa, Sayang. Lio harus tidur sama mama," jawabku sambil menggendong Lio, dan akan masuk ke kamar."Yah, Mama pelit banget sih, malam ini saja kok," rengek Fika."Kamu itu capek, Fik. Waktunya istirahat, tiap malam si Lio ini nggak hanya satu kali loh buatin susunya, bisa sampai lima atau enam kali loh. Nanti kamu boboknya malah nggak bisa nyenyak. Besok pagi 'kan kita mau berkendara lagi, jadi wajib tetap istirahat yang cukup sekarang.Sudah, sekarang kamu bobok, nyobain kamar baru 'kan? Hehehe...mama juga mau istirahat ini. Sekalian, besok kita tukar dua mobil yang atas nama Papa itu, dengan mobil baru, Ok?""Oke deh, Ma. Tapi tunggu dulu, aku mau nyiumin si ganteng ini," ucap Fika sambil menciumi Lio yang ada si gendonganku ini
TAMU SELEPAS SUBUH 29Senjata Makan Tuan[Jangan menertawakanku seperti itu! Lupakan kejadian tadi pagi, kini ayo kita membuat kesepakatan baru. Kali ini aku lebih serius, karena kini aku butuh bantuanmu!]Balasan dari Mas Hasan tersebut, terlihat sungguh-sungguh.[It's Ok! Asal Anda ingat, jangan pernah bermain-main denganku, karena itu berarti Anda cari mati! Oh iya...bukankah semua harta Anda telah dibawa pergi oleh istri dan anak Anda? Lalu dengan apa Anda akan membayar pekerjaaanku nanti?] Balasku.[Hey, dari mana kamu tahu, tentang hartaku itu?!]Saat membalas pesanku itu, tentu saja dia akan kaget, hahaha...Mas Hasan tak tahu saja, jika yang berbalas pesan dengannya ini, adalah aku, Dewi Fatmawati, istri yang telah disakitinya.[Anda tak perlu tahu tentang hal itu, uang wajib Anda ketahui adalah, jangan pernah bermain-main denganku, atau akibatnya akan tak terduga-duga. Jadi, kali ini pikirkan lagi, sebelum mengajakkku bekerja sama!]Sekali lagi, aku coba mengintimidasinya, d