Mata kami membelalak begitu melihat sosok yang memanggil Renata adalah Frederico. Ia sedang bersama beberapa orang. Kukira mereka tidak tahu identitas asli isteriku yang notabenenya dipanggil Syaqiella.
Renata menggenggam jemariku. Ia pun merapat ke tubuhku. Tanganku sigap untuk meraih pinggangnya, Renata terkesiap.
Frederico terlihat kecut saat melihat Renata bermanja padaku. Sementara tiga orang dibelakangnya menatap intens ke arah isteriku.
“Frederico, tumben tidak meeting di lounge atau privete room?” Sapaku.
Aku mengulurkan tangan kananku sementara tangan kiriku tetap memegang bahu Renata. Kurang etis. Biarkan saja. Aku tidak ingin isteriku merasa tidak nyaman, apalagi atas kekurangajaran pria yang sudah hampir melecehkan isteriku.
Terpaksa, aku menepi. Kami duduk di lobi. Orang-orang di belakang Frederico pun memilih duduk di tempat sama. Kebetulan lobi caffee sangatlah luas, bisa dibilang
Gavrielle POVRupanya dia dendam kesumat padaku. Si pecundang Frederico mau membuat ulah lagi. Ia sengaja keluar memancingku. Benar kulihat wajahnya lumayan pucat. Bagiku memberinya pukulan telak tanpa harus repot-repot menonjok wajahnya jauh lebih menyenangkan.“Ada yang ketinggalan, Fred?” Tanyaku pura-pura.Frederico mematung begitu melihat wajah Arsen. Tentunya wajah putraku adalah foto copyan dari wajahku juga mamanya yang glowing dan semakin hari semakin cantik dan menarik.“Aku lupa membayar bill tadi. Gavin memberitahuku kalau ia langsung pergi begitu juga Indra dan Anton.” Frederico menelisik wajah Arsen.“Hai, Om Fred. Mau kenalan?” Kupegang tangan Arsen, menuntun tangan putraku itu untuk menerima amplop yang di berikan Frederico.“Oh…..hai.” Jawab Frederico dengan suara bergetar.Driver Frederico setia menemani. Pria berumur dan
Renata POVSebetulnya pagi ini aku ingin pergi ke caffee, ralat bukan caffee tapi kedai tehku. Aku ingat kejadian kemarin di kedaiku sangat menggelikan, tapi juga mengharukan. Setelah kami bersama kembali, sikap Mas Gavrielle yang awalnya kukira pura-pura memang berubah. Di hadapan mata dan kepalaku memang sikapnya apa adanya. Honestly, aku bahagia dan bersyukur sekali.Rasa takut memang kadang masih juga menggelayuti hatiku, mengingat banyak peristiwa buruk yang telah terjadi. Dua kali aku berpisah dari Mas Gavrielle, pria yang dulu begitu menjaga dan menyayangiku.Pria tampanku, begitu banyak wanita yang memujanya. Entahlah apa yang membuatnya memilihku selain katanya wajahku yang Chineese-blasteran Amerika juga bentuk tubuhku yang katanya proporsional. Dia bisa meninggalkanku dan mencari yang lain saat aku meninggalkannya ke Singapura sih. Well, bisa saja. Namun, ia masih mencariku. Apakah perkara anak? Maybe yes, maybe
Mas Gavrielle masih saja bersikap tenang, mungkin aku yang terlalu sensitive. Belakangan setelah aku ganti kontrasepsi badanku jadi kurang nyaman ditambah lagi Pak Abdulloh Yousuf masuk rumah sakit. Mas Gavrielle berdiri dari kursi lalu meraih tubhku, memelukku dari belakang.”“Kamu ini kenapa? Dulu kamu sudah pernah hidup sendiri bersama anak-anak kadang baby sitter juga nggak masuk atau ada acara. Dan kamu fine-fine aja, Ren.”“Kamu nggak mau ngantor atau terlalu antusias ngantor sih, Sayang?” Mas Gavrielle menghapus air mataku dengan ibu jarinya.“Sayang…… anak-anak sama mama dan papa. Tadi pagi Simbok udah lapor kenapa kamu panik!”Aku jadi malu sendiri, benar kata suamiku. Ada apa denganku? Apakah aku terlalu sibuk di rumah? Aku terlalu stress atau aku kurang kesibukan yang produktif.“Sini dong Yang.” Mas Gavrielle menyuapkan Ayam ke mulutku. Ia membersihkan
Renata POVSuamiku berdiri menyambutku, ia meraih tanganku lalu menungguku duduk. Ia duduk disampingku. Aura ruangan mendadak begitu mencekam, aku biasa menghadapi situasi sulit, namun keadaan yang terjadi pagi ini begitu berbeda. Bahkan saat aku mengalami kecelakaan di Singapura aku tak setakut ini.“Mr. Kenzo Matsuyama perkenalkan ini istri saya, Renata Baskoro.”Belum-belum pria berumur ini sudah menyunggingkan senyum meremehkan. Ia tersenyum kecut setelah Mas Gavrielle memperkenalkanku. Belum pernah kutemui pria yang seusia dengan kakekku tapi sikapnya begitu arogan plus semaunya sendiri.“Senang berkenalan dengan Anda Mr. Matsuyama.”“Ternyata benar ya kata orang, Anda benar-benar cantik Nyonya Gavrielle Baskoro.” Ucapan Mr. Matsuyama membuat perutku mual.Si tua itu sungguh tak tau etika atau memang begitu caranya berinteraksi dengan kolega bisnisnya. Beruntunglah Mas Gavrie
Renata POVJantungku sudah dag dig dug…..Suamiku melepas mukenaku kemudian ia melipat dengan rapi dan meletakkan diatas nakas tepatnya.“Kita lanjutin ya, Sayang………”Kudengar ia berdoa lirih sembari mencium dan meniup ubun-ubunku. Mungkin banyak pasangan yang sudah nggak sabar keburu tancap gas. Memang Mas Gavrielle juga begitu tapi dulu. Aku bersyukur setidaknya ia lebih tau adab belakangan ini.“Mas……… ““I Love You, Ren. Sejak dulu sampai nanti kita menua, jangan kamu ragukan aku dan kesetiaaanku. Aku bukan pria bejat yang akan melukaimu lagi. Believe me, Sayang.” Ia mengecup keningku dengan lembut.Samar-samar ingatanku kembali pada peristiwa sewaktu Mas Gavrielle dulu menolongku sekaligus melakukan hal tak senonoh padaku. Perlahan ingatan itu menghilang di kepala tergantikan dengan wajahnya saat menghujaniku
Renata POVKuikat rambut tinggi dan kupoleskan lipstick tipis. Tak lupa maskara juga eyeliner.“Kenapa kita nggak pakai pakaian yang couple saja, Ren.” Mas Gavrielle menuangkan Jus Jeruk ke gelasku berikutnya menyodoriku sepiring Capcay.Ia sampai menjil** sendok bekas ia makan.”Emang enak banget apa Mas. Ngapain sampai begitu?” Ia justru tersenyum mengejek.“Kalau kurang makan saja punyaku. Mas lapar banget apa? Aku tadi sudah masak Rendang juga kok!” Lagi-lagi ia menggeleng pelan.“Kamu akan tahu nanti, sebaiknya kamu kenyangkan perutmu Sayang. Kalau nggak kenyang aku akan memaksamu supaya makan banyak.”Apa lagi trik suamiku ini. Mas Gavrielle belakangan jadi aneh juga lebih agresif. Apa aku yang terlalu bodoh tidak bisa membaca gelagat dan perangai suamiku.Kuturuti keinginan suamiku mengenyangkan perutku. Kami bergegas keluar basement. Ada
Jantungku hampir copot waktu beberapa bodyguard Papa Syaron merangsek masuk ke dalam ruangan.“Kamu pecundang Gavrielle Baskoro!”Mr. Matsuyama mengambil samurai yang ada di tembok.Tiba-tiba saja suamiku sudah menodongkan glock ke kepala Mr. Matsuyama.“Tuan rumah sudah seharusnya menjamu dengan baik tamunya, Tuan. Bukankah begitu?”Suamiku memperlihatkan jari telunjuknya yang tiba-tiba saja melepuh.“Ini yang Tuan maksud menjamu tamu dengan baik? How can! Anda terlalu menyepelekan wajah lugu kami, Tuan.”Mr. Matsuyama hendak menghunus samurai itu, namun bodyguard kepercayaannya menepis tangannya.“Tuan!”“Kita pergi Ren. Saya memang tak setangguh bodyguard Anda Tuan. Tapi bukan berarti saya tak bisa membaca niat buruk Anda. Saya tidak kebal racun, buktinya jari telunjuk saya melepuh, dalam waktu 2x 24 jam ka
Ponselku berdering saat lewat tengah malam. Nomor asing terpampang. Kugeser layarnya dan kutinggalkan ruang rawat suamiku. Dua perawat sedang minum teh di ruang tamu. Aku kurang nyaman sebtulnya kalau ada dua perawat pria yang menetap dirumah ini. Entahlah, namun tidak mungkin juga kalau perawat yang membantuku adalah wanita. Aku lebih tidak rela.“Selamat malam. Dengan siapa?”[Kamu masih mengenali suaraku bukan Renata?]“Nggak mungkin saya lupa, Mr. Matsuyama. Nggak perlu basa basi Tuan, apa yang Tuan inginkan dari perusahaan kami. Saya nggak menyangka Tuan begitu culas. Cih.”[Kamu ini masih saja sombong. Kamu lebih memilih suamimu sekarat selamanya, begitu?]“Ternyata memang benar, ada Udang di balik tembok, bukan di balik batu.”Buahagahaha.[Aku akan memberikan penawar racun itu asalkan kamu bersedia menjadi brand ambassador dari produk teh perusahaanku.]“Sudah saya duga, ternyata Tuan memang picik sekali.”[Kamu nggak punya sopan santun ternyata!]“Sudahlah Tuan Matsuyama, jan