Share

Enam

"Tau apanya kamu sama malu Imron, jawab dulu aku" saat mamak menjawab seperti itu, pak RT langsung pergi begitu saja tanpa pamit.

Bagiku mamak memang keterlaluan, tapi aku selalu memperhatikan setiap mamak bertemu pak Imron, mamak tetap memandang sinis dan tak pernah bersikap baik.

"Mak minum dulu es teh ini" Rahmi memberikan segelas teh untuk mamak.

"Memang benar-benar anak berbakti kamu Rahmi, mamak lagi emosi begini di turunkan nya emosi mamak dengan es teh" jawab mamak sambil menyeruput es tehnya.

"Laila pijit dulu pundak mamak ini, tegang sekali rasanya, di buat emosi sama janda gila itu" mamak sambil memegang pundaknya.

Aku yang mendapatkan perintah dari mamak langsung ku jalankan.

"Mak, apa masalahnya sama ayuk Nunung?" Rahmi yang sedang memijit kaki mamak mencoba mencari tahu kejadian yang sebenarnya.

"Kamu panggilnya sekali lagi ayuk, lidahmu yang mamak cincang" mamak menjewer kuping Rahmi.

"Aww sakit mak, lalu ku panggilnya apa?" Rahmi meringis memegang telinganya.

"Panggil sudah janda gatal, janda sial, janda gila" jawab mamak kesal.

"Harus lengkap seperti itu mak manggilnya?" Kali ini aku yang mencoba bertanya.

"Iyalah, kalian kalau tak mau nurut, mamak kutuk jadi batu macam si Malin itu, jangan kalian berani-berani bantah, kalau gak turun nanti sumpahku" mamak menjawab masih dengan emosi.

"Ah sudahlah tak enakpun pijitan kalian berdua ini, bagus lagi aku masuk ke dalam nonton youtube" tambah mamak berlalu meninggalkan aku dan Rahmi di luar.

Saat mamak masuk ke dalam Rahmi mendekat padaku.

"Gilanya mamak itu, belum di ceritakan nya masalah sama kita, sudah lagi masuk ke dalam" bisik Rahmi.

"Hal itu yang kamu pikirkan?" Aku bertanya balik.

"Hmm tidak juga, aku lebih kepikiran waktu yuk Nunung bilang bapak kasihkan nya uang" jawab Rahmi.

"Nanti kita tanyakan bapak pelan-pelan waktu kita jalan-jalan beli jilbab"

"Iyalah kak, ayo sudah kita selesaikan masak itu, nanti bapak pulang lapar lagi perutnya telat makan siang" ajak Rahmi.

Rampung sudah pekerjaan ku dalam rumah, turun bapak dari masjid, tinggal ku siapkan makan siangnya saja.

"Assalamualaikum" ucap bapak

"Walaikumsalam" mamak yang tadinya di dalam kamar, cepat-cepat keluar menghampiri bapak.

"Mamak itu selain memiliki rudal, ku rasa adanya juga mengandung kecepatan roket kakinya itu" bisik Rahmi padaku.

"Apalagi itu Rahmi Ya Allah" aku mengelus dadaku mendengar penuturan Rahmi tentang mamak.

"Maksudku kak, mamak itu kalau masalah uang apalagi dari bapak, cepatnya melangkah kaki itu seperti roket, dengar anaknya masak di dapur tak jalan kakinya secepat itu" jelas Rahmi, aku yang mendengar penjelasan Rahmi ingin tertawa tapi ku tahan.

"Sudah selesai pak kerjanya?" Tanya mamak mendekat pada bapak.

"Laila siapkan makan siang" perintah mamak padaku.

"Alhamdulillah sudah, tadi sekalian Dzuhur di musholla, mau ke Masjid agak jauh" jawab bapak melepas kopiah dan baju koko yang di bawanya sebelum berangkat ke Musholla tadi pagi.

"Sini pak duduk dekat mamak" mamak menepuk kursi di sebelahnya yang sudah di tarik, khusus bapak. Mamak memang manis memperlakukan bapak di saat ada maunya.

"Rahmi buatkan es teh dulu untuk bapakmu, panasnya itu ku rasa habis kerja berat di Musholla tadi" perintah mamak lagi.

"Tak usah Rahmi, bapak tadi sudah di buatkan es teh sama bininya si Imron" jawab bapak sambil menunggu nasi di piringnya hangat.

Aku hanya memperhatikan bapak dan mamak mengobrol.

"Bapak minum es teh itu? Tanya mamak dengan mata mendelik.

"Di suguhkan, sudah pasti di minum, tak baik menolak rejeki" ucap bapak sambil mengambil satu lauk.

"Kenapa di minum, kenapa tidak telpon Rahmi saja suruh antarkan es teh kalau memang haus, ku rasa senanglah bapak itu dapat es teh suguhan perempuan lain" jawab mamak menuduh bapak.

"Astaghfirullah haladzim mak, bapak lagi menghadap makanan ini, tahan dulu kalau mau bicara seperti itu" bapak menghentikan aktivitas makannya.

"Laila, kenapa lauk ini cuma sedikit?" Mamak yang sadar dengan lauk di atas meja, mulai bertanya padaku.

"Mak, sedikit bagaimana ini kan lauknya lengkap di atas meja" jawabku pelan.

"Bapakmu tadi ku suruh beli ikan dua kilo, cumi dua kilo, sayur asam lengkap 2 bungkus, tahu 20 biji, tempe 2 papan, kenapa di sini hanya ada sedikit?" Tanya mamak lagi.

"Mak Laila hanya memasak setengahnya saja, sayang kalau tidak habis dan harus di buang" aku mencoba memberikan mamak pengertian.

"Ah tak nafsu lagi makan aku, kalau seperti ini caranya" mamak menyingkirkan piringnya yang masih kosong.

"Jadi bagaimana mak?" Tanyaku lagi.

"Harusnya kamu nurut perintah mamak, jalankan apa yang mamak perintahkan, kamu ini tak ada nurut-nurutnya jadi anak, heran aku" mamak melemparku memakai lap yang ada di meja.

"Rahmi, lapar perutku ini, belikan dulu aku mie ayam di depan itu" mamak memerintah Rahmi yang sedang makan, segera Rahmi berdiri meninggalkan makanannya, lalu mengambil mangkuk untuk membeli mie ayam.

"Maafkan Laila Mak" aku meminta maaf pada mamak, sedangkan bapak yang memperhatikan hal ini hanya bisa diam dan tak sanggup menelan makanannya.

"Ah malas ku kasih tanganku untuk di salami, kamu ini benar-benar pembangkang jadi anak, berguna juga tidak" emosi mamak semakin menaik.

"Mak, kita di sedang berhadapan dengan makanan ini, tak baik seperti itu, dosa" bapak mulai membuka suara. Mendengar ucapan bapak, mamak langsung terdiam tidak lagi di lanjutkan nya.

Rahmi dari luar datang membawa semangkuk mie ayam untuk mamak, mamak menyantap mie ayam itu dengan lahap, di ambilnya cumi goreng, ikan sambal, sebagai lauk tambahannya, sedangkan tempe, tahu dan sayur asam tak di sentuhannya sama sekali.

Next?

Ket:

Ayuk (Kakak/Mbak)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status