Share

Sembilan

"Sebenarnya masalah pamernya tidak ku ambil pusing, tapi kalau sudah pamer, di traktirnya semua ibu-ibu yang duduk di warung si Yati nanti, belum lagi kalau datang si Hasan. Di bayarinya si Tutik biang gosip itu, yang ku tau Cek Ali belum ada gawe lagi, sudah taunya aku pasti duitnya itu kalau tidak darimu pasti dari Rahmi, kasihanlah aku sama kamu dua orang capek cari uang tapi mamakmu foya-foya" Sambung Yuk Nunung lagi.

"Ayuk tak sedang memfitnah mamak kan?"

"Ya Allah Ya Karim, Laila apa untung ayuk fitnah Cek Kasih, tak dapat uang pun aku dari fitnah itu"

"Tapi kemarin ayuk tega bawa nama bapak seperti itu"

"Iyolah kalau yang itu ayuk salah, maafkan ayuk, niatnya nanti malam ayuk mau main ke rumah kamu, mau minta maaf sama Cek Ali, tapi suruh Rahmi ajak Cek Kasih keluar, kalau ada Cek Kasih, mana bisa aku minta maaf, pastilah jadi ribut lagi"

"Tak usahlah yuk, biar nanti Laila yang sampaikan salam maaf ayuk ke bapak" jawabku tak ingin menuruti pemerintaan yuk Nunung.

"Ohh ya sudah kalau macam itu, tapi sampaikan salam maaf ayuk, jangan tidak di sampaikan" 

"Iya yuk pastilah itu" aku sambil menghitung uang hasil jualan hari ini.

"Mana Rahmi?" tanyanya lagi.

"Gawelah yuk, kemarin liburnya dua hari" 

"Mau tau sesuatu tak?" yuk Nunung mencolek lenganku.

"Apa yuk?"

"Kak Imron" jawabnya singkat.

"Ngapa pak Imron?" Aku menyipitkan mataku.

"Sebenernya dia itu masih keluarga mamakmu" jelas yuk Nunung.

"Aih seneng ngada-ngada omongan ayuk ini eh" aku menarik nafas panjang.

"Tanyalah Cek Ali kalau tak percaya" 

"Ayuk tau apa tentang keluargaku?"

"Tak tau banyak, tapi kak Imron memang masih keluarga mamakmu, Imron itu ponakan mamakmu, jadi mamaknya Imron sama Cek Kasih itu saudara kandung, hanya berdualah mereka bersaudara" jelas yuk Nunung. 

Aku yang mendengar hal itu terkejut, tidak ku pungkiri memang wajah mamak mirip dengan pak Imron bila ku perhatikan sekilas.

"Ayuk tau dari mana?" Aku mencoba memastikan, jangan sampai aku di bohongi.

"Bini Imron yang banyak curhat sama ayuk, hubungan mamakmu sama Imron itu rusak gara-garanya warisan. Cek Kasih sama Cek Minah itu cuma dua bersaudara. Cak Minah duluan menikah padahal Cek Minah itu adik mamakmu, tapi Cek Minah setelah melahirkan di ceraikannnya sama suami entah apa masalahnya ayuk tak faham"

"Waktu Nyai sama Yaimu meninggal ada surat wasiat kalau harta warisan itu di bagi rata, tapi Cek Minah curang, di bawanya kabur semua emas Nyai mu sama surat tanah dan rumah Yaimu, semua di kuasainya. Mamakmu hidup susah tak ada tempat tinggal di usirnya sama orang dari rumah sendiri karena Cek Minah jual rumah peninggalan Nyai sama Yaimu"

"Dari sana mamakmu hidup atas belas kasih orang hampirl lah dulu Cek Kasih di titipkan di panti sosial karena tak ada yang mau memberikannya tumpangan, di tambah tak ada tempat tinggal sampe akhirnya jadi pembantu di rumah pak kasim dulu, ketemu Cek Ali di ajak nikah, lahirlah kamu Laila"

"Tapi setalah lulus SD kamu di pondokkan, pas kamu di pondok datanglah Imron nemui mamakmu, minta maaf ke Cek Kasih atas kesalahan Cek Minah, tapi tak di maafkannya sama mamakmu sampai Cek Minah meninggal. Setelah Cek. Minah meninggal Imron memilih tinggal di kampung kita dengan tujuan ingin dekat dengan Waksaknya"

"Dan mendapatkan maaf atas kesalahan Cek Minah, tapi sepertinya Cek Kasih benar-benar sakit hati karena kesalahannya Cek Minah, jadi sampai hari ini tak dapat maaflah si Imron. Bahkan Imron juga ikut di bencinya, karena Cek kasih merasa, hidup enak kak Imron itu karena harta warisannya"

"Sempat kak Imron mau memberikan hak mamakmu, tapi di tolaknya mentah-mentah kata Cek Kasih sudah telat semuanya, aku punya suami, punya anak yang nantinya bisa buatku bahagia"

Penjelasan yuk Nunung membuatku benar-benar terkejut, dan juga tidak terlalu percaya, karena selama ini aku tidak pernah mendengar cerita seperti itu dari bapak atau mamak.

"Tapi kenapa pak Imron manggil mamak Cek, bukan Wak Besak?" Tanyaku lagi.

"Dulu waktu awal ketemu, kak Imron manggil Cek Kasih itu Wak Besak, tapi di ludahinya sama mamakmu, kata Cek Kasih jangan sebut aku Wak Besak kau ya. Aku ini bukan Wak Besak kau, tak adanya hubungan keluarga kita"

"Nah mulai dari itulah kak Imron manggil mamak kamu itu Cek, sebagai rasa hormat"

Mendengar penjelasan yuk Nunung ini, aku merasa sedikit masuk akal karena pak Imron memang memanggil bapak dengan sebutan Waksak, aneh juga bila memanggil mamak dengan sebutan Cek.

"Tapi kenapa bu Asma tau masa lalu mamak, sedangkan waktu mamak hidup susah pak Imron dan bu Asma tak adalah di kampung kita" tanyaku memastikan.

"Cek Minah dapat informasi kalau mamakmu tetap tinggal di kampung kita jadi Cek Minah yang menyuruh kak Imron datang ke kampung kita. Waktu dia datang sampainya tepat di depan rumah pak Kasim niatnya hanya bertanya di mana rumah Cek Kasih, karena pak Kasim juga sudah menganggap Cek Kasih itu anak, di tanyanya Imron itu siapa apa tujuannya nyari Cek Kasih, di jelaskan sama Imron terus di ceritakan semuanya tentang Cek Minah" 

"Benar apa yuk?" Tanyaku lagi.

"Tanyalah pak Kasim kalau tidak percaya" jawab yuk Nunung.

"Almarhum aku di suruh tanya, mau kemananya aku, kuburan kah, terus sampai sana sama siapanya aku bicara, batu nisannya kah, terus siapa yang jawab pertanyaanku nanti?" Tanyaku dengan nada kesal.

Ket:

Bini (Istri)

Wak Besak/Waksak (Panggilan untuk kakak dari ibu/Ayah berlaku untuk perempuan dan laki-laki)

Gawe (Kerja)

Ayuk (Mbak)

Nyai/Yai (Nenek/Kakek)

Cek (Panggilan hormat untuk orang yang usianya lebih tua)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status