Share

Tak Cukup Satu Lauk
Tak Cukup Satu Lauk
Penulis: A.dini

Satu

Laila .... Laila

mana ayam nya satu lagi ini ?

Aku segera berlari menuju dapur mendengar namaku di panggil, mamak menanyakan di mana ayam sambal yang dia beli semalam saat pulang berkunjung dari rumah temannya.

"Mak, itu kan sudah banyak lauk di atas meja makan, ada pepes ikan, sambal tempe, itu juga sudah aku keluarkan ayam goreng yang mamak beli semalam" jelasku pada mamak, yang seharusnya tanpa aku jelaskan mamak sudah bisa melihat sendiri di atas meja makan ada hidangan apa saja.

"Ayam sambalnya mana, kan semalam mamak beli ayam sambal juga, bukan hanya ayam goreng"

"Ampun aku, mamak ini gak pernah cukup sama satu lauk" batinku

"Mana?" Suara mamak mulai meninggi.

"Mak, ayam sambalnya ku simpan di dalam kulkas, itu kan sudah banyak sekali lauk di atas meja makan, maksudku ayam sambal nya buat lauk besok saja tinggal di panasi" jelasku masih penuh dengan kesabaran.

"Bapakmu mau ayam sambal itu, panaskan taruh di atas meja ini" perintah mamak padaku.

"Sudah, ini saja cukup bapak mau makan pepes ikan" sambung bapak menetralkan keadaan.

"Mana enak, aku beli lauk buat di makan bukan buat di simpan pak" 

Bila mamak sudah menyela omongan bapak, tidak ada yang bisa berkutik, semua harus menuruti perintah mamak. Ku panasi ayam sambal yang mamak minta, setelah itu ku letakkan di atas meja makan, ku lihat mamak begitu lahap menyantap setiap lauk yang tersaji di atas meja makan, tepat sekali yang di santap hanya ayam sambal dan ayam gorengnya, pepes ikan beserta sambal tempe yang ku masak tidak di sentuh mamak sama sekali.

Padahal mamaklah yang menyuruhku memasak itu. Mamak benar-benar lidah warung sifatnya tidak pernah berubah dari dulu sampai hari ini, menyuruhku masak tapi tetap membeli lauk dari luar.

Awalnya aku lapar, melihat tingkah mamak, nafsu makanku hilang, aku membiarkan mamak dan bapak sarapan berdua, sedangkan aku memilih kembali masuk ke dalam kamar.

"Kenapa kak?" Tanya adikku yang sedang sibuk memainkan ponselnya tanpa menoleh ke arah ku.

"Biasalah" ucapku sambil menghela nafas panjang.

"Sudah macam rudal mulut mamak itu kalau bicara" sambung adikku"

"Ish mulutmu ini, biar bagaimanapun mamak kita itu" 

"Aku tau dia mamak kita, tapi kalau bicara suaranya tak bisa pelan, menggelegar, terus setiap kemauannya harus ada, sampai kapan kita terus menerus seperti ini?" 

Nampaknya adikku yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya, sekarang sedang berbicara serius dan mengubah posisi nya menjadi duduk.

"Ya mana kakak tau, doakan saja semoga mamak berubah, lagian bapak juga sedang tidak bekerja kalau kita kekurangan uang mana mungkin mamak bisa jajan di luar terus" sambungku dengan nada yang sangat pelan.

"Ahhh gak percaya aku" adikku mengibaskan tangannya.

"Rahmiiiiiiiiiiii .... Rahmiiiiiiiiii" 

Mamak teriak memanggil adikku.

"Benar benar rudal, baru saja aku bicarakan sudah di panggilnya aku" ucap adikku sebelum keluar menghampiri mamak di dalam kamarnya.

Aku yang siap mendaratkan kepalaku di atas bantal, terkejut saat adikku membuka pintu kamar dengan kasar.

"Rahmi rasa gak ada otak mamak itu" 

"Kenapa lagi, kamu juga gak bisa apa buka pintu pelan-pelan, rusak pintu rumah orang, ganti kita" jawabku jengkel.

"Baru kemarin ku kasih uang gajiku buat penuhi kebutuhan lauk pauk, sudah di mintanya lagi uang simpanan ku"

"Serius dulu bicara itu" jawabku mengubah posisi menjadi duduk.

"Kakak tengok ini, wajah Rahmi sedang ada ekspresi bercanda kah?" Jawab adikku sambil menunjuk wajahnya sendiri.

"Berapa kamu kasih mamak kemarin?" Tanyaku serius, karena selama ini aku tak pernah mencampuri urusan adikku dalam memberikan uang untuk mamak.

"Ku kasihnya 1.500.000 aku cuma ambil 500.000 aja sisa dari gajiku, ku pikir karena bapak sedang tidak bekerja, aku mengalah demi rumah, tapi rupanya mamak bertindak sesukanya" keluar juga air mata adikku saat menjelaskan berapa nominal uang yang di berikannya, mungkin dia sedang menahan kesal karena ulah mamak, itu sebabnya air matanya tak dapat di tahan.

"Hapus dulu air mata itu, biar kakak kasih uang mamak nanti, simpan saja sisa gajimu untuk kebutuhan, nanti kakak tambahkan untuk uang bensinmu juga selama sebulan.

Mendengarkan penuturanku, Rahmi yang tadinya menangis beralih mengusap kasar air matanya. Dapat ku lihat dia nyengir karena mendengar aku akan menanggung uang bensinnya selama sebulan penuh.

Selama bapak tidak bekerja, tanggung jawab mengisi kebutuhan rumah berlarih kepadaku dan Rahmi, adikku sendiri bekerja di percetakan sablon dan stiker.

Sedangkan aku tidak bekerja dengan orang, melainkan setiap pagi sehabis subuh aku sudah keluar untuk jualan, paling lama menghabiskan daganganku jatuh pada pukul 09.00 pagi, aku hanya menjual dua jenis jajan basah yang gurih dan yang manis. Risoles dan sarang semut, aku berjualan sejak lulus SMA terhitung 7 tahun.

Jadi aku sudah memiliki pelanggan tetap. Tidak jarang aku mendapatkan pesanan risoles untuk acara arisan dari ibu-ibu perumahan dan acara besar lainnya dari para pegawai kantor. Di tambah aku memiliki dua orang yang mengambil risoles dariku untuk di jualnya lagi. Hasil dari jualanku selama ini bisa di katakan lebih dari cukup.

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status