Share

Tiga

"Mi" aku mengguncang tubuh Rahmi matanya terpejam.

"Apa kak?" Jawabnya sambil mengucek matanya.

"Kakak tadi coba bicara sama mamak, niat kakak mau memberikan mamak jatah perminggu, mamak juga sudah menyetujui, tapi ada sedikit masalah"

"Masalah apa kak?"

"Mamak tetap meminta uang darimu, kata mamak harusnya semua gajimu serahkan ke mamak"

"Gila mamak itu, apa kurang cukup setengah dari gaji yang ku berikan, bahkan lebih dari setengahnya" emosi Rahmi menaik.

"Sabar dulu, coba bicarakan baik-baik sama mamak mungkin mamak akan mengerti"

"Sudahlah kak, aku malas debat dengan mamak, kakak tau sendiri macam apa mamak kita, sekali di mintanya A gak akan berubah jadi B, kecuali B itu lebih menarik dari A"

"Terus mau apa?"

"Diamkan saja, kalau perlu tidak ku kasih sama sekali gajiku"

"Yasudah kalau itu jadi pilihanmu, kamu ada uang 500.000?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Ada, buat apa?"

"Pinjam dulu, besok kakak ambilkan uang di koperasi sekalian sama uang bensinmu"

"Menyangkut mamak pasti ini" Rahmi mencoba menebak.

"Siapa lagi?" Tanyaku balik.

"Rudal darat" jawabnya menyeringai

"Apalagi itu?" Tanyaku heran

"Mulut mamak macam rudal, sikap mamak macam lintah darat"

"Ishhh gak bisa di jaganya mulut anak ini rupanya" aku mencubit lengan Rahmi.

"Memang itu nyatanya kok" Rahmi meringis kesakitan.

"Sudah mana dulu uang itu, besok kakak ganti setelah pulang jualan"

Rahmi menyerahkan uang yang ku minta. Malam ini aku tak bisa tidur, ku balikkan badanku ke kanan dan ke kiri bertujuan mendapatkan posisi yang enak tapi tak bisa juga aku memejamkan mata.

Padahal aku ngantuk, semua karena mamak, mamak yang tidak aku ketahui bagaimana jalan pikirannya sebagai orangtua. Dari pada aku pusing memikirkan hal yang tidak ku dapatkan hasilnya, aku memutuskan untuk membuat kulit risoles sebagai stok yang memang sudah menipis, entah bagaimana besok raut wajahku saat jualan karena malam ini aku tidak bisa tidur.

"Kak?" Bapak menepuk pundakku

"Bapak tak tidur?" Tanyaku sedikit terkejut melihat bapak tiba-tiba menghampiri ku.

"Bapak habis sholat hajat, kenapa kakak malah membuat kulit risoles, bukannya jam segini harusnya sudah tidur karena besok jualan?" bapak ikut membantu ku.

"Laila gak bisa tidur pak, dari pada waktunya habis di pakai untuk main ponsel, lebih baik Laila pakai untuk membuat kulit risoles, lebih bermanfaat juga kebetulan stoknya menipis" jawabku jujur.

"Sedang memikirkan apa, sampai tidak bisa tidur?" Bapak mencoba mengetahui isi pikiran ku saat ini.

"Tidak ada yang di pikirkan pak, mungkin memang sedang tidak bisa tidur saja" aku membohongi bapak, bukan aku tidak mau curhat dengan bapak, tapi aku tidak mau melukai hati bapak atau menyinggung bapak karena ulah mamak, bagaimana pun mamak semakin menjadi-jadi saat bapak tidak bekerja.

"Maafkan bapak ya semua karena bapak tidak bekerja, saat ini bapak hanya bisa merayu Yang Maha Kuasa, agar bapak segera di berikan pekerjaan, dan tidak membebankan kalian seperti ini" jawab bapak seolah-olah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Pak, Laila dan Rahmi tidak pernah merasa di bebankan, kami berdua anak gadis bapak ikhlas membantu di dalam rumah, yang kami lakukan tidak seberapa dengan apa yang sudah bapak usahakan. Membahagiakan Laila dan Rahmi sejak dalam kandungan, sampai hari ini, bapak tetap menjadi pahlawan yang melindungi kami, memberikan tempat kami berlindung dari panasnya matahari, dinginnya malam" jawabku memegang tangan bapak.

"Nak, tetap beri pengertian pada adikmu Rahmi, jangan biarkan dia kalah dengan emosinya, Rahmi anak yang baik, dia anak yang pengertian, walaupun dia terlihat cuek tapi dia memiliki kasih sayang yang besar untuk orangtuanya, sama seperti mu" bapak mengelus kepalaku, aku melihat mata bapak berkaca-kaca segera ku peluk bapak, andai saja mamak bisa lebih bijak seperti bapak, mungkin Rahmi pun tidak akan seperti ini.

Waktu menunjukkan pukul 04.00, segera ku siapkan risoles yang ku bawa ke tempat jualan. Aku menggoreng nya di tempat jualan, sengaja ku lakukan trik itu agar risoles ku tetap dalam keadaan hangat, itulah trik untuk menarik pelanggan ku.

Bapak yang membantuku menyiapkan jualan di luar, mulai dari mengurus kompor dan alat untuk menggoreng. Setelah semua siap, baru bapak kembali ke rumah menyiapkan bahan untuk aku masak setelah selesai jualan.

Satu persatu pelanggan ku datang, pagi ini jualanku habis tepat pukul 08.00. Saat aku sedang menghitung uang jualan, ku lihat Rahmi dari kejauhan berlinang air mata menghampiri ku.

"Kenapa kamu?" Tanyaku melepas uang yang sedang ku pegang.

"Mamak itu benar-benar keterlaluan" jawabnya sesegukan.

"Terlalu gimana, bapak mana?" Aku melihat kebelakang ternyata Rahmi datang sendiri.

"Aku berantem sama mamak barusan, terus ku tinggalnya pergi"

"Apa masalahnya?"

"Mamak minta uang simpanan sisa gaji, ku bilang tak ada mak, terus mamak maksa, ku jawab lagi, kalau semua ku kasih mamak, kebutuhan ku gimana?"

"Terus mamak bilang apa?"

"Mamak bilang, kamu tinggal di rumah gratis semua fasilitas rumah kamu nikmati, kebutuhan apa lagi maksud kamu, terus ku jelaskan sama mamak, bukan pengertian yang ku dapatkan, malah di oceh-ocehinnya aku, mamak bilang, aku anak tak tau diri, tak tau terimakasih, tak bisa balas budi, lebih mementingkan diri sendiri dari pada keluarga yang lagi susah" tangis Rahmi semakin menjadi-jadi.

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status