Share

2. Tak Terima

"Sabar Kinara sabar ... sabar ..." Ucapku di dalam hati.

"Tadinya sih, niatnya saya cuma begitu. Eh dianya malah nolak," Bu Ratna berkata dengan menunjuk ke arah ibu.

"Eh dasar dianya aja yang terlalu berharap, sampai mempertanyakan apa alasan saya membatalkannya. Tentu saja karena saya tidak ingin punya besan seorang penjual sayur," Ucapnya dengan pongahnya.

"Dan kamu, Kinara. Mulai sekarang saya minta kamu jangan ganggu-ganggu anak saya lagi. Jangan pernah deketin dia lagi, jangan pernah pula kamu mencoba menghubungi Deva. Anak saya akan saya carikan jodoh yang lain. Yang pastinya selevel sama saya. Paham?" Tanya Bu Ratna di akhir kalimatnya.

"Jadi, hanya karena itu Bu?"

Raut wajah Bu Ratna terlihat kaget, dia melipat keningnya tajam menatapku. Sorot matanya tajam, setajam mata elang yang sedang mencari mangsa. Mungkin, jawabanku barusan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

"Kalau cuma itu yang Bu Ratna mau, nggak apa-apa, Bu, silahkan ibu mencari jodoh untuk Deva yang selevel dengan ibu. Karena saya juga tidak mau menjadi menantu dari seorang mertua seperti Bu Ratna. Saya tidak suka melihat Bu Ratna menganggap rendah ibu saya dan memperlakukannya dengan semena-mena. Saya tidak bisa memilih mertua yang tidak bisa menghargai orang lain". Sambung Ku kemudian.

"Apa?!" Kedua bola mata Bu Ratna melotot sempurna, seolah hendak melompat dari kedua matanya. Wajah nya menjadi merah, Semerah tomat jualan ibu. Wajah yang tadinya garang berubah menjadi kisut, sekisut terong yang tidak laku-laku.

Ya, seperti itulah wajah aslinya. Wajah yang beberapa tahun lalu memelas saat mendatangi bapak ke rumah. Wajah yang ditekuk saat memohon untuk meminjam uang kepada mendiang bapak untuk modal kampanye suaminya yang kala itu mencalonkan diri sebagai lurah.

"Kinara!" Seru ibuku sambil mendongak menatapku. Terdengar nada kekecewaan dan ketakutan dari suaranya yang sedikit bergetar saat menyerukan namaku.

"Hei wanita sombong! Siapa kamu yang bisa memilih. Sombong sekali kamu. Orang seperti kamu itu tidak berhak memilih. Yang ada orang milih kamu aja udah harusnya bersyukur. Ha ha ha," Bu Ratna kembali mengoceh karena tidak terima setelah mendengar jawaban dariku.

"Kenapa, Bu. Ibu mulai tidak terima?"

"Dasar wanita kurang ajar! Untung saja saya cepat menyadari bahwa kamu wanita yang tidak baik. Firasat seorang ibu memang tidak salah. Kamu tidak pantas bersanding dengan ,Deva anak saya. Miskin aja sombongnya selangit!" Bu Ratna menyemburkan nafas naganya padaku.

"Hah" jeritku di dalam hati. Ingin sekali aku maju dan merobek-robek mulutnya saat ini juga. Tapi melihat raut kesal di wajah ibuku membuatku jadi urung melakukannya.

Akhirnya aku meletakkan plastik yang sedari tadi kubawa. Aku maju dan turun untuk membantu ibuku memunguti sayur yang masih tercecer.

"Kinara, jangan kamu ladenin dia, Nak," ucap ibuku lirih.

"Seharusnya nggak, Bu. karena memang kita yang waras seharusnya mengalah sama orang gila. Tapi kalau gilanya sudah kelewat batas ya kita jangan cuma diam saja dong, Bu," jawabku yang sengaja dibuat keras agar Bu Ratna mendengarnya.

"Oh ... Lha wong gendeng! Berani-beraninya ngata-ngatain saya gila!"

Aku yang sudah tidak bisa menahan diri menoleh dan mendongak ke arahnya.

"Lah ibu berasa gila nggak? Kalau iya ya wajar kalau ibu masih ngomel. Kalau enggak, silahkan pergi!" jawabku, yang dibarengi sama pelototan mata ibu.

Akupun terdiam tak berani berkata apa-apa lagi saat melihat ibu marah seperti itu. Akupun hanya bisa mengerucutkan bibirku sampai bisa diikat dengan karet gelang karena menahan umpatan yang sebenarnya masih bisa keluar dari mulutku ini.

----

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Putry Mariyam
sadisme Bu Ratna. ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status