Share

BAB 4

Tiga meter dari arah kanan, tiba-tiba Gabby melihat sebuah pintu toilet. Tak ada pilihan lain dia pun memilih untuk bersembunyi di sana.

Namun baru saja Gabby memasuki toilet, tiba-tiba Lascrea melihat sosoknya dan segera berteriak kepada para ajudan.

“Woy! Dia masuk toilet!” teriak Lascrea yang berdiri sekitar sepuluh meter dari sana.

“Jangan sampai lolos!” sahut salah satu ajudan lalu berlari dari arah yang berlawanan dengan Lascrea.

Gabby hampir putus asa. Semakin kecil peluang dia untuk kabur dari rumah Raizel. Terlebih lagi mereka sudah tahu kalau Gabby bersembunyi dalam toilet. Bisa-bisa pintunya didobrak paksa dan mereka menyeret Gabby untuk kembali ke tangan Raizel.

Tak lama berselang, Gabby menenukan sebuah ventilasi kotak yang ada di atap toilet. Dia pun berinisiatif untuk masuk ke sana dengan menjadikan toilet sebagai pijakan.

“Semoga aku bisa kabur lewat sini,” gumam Gabby lalu menaiki toilet dan membuka ventilasi.

“Woy! Keluar lo, Cewek Brengsek!” teriak Lascrea sambil memukul pintu dengan keras.

“Sial! Mereka udah di sini,” bisik Gabby. Dia sedikit kesulitan untuk masuk ke ventilasi karena jaraknya cukup tinggi.

“Woy! Keluar! Lo nggak bisa kabur ke mana-mana lagi,” teriak Lascrea.

“Iya! Kita semua ada di sini. Ayo menyerah dengan damai, atau terpaksa kita dobrak pintunya,” teriak salah satu ajudan.

“Sial!” umpat Gabby setengah berbisik. Sampai saat ini dia belum berhasil melompat ke atap.

Dia pun memejamkan mata untuk menjernihkan pikiran sambil menghirup napas panjang dari hidung, lalu dikeluarkannya melalui mulut. Pandangannya menjelajah seisi toilet untuk mencari benda lain yang sekiranya dapat membantu.

“Hey, Jalang! Gue itung sampe lima, ya! Kalau lo nggak keluar juga, kita bener-bener bakalan dobrak pintu ini!” teriak Lascrea yang masih saja bersikeras untuk mengajak Gabby keluar.

Gabby berdecak sebal. Dari awal dia bertemu, dia sangat tak menyukai Lascrea.

“Sampai kapan pun aku nggak mau keluar dengan sukarela,” gumam Gabby.

“Satu....”

Lascrea mulai menghitung dari luar pintu. Sementara para ajudan sudah menyiapkan kuda-kuda untuk mendobrak.

“Dua.... “

Jantung Gabby kini berpacu dengan sangat cepat. Keringat dingin tak hanya menggelinding di antara pelipis, bahkan sudah membasahi punggung dan kedua telapak tangan.

“Tiga...! Ayo nyerah aja! Masih mau bertahan di toilet?” ejek Lascrea, disusul gelak tawa para ajudan.

“Empat....”

Lascrea menyeringai, sudah tak sabar untuk menangkap Gabby. Sampai hitungan kelima, dia pun memerintahkan para ajudan untuk mendobrak pintunya karena gadis itu tak kunjung keluar.

“Lima!”

“Waktunya udah abis, ayo dobrak!”

Lascrea memerintahkan para ajudan untuk mendobrak paksa pintu toilet. Namun setelah pintu itu terbuka, mereka tak melihat keberadaan Gabby.

“Sial!” geram Lascrea. Tatapannya tertuju ke arah tong sampah yang diletakkan di atas toilet.

“Kayaknya dia kabur lewat ventilasi! Ayo kita cari pintu keluar dari ventilasi ini!” seru Lascrea.

Akhirnya dia dan para ajudan berpencar untuk menangkap Gabby.

Untung saja Gabby memiliki tubuh yang mungil sehingga dia bisa masuk dan merangkak dengan mudahnya tanpa terhalang oleh apa pun. Setelah bergerak beberapa meter, akhirnya Gabby menemukan ujung ventilasi . Dia pun mengintip terlebih dulu dari dalam celah. Khawatir Lascrea dan pasukannya telah sampai lebih dulu.

Dari dalam celah ventilasi, Gabby bisa melihat jelas bahwa dia sedang berada di atap dapur. Kemudian pandangannya teralih ke luar jendela yang sedang terbuka. Sepertinya para pelayan tengah sibuk menata makanan di meja makan sehingga dapur dibiarkan kosong dan terlihat sepi. Setelah di rasa aman, Gabby pun membuka pintu ventilasi dan turun secara perlahan.

“Akhirnya Dewi Fortuna berpihak kepadaku,” bisiknya menyeringai.

Gadis itu melompat ke luar jendela dan terus berlari hingga dia menemukan sebuah hutan. Sesekali Gabby menoleh ke belakang untuk memastikan apakah dia masih dikejar?

Akhirnya Gabby memutuskan untuk memasuki hutan dan bersembunyi di sana sembari mencari jalan keluar untuk meminta tolong.

Setelah berlari cukup jauh, Gabby merasa kelelahan hingga tubuhnya ambruk di tengah-tengah hutan. Pandangannya lamat-lamat mengecil saat melihat pepohonan rindang yang menjulang tinggi, seakan-akan menutup langit.

Sampai akhirnya ada sosok pria tua yang muncul di hadapannya. Pria itu berdiri, memperhatikan Gabby yang hampir pingsan.

"Siapa dia?" batin Gabby sebelum matanya terpejam.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status