Share

Dia Datang

"Sudah puas menghukum perut Papi?" Lelaki berperawakan sedang itu menepuk-nepuk perut setengah buncitnya.

Menuruti mauku, selama kurang lebih seminggu ini, Papi melahap semua makanan yang tidak terbiasa masuk perutnya.

"Sudah, Pi. Ternyata jajanan pinggir jalan enak, ya, Pi."

"Dasar!" Papi mengacak kepala dengan balutan hijab dusty pink ini. "Ponsel kamu," lanjutnya. Sembari menyerahkan benda yang tak ingin kulihat beberapa hari ini.

"Iya, Pi."

Jujur, enggan sekali menyentuh ponselku sendiri. Namun, Papi sudah harus kembali. Banyak pekerjaan tertunda hanya karena ingin menemaniku di sini.

"Papi pulang dulu, ya. Ingat! Jangan lama-lama menghanyutkan diri dalam kesedihan. Kamu berhak membahagiakan diri sendiri."

Tangan tuanya membingkai wajahku. Tak lupa memberi motivasi agar putrinya ini jauh lebih kuat. Lantas memelukku erat.

"Iya, Pi. Maafkan Mayra belum bisa melahirkan generasi-generasi penerus keluarga Handoko, seperti harapan Papi waktu itu."

"Sudah, tidak perlu dibahas.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status