Share

Menyelidiki Mantan Istri Mas Gun

"Jadi, Mbak May habis dikenalin sama ibunya Pak Indra? Ada kemajuan, nih." Rasti bersorak yas yes merasa misinya berhasil. 

Sepulang dari rumah sakit, mood-ku terlanjur berantakan. Malas kembali ke kantor, kuputuskan menyambangi rumah Firman dan Rasti. 

"Jangan kesenengan dulu kamu, Ras. Aku kasih jeda satu bulan sebelum Mas Gun datang melamar." 

"Mas Gun siapa, Mbak? Ada calon lain?" 

"Maksud Mbak, ya, Pak Serbaguna eh Indraguna mantan bos kamu itu." 

"Aciaaaah, udah punya nama panggilan kesayangan." Rasti noel-noel lenganku, bikin dada ini ser-seran aneh mendengar apa yang dia bilang. 

Panggilan kesayangan itu bukannya semacam, sayang, baby, honey. Lha ini Mas Gun? Kesayangan dari Hongkong? 

"Udah, deh, gak usah julid kamu, Ras." Malu, sudah tua begini diledekin kaya anak ABG. Ulah manusia enggak ada akhlak. 

"Kenapa harus nunggu selama itu, sih, Mbak?" tanya adik iparku. 

"Nah, itu dia tujuan Mbak ke sini. Kalau kamu pengen mbakmu ini lepas dari status jomblo ngenes. Kamu harus bantuin mbak untuk menyelidiki mantan-mantan Mas Gun." 

Ini ganjalan terbesarku mengenai Pak Indra. Okelah, calon ibu mertua, eh ralat belum jadi calon ibu mertua hanya mengunggulkan kebaikan-kebaikan anak bungsunya itu. Dengan menyelidiki penyebab perceraian, setidaknya aku punya bahan pertimbangan menerima atau menolak. 

Bayangkan saja! Tiga kali. Betapa berpengalamannya lelaki itu menaklukkan tiga wanita dalam hubungan sah. Meskipun semua tidak berjalan mulus. 

Aku saja belum pernah sekalipun icip-icip dunia pernikahan. Lha ini sekalinya dapat, bekas tiga wanita sekaligus. Mas Gun yang doyan berpetualang atau memang ada yang tidak beres dengan mantan-mantannya itu? 

Wajar aku waspada, jangan sampai aku dijadikan testimoni keempat. 

"Nyelidikin? Rempong amat, kan tinggal nanya sama Pak Indra kenapa bisa cerai mulu sama bininya." 

"Masalahnya, di sini yang ngebet itu si Gugun. Bisa aja, kan, dia memutarbalikkan fakta tentang masa lalunya. Mbak juga butuh penjelasan dari kedua pihak. Biar bisa menilai, pantes enggak dijadikan calon suami. Jangan sampai kita grusa grusu, giliran udah jalanin rumah tangga nyesel kemudian. Paham kamu!" 

Rasti mingkem enggak berkutik. Lalu masuk ke dalam sekitar lima menit, mungkin lagi mikir secara logika percakapan barusan. Setelah itu, dia kembali lagi bawa dua gelas minuman jeruk dingin. 

"Gitu kek, dari tadi." Aku menenggak minuman berwarna oren itu hingga tersisa setengah. Ngobrolin Mas Gun lumayan menguras tenaga dan menimbulkan dahaga. 

"Rasti lihatin Chesa dulu, Mbak. Takut kebangun." Perempuan dalam balutan dress selutut itu masuk lagi. Nengok ponakanku yang lucu kaya aku 30 tahun yang lalu. 

Rumah yang dibeli Firman setelah menikah ini tidak terlalu besar, tapi aku suka spot taman minimalis di bagian belakang tempatku bersantai saat ini. 

Sekitar kolam renang, sengaja ditumbuhi pohon-pohon hijau. Lalu ada puluhan jenis tanaman dalam pot, juga nama-nama bunga yang sebagian besar kuhafal. 

Ya. Kelak aku pun mengidamkan rumah yang seperti ini. Namun, khusus untuk taman aku memilih yang arealnya lumayan luas. Senangnya hati, setelah berperang dengan kerjaan rumah dilanjut dengan mengurus tanaman. Ngeteh bersama pasangan di teras belakang dengan suasana hijau menyegarkan. Ah, indahnya! Tapi dengan siapa? 

Tiba-tiba bayangan Mas Gun salto-salto di pikiranku. Jenis pelet apakah yang kamu kirimkan padaku, Mas? 

"Hush ... hush ... sana!" 

"Lagi ngapain, Mbak? Perasaan Rasti enggak piara ayam." Tahu-tahu wanita kesayangan Firman sudah duduk lagi di sebelahku. 

Siapa yang ngusir ayam? Orang aku ngusir bayangan suami Raisa yang datang tanpa mengucap salam. Aku hanya mengangkat pundak menjawab pertanyaan Rasti dan mencari topik lain. 

"Jadi gimana, Ras? Kamu tahu informasi tentang mantan istri pertama Mas Gun?" 

"Kalau enggak salah, wanita pertama yang dinikahi Pak Indra itu berprofesi sebagai artis, Mbak. Namanya Purnama Julita. Cuman sekarang udah vakum dan lebih fokus jadi entrepreneur," jelas Rasti. 

"Oh, ya! Apa mbak yang ketinggalan gosip ya, Ras? Setahu mbak, Indraguna itu suaminya Dian Sastro yang juga anak dari temannya, temannya papi. Baru ngeuh aku tentang Indraguna yang ini." 

"Jelas ketinggalan gosip, lah. Orang ngurusin kerjaan mulu sampek jamuran. Kita mulai dari googling dulu, deh. Siapa tahu ada artikel yang bahas perceraian mereka." 

Aku mengikuti saran Rasti untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang publik figur yang cukup terkenal di jamannya. 

G****e, Twitter, F******k, I*******m, YouTube sudah diubek-ubek ke akar-akarnya. Namun, menurut keterangan dari beberapa sumber berita, perceraian mereka sama sekali tidak terendus media. Tahu-tahu beberapa bulan setelah ketuk palu, barulah gosip itu mencuat, tetapi tidak ada satu pun yang tahu penyebabnya apa.

"Berarti kita harus cari tahu sendiri, Ras." Selalu ada 1001 cara untuk menegakkan kebenaran. Eh, ngomong apa aku ini? 

"Caranya gimana, Mbak?" 

"Kita harus ketemu langsung sama Purnama Julita." 

***

Jangan dikira mengatur jadwal pertemuan dengan mantan artis itu enak. Bahkan lebih mudah membuat janji dengan klien bisnis.

Rasti dan Firman menggunakan jasa kenalan sesama artis untuk mencari tahu kediaman atau kontak pribadi salah satu mantan istri Indraguna Prawira. Itu pun sangat sulit, sampai akhirnya menggunakan nama besar papi. 

Seminggu kemudian, aku baru mendapat kabar tentang kesediaan Purnama Julita menemuiku di sebuah restoran, syaratnya pun harus reservasi private room. Takut masih ada pemburu berita yang mengorek kehidupan pribadinya. 

Baiklah, demi masa depanku, itu tak masalah. 

Cantik. 

Itu kesan pertama bertemu dengan wanita sepantaranku itu. Ber-style casual dengan atasan tunik hitam polos dan bawahan celana jins. Rambut coklatnya tergerai melewati bahu. Namun, tidak menghilangkan aura keartisannya. Bisa dibilang seperti masih gadis 20 tahunan. 

Kalau dipikir-pikir, bukankah dia sangat sempurna sebagai wanita. Berwajah tirus, hidung lancip, bermata bulat dengan sepasang bulu mata lentik. Tak lupa bibir merah merona yang terlihat sensual. 

Kurang apa lagi coba? 

"Jadi, ada perlu apa Mbak Mayra mencari saya?" Dia mengawali pembicaraan, setelah pesanan menu makanan khas Jepang tersaji di meja. Menunggu sampai pramusaji berlalu. 

"Ini tentang ... Pak Indraguna--mantan suami Mbak Purnama." 

Kunyahan salmon sashimi di mulut wanita di seberangku terhenti. Mungkin nama yang kusebut barusan cukup mengagetkan, atau membangkitkan kenangan masa lalu. 

"Ada apa dengan Mas Indra?" Meski tersentak, tetapi dia berusaha bersikap biasa saja. 

"Begini ... Pak Indra mau melamar saya, Mbak. Tapi saya masih ragu dan ingin tahu alasan apa yang mendasari perpisahan kalian. Maaf, bukannya saya lancang. Jujur, ada ketakutan jika nanti saya salah langkah dengan keputusan yang saya ambil." 

Entah harus merangkai kalimat seperti apa. Mudah-mudahan Mbak Purnama angkat bicara tentang inti keretakan rumah tangga mereka. 

Terdengar helaan napas di seberang sana. Wanita bertubuh ideal itu menyudahi santapan dengan mengelap bibir. Pembahasan ini rupanya membuat dia hilang selera. 

"Masa lalu saya dengan Mas Indra, jangan dijadikan penghalang Mbak Mayra untuk melangkah ke depan. Bisa jadi kami pernah gagal menjalani rumah tangga. Tapi siapa yang tahu jika kalian menikah nanti justru menemukan kecocokan satu sama lain, bisa seiring sejalan." 

Ya Allah, bijak sekali dia sebagai seorang mantan istri. Tidak berusaha mengumbar keburukan mantan suami, justru menutupi aib yang getol ingin kukorek-korek lebih dalam. 

"Masalahnya, mantan istri Pak Indra bukan Mbak Purnama aja. Tapi ada dua lagi. Jujur, saya bingung." Biar sajalah kalau ini termasuk ghibah. Fakta atau curhat setengah ghibah? 

"Terhitung sejak ketuk palu perceraian. Mas Indra bukan siapa-siapa lagi, Mbak. Jadi, bukan kapasitas saya untuk mencampuri urusan pribadinya, termasuk mantan-mantan istri seperti yang Mbak Mayra sebutkan tadi. Intinya ... kami memutuskan bercerai karena ketidakcocokan." 

Plak! 

Aku tertampar, kena skakmat. 

Berhari-hari mengumpulkan informasi sana sini. Sampai pusing tujuh keliling, aku hanya mendapatkan satu jawaban yang biasa dilontarkan para artis saat dimintai klarifikasi perihal perceraian mereka. 

Ketidakcocokan. Itu. 

Penyelidikan pertama, ngilu. 

Mbak Purnama undur diri setelah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku masih tertinggal di sini meratapi kengenesan hidup ini. Sambil menunggu Rasti yang ngebet kepingin ke sini, meminta info hasil investigasi. 

Aku meraih benda yang bergetar di atas meja. Panggilan telepon dari kembaran Hamish Daud. Panjang umur habis dighibahin. 

"Halo, Pak Indra!" 

"Sudah saya bilang jangan terlalu formal, May," protes suara di ujung telepon. 

"Iya, Mas Gun. Ada apa?" 

"Memangnya kalau saya menelepon biasanya karena apa?" 

"Ya, karena ada perlu." 

"Bukan, May." 

"Terus?" 

"Saya kangen sama kamu." 

O oww! Tolong check warna pipiku. Apakah menghitam? 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status