Happy Reading*****Semua mata tertuju pada sosok tinggi dengan perut buncit serta kulit sedikit gelap. Lelaki itu tak lain adalah Hartawan. Datang dengan membawa beberapa paper bag di tangan. Matanya membulat sempurna ketika mendengar dan melihat percakapan anak dan menantunya. "Jadi, kenapa kamu mengatakan lelah, Ra? Apakah tidak ada pembantu di rumah Fahri atau Karima berbuat jahat padamu?" tanya Hartawan. Lelaki paruh baya itu masih saja memasang wajah menakutkan, antara marah, ingin tahu dan juga khawatir. Fahri diam dan malah tersenyum miring. Tahu pasti jawaban Tiara akan melenceng dari yang dia ucap tadi. Empat buan hidup bersama perempuan itu, tentunya si lelaki mulai paham sifat sang istri. "Bukan gitu. Pa. Tiara itu baru sampai sini, tapi sama Fahri sudah diajak pulang. Kan, jadinya capek, Pa. Maunya pengen nginep aja, besok berangkat kerja sama Papa atau Mbak Hermin," jelas istri Fahri. Untuk meyakinkan sang Papa, dia mencolek paha sang kakak ipar supaya ikut mendukung
Happy Reading*****Hari Senin yang membahagiakan bagi Wening dengan status baru sebagai tunangan Fandra. Pagi tadi, lelaki itu sudah datang menjemput padahal si gadis sudah mengatakan akan naik motor saja seperti biasanya. Namun, Fandra melarang keras. Mobil Fandra sudah berhenti diparkiran saat ini, tetapi Wening masih belum boleh turun. Semua karena berondong tunangannya itu tidak membolehkan. Jengkel, tentu dirasakan si gadis. "Fan, jamnya sudah mepet. Nanti, Pak Ibra marah kalau aku telat. Buka kunci otomatisnya, gih," pinta Wening. Bibirnya sudah mengerucut, maju beberapa sentimeter. Pasalnya sepuluh menit lagi sudah jam masuk kerja. Sementara saat ini, dia masih terkunci di mobil tunangannya. Fandra masih tenang sambil sesekali menatap dirinya."Bentar lagi, Mbak. Masih kangen nih," jawab Fandra enteng. Dia bahkan memainkan sebelah matanya dengan genit. "Kalau nggak usah kerja hari ini gimana? Temenin aku di kafe aja, ya.""Adek, nih. Gak usah aneh-aneh, kalau aku ikut ke kaf
Happy Reading*****Senin yang biasanya ceria dan membuat Tiara bersemangat menjalani aktifitasnya, tidak terjadi hari ini. Sejak minggu sore, ketika Fahri mengetahui apa yang diperbuatnya dengan sang mantan. Lelaki itu mengancam akan memberitahukan pada Hartawan.Tadi saja sebelum berangkat, mereka berdebat dulu. Pasalnya, Tiara enggan membantu Karima yang kerepotan di dapur dan mencuci piring bekas sarapan mereka semua. Pembantu yang dipekerjakan oleh Fahri minta libur karena anaknya sakit. Alhasil, Karima turun tangan membereskan semua pekerjaan rumah.Ketika Fahri mengatakan pada sang istri untuk membantu ibunya. Tiara dengan keras menolak bahkan berkata kasar. Hal itu memicu kemarahan sang suami. Tiara bahkan terancam berangkat sendiri tadi. Wajah kesal tampak jelas, Tiara masuk ruangan dengan lesu. "Sialan, ada-ada saja masalah yang membuat ribut sama dia. Lagian, siapa sih yang ngasih tahu Fahri kalau aku jalan sama lelaki itu," gerutu si perempuan, "kalau begini caranya, aku
Happy Reading *****Tersenyum tanpa rasa bersalah, Fahri menjawab dengan santai. "Memang aku yang meninggalkanmu di tengah perjalanan kita pulang kemarin. Tapi, semua karena kamu juga, Ra. Kata-katamu yang nggak ngenakin itu sudah membuatku emosi. Andai kamu bisa mengontrol sedikit saja kemarahan dan rasa cemburu yang berlebihan. Mungkin aku tidak akan menurunkanmu di tengah jalan. Aku manusia biasa yang punya batas kesabaran menghadapi semua amarah dan tuduhanmu yang tak beralaskan."Jeda sebentar, Fahri berusaha mengontrol emosinya. Tidak mungkin juga marah-marah di depan Hartawan. Lelaki itu masih punya kewarasan yang harus tetap terjaga demi mencapai tujuannya. Hartawan sendiri memilih duduk di sebelah Tiara. Lalu, lelaki itu menatap menantu dan putrinya bergantian. Menghela napas panjang sebelum mengeluarkan apa yang akan dia sampaikan."Jadi benar kamu yang menurunkan Tiara di tengah jalan? Di mana pikiranmu, Ri? Tiara itu perempuan dan berstatus sebagai istri. Baik buruknya p
Happy Reading*****"Panggil ambulance. Cepat," kata Ismail menghentikan ocehan Tiara. Bungsu keluarga Hartawan menatap suaminya. "Jangan diam saja, Ri. Cepat telepon ambulance." Fahri mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Menghubungi rumah sakit terdekat supaya cepat mengirimkan ambulance yang mengangkut Hartawan. Mengangkat tubuh sang mertua bersama kakak iparnya. Ada penyesalan serta rasa kasihan dalam diri lelaki berkulit lebih gelap dari saudaranya itu. Namun, ketika mengingat bagaimana sikap Hartawan yang begitu serakah sudah mengambil alih garmen yang dikelola sang ayah. Fahri tersenyum samar.Beberapa saat menunggu, ambulance datang. Beberapa karyawan bertanya-tanya yang melihat Hartawan di bopong oleh Ismail dan Fahri.Suara sirine ambulance membuat tangisan Tiara tanpa henti sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Hartawan terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena pingsan tiba-tiba yang diakibatkan oleh perkataan Fahri dan pertengkaran dengan putrinya. "Semua salahmu," b
Happy Reading*****Perdebatan antara Fahri dan Ismail terhenti ketika salah satu perawat keluar dari ruangan. Perempuan berbaju putih, khas pegawai rumah sakit itu memanggil salah satu kerabat pasien."Bagaimana keadaan Papa saya, Sus?" tanya Ismail dan juga Tiara berbarengan."Beliau sudah siuman. Sebentar lagi, akan dipindahkan ke ruang perawatan.""Jadi, bagaimana dengan kesehatan jantungnya?" tambah Tiara. "Tidak terjadi apa-apa. Cuma tensinya agak tinggi, jadi beliau harus menginap sementara waktu di rumah sakit. Saya permisi dulu dan tolong administrasi pasien segera diurus, ya." Suster itu berlalu begitu saja ketika selesai menjelaskan. "Biar aku saja yang mengurus administrasi," kata Fahri. Segera pergi meninggalkan keluarga istrinya. Bersamaan dengan hal mengurus administrasi Hartawan. Ada yang harus dia selesaikan saat ini. *****Hari yang cukup membahagiakan bagi Fandra. Setelah lamarannya pada Wening di terima dan direstui. Lelaki itu bak dikejar rejeki. Beberapa kesep
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Wening terus menangis. Sungguh, baru saja dia mereguk kebahagiaan karena sudah memiliki calon suami. Kini, calon suaminya malah kecelakaan. Ya, chat yang dikirimkan Catra adalah pesan supaya Wening segera ke rumah sakit. Fandra mengalami kecelakaan katanya. Namun, sayang seribu kali sayang, si gadis tidak membaca pesan tersebut. Bahkan panggilan sang manajer yang sekarang berstatus calon suami Silvia itu tidak dijawab. "Mbak, jangan menangis lagi. Kita sendiri belum tahu keadaan Fandra seperti apa. Semoga saja kecelakaannya nggak parah," hibur Damayanti. Perempuan itu sendiri saat ini sedang cemas. Fandra sudah dia anggap sebagai bagian dari keluarganya. Saat mendengar kecelakaan lelaki itu, Damayanti bahkan menangis. Sungguh, dia juga sangat sedih. Fandra dan Wening baru saja diberi kebahagiaan, tetapi ujian kesedihan sudah datang. "Bener, kata ibu, Mbak. Sebaiknya, kita berdoa supaya Fandra baik-bak saja. Kalau menangi
Happy Reading*****Wening terbengong dengan ucapan Fahri di telepon. Baru dia sadari, lelaki yang dulu sangat dipujanya itu ternyata memang manusia jahat dan tidak berperikemanusiaan. Fandra itu adalah adiknya walau bukan sekandung. Mengapa tidak ada empati sama sekali dalam dirinya? "Terserah Mas Fahri saja. Saya cuma mengabari keadaan Mas Fandra karena keluarga yang beliau miliki ya cuma njenengan sama ibu." Catra berkata dengan lembut. Setelahnya, dia menutup panggilan karena Fahri diam dan tak menjawab."Astagfirullah. Dia beneran mantanmu, Mbak? Kenapa kelakuannya begitu? Untung saja, dia nggak jadi sama kamu," ucap Silvia."Itulah baiknya Allah. Mencegah keburukan yang akan terjadi pada diri kita dengan menjauhkannya, tapi kadang kita berburuk sangka. Sering menganggap Allah nggak adil dengan tidak mengabulkan apa yang menjadi harapan serta keinginan kita. Pikiran kita itu terbatas, apa yang bisa terlihat juga terbatas. Allah Maha Mengetahui bahkan masa depan yang belum bisa