Dia terdiam, dan melihat kedua orang tuanya yang memang baru saja masuk ke aula pesta.‘Akhirnya, tamu yang kutunggu-tunggu datang juga. Aku ingin tahu, apa reaksinya. Jika dia tahu wanita simpanannya ini ada di sini. Apakah dia akan tetap bersikap tidak tahu malu. Atau justru, dia akan lebih mengutamakan harga dirinya. Tapi, tentu saja aku tidak akan membiarkan mama sakit hati,’ batinnya seraya melihat kepada mamanya yang berjalan di samping papanya.Ekor mata Zayden tampak melirik pada Aara yang juga hendak melihat ke arah pintu masuk.Namun, tentu saja Zayden tidak membiarkannya. Dia langsung menyentuh bahu Aara, dan menempatkannya kembali ke arah depan.“Kalai begitu, kami akan menemui tamu lainnya,” ujar Zayden yang dijawab anggukan oleh Rain.Aara yang masih terlihat bingung dengan tingkah Zayden itu pun, hanya bisa mengikuti Zayden dengan raut kebingungan di wajahnya.“Tuan, tunggu sebentar. Anda menarik saya terlalu kuat. Tangan saya sakit!”Mendengar itu, Zayden pun la
“Jika mama tahu siapa dia, maka mama tidak akan berlaku selembut itu padanya, apa lagi membelanya,” gumamnya. Zayden lalu melihat mamanya itu yang pergi meninggalkan Aara. Tampak Aara yang tersenyum, seraya terus melihat kepergian Alya. Tak membuang waktu, Zayden kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Aara. Dia langsung memegang tangan Aara dan menariknya pergi dari sana. Di mana apa yang Zayden lakukan itu tentu saja membuat Aara terkejut. “Tu-tuan, Anda mau membawa saya ke mana?” tanyanya. Zayden tidak menjawab, dia hanya terus menarik paksa Aara dan membawanya ke tempat di mana tidak ada satu pun tamu yang ada di sana. Dia melepaskan kasar tangan Aara, lalu mendorongnya dengan kasar pula hingga Aara mundur dan menabrak tembok di belakangnya. “Aahh,” ringisnya saat merasakan sakit yang bukan hanya pada tangannya tapi juga pada punggungnya. “Tuan?” tanyanya yang tidak mengerti dengan perlakuan Zayden yang tiba-tiba ini. Pugh! Zayden menempelkan kedua tangannya pada kedua
“Itu bagus, setidaknya pekerjaan itu lebih baik untukmu. Tapi, di perusahaan mana kau bekerja?”“Itu, saya—““Pak Zion.”Ucapan Aara seketika tercekat, kala seseorang dari arah belakang mereka datang dan memanggil Zion.Mereka pun lantas menoleh. “Oh Pak Rain,” ujar Zion.“Masih ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda, bisakah kita berbicara sebentar?” tanyanya.“Tentu saja, ayo,” ajaknya.Zion pun pamit pada Aara, yang hanya dijawab anggukan oleh Aara. Dia menatap kepergian Zion dan Rain dengan tatapan sendunya.Karena ketika melihat Zion, dia menjadi ingat dengan ibunya yang masih berada di rumah sakit.Seketika, wajahnya itu kembali memperlihatkan kemurungan. Aara menunduk, karena besok adalah hari operasi ibunya.Tapi, melihat situasi saat ini, sepertinya dia memang tidak akan bisa datang ke sana.Aara mendongak, melihat langit malam yang begitu indah dengan sinar bulan yang begitu terang. Namun, sayangnya bulan itu tidak bisa menyinari hatinya yang begitu gelap
“Aland?”Ujaran Zayden itu seketika membuat Aara dan pria itu menoleh.Aara terlihat kaget, namun tidak dengan pria itu. Dia justru menunjukkan senyumnya, kala melihat Zayden.Tampak Zayden yang melangkah dengan tatapannya yang terus lurus mengarah pada Aland.Matanya menyipit, kala memperhatikan Aland yang juga bergerak, mendekat padanya. Dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.“Hallo Zay, lama tidak bertemu,” ucapnya seraya mengulurkan tangannya pada Zayden.Zayden menurunkan pandangannya, melihat pada tangan Aland. Namun, bukannya menyambutnya. Dia malah mengangkat kembali wajahnya, menatap Aland dengan tatapannya yang begitu tajam.Aland yang melihat itu pun, lantas menarik kembali tangannya itu seraya menunjukkan senyumnya.“Ups, sepertinya kau tidak mau bersentuhan denganku,” ucapnya.“Mau apa kau kemari?” tanya Zayden dingin.“Aku? Tentu saja aku menghadiri pesta ini, kau pikir untuk apa lagi aku ada di sini?” tanyanya balik. “Apa kau lupa? Aku juga punya per
Mobil Zayden tampak berhenti tepat di teras mansionnya. Sam lalu turun dan membukakan pintunya untuk Zayden.“Turun!” serunya pada Aara.Tampak dia yang hanya menurut dan turun dari sana.Begitu pun dengan Zayden, dia juga turun dari sana dan melihat Aara yang berjalan mendekatinya.Seraya melirik tajam Aara dengan ekor matanya, dia pun melangkah masuk dengan diikuti Aara di belakangnya.Zayden melangkah dengan lebar, membuat Aara yang memang memakai higheels cukup tinggi itu kesulitan untuk mengimbanginya.Namun, seperti biasa dia tidak diperuntukkan untuk mengeluh. Karena tugasnya hanya mengikuti perintah Zayden.Hingga ketika mereka sampai di depan pintu kamar. Zayden pun membukanya dengan kasar, hingga membuat Aara terkejut.Tanpa mengatakan apa pun, Zayden masuk ke dalam. Begitu pun dengan Aara.Glek!Dia menelan salivanya, ketika melihat Zayden yang tampaknya sangat marah. Walau hanya dilihat dari belakang, dia bisa tahu kemarahan Zayden yang begitu besar itu.‘Apa in
Deg!Aara terkejut, ketika Zayden tiba-tiba memegang tangannya itu. “Beraninya kau,” pekiknya dengan tatapan yang begitu tajam, hingga membuat Aara begitu ketakutan.Dia mengempaskan tangan Aara kasar, hingga membuat wanita itu meringis kesakitan.“Sepertinya kau lupa dengan statusmu!” ujarnya, lalu mendekatkan wajahnya itu pada Aara.“Kau bukanlah istriku, kau hanyalah tawananku. Karena itu, kau tidak berhak bertanya atau mengetahui apa pun!” lanjutnya.Zayden menatap tajam Aara sesaat, sebelum akhirnya dia pun berbalik dan pergi dari sana.Tampak Aara yang melihat kepergian Zayden, seraya memegangi pergelangan tangannya yang memerah.Tapi, Aara tidak menangis. Ekspresi wajahnya itu justru menunjukkan sebuah rasa penasaran.Dia memang sakit hati, dengan apa yang baru saja Zayden katakan. Tapi, rasa penasaran dalam hatinya lebih besar dari pada rasa sakit itu.“Sebenarnya kenapa? Dia bahkan sangat marah saat aku menanyakannya,” gumamnya.***Di luar mansion, Zayden langsung
Langkahnya itu harus terhenti, ketika dia melihat seseorang yang berdiri di dalam ruang sekretarisnya.Zayden tercekat, dengan ekspresi wajahnya yang begitu dingin.“Papa,” ujarnya. Dan membuat Zion pun berbalik, melihat pada putranya itu.“Kau sudah sampai,” ucapnya.Zayden tidak menjawab, dia hanya melanjutkan langkahnya mendekat pada Zion.“Anda repot-repot datang ke sini, apakah ada yang Anda inginkan Pak Presdir?” tanya Zayden dengan bahasa yang formal.Kini, giliran Zion yang terdiam. Jika di dalam kantor, memang biasanya Zion selalu berbicara formal padanya. Tapi entah kenapa saat ini terasa begitu canggung.Zion lalu mengedarkan pandangannya, dia juga melihat ke belakang Zion.‘Aku sebenarnya ke sini untuk membuktikan pemikiranku semalam. Tapi, kenapa Aara tidak ada di sini. Atau mungkin itu tidak benar. Tapi, mana mungkin Rain berbohong.”Melihat tingkah papanya, alis Zayden tampak mengerut. Sepertinya dia mulai mengerti apa yang papanya inginkan.“Sepertinya Anda s
Matahari sudah tampak terbenam di ufuk barat. Perlahan, bumi pun mulai menggelap.Kesibukan yang terus ada tanpa henti sejak siang hari itu akhirnya berakhir, jalanan juga dipenuhi oleh banyaknya orang-orang yang ingin kembali ke rumah mereka masing-masing setelah menjalani hari yang melelahkan.Berbeda dengan mereka, Aara justru tetap berada di dalam kamarnya.Dia berdiri di depan jendela kaca, melihat taman luas milik Zayden yang bisa dia lihat melalui kamarnya.Namun, pikirannya itu tidak tertuju pada taman itu melainkan pada keadaan kedua orang tuanya.Mau bagaimana pun dia beraktivitas, perasaan khawatirnya untuk kedua orang tuanya itu tidak bisa dia hilangkan.Terdengar helaan nafas berat darinya, tanda ke putus asaan yang sudah mulai menguasainya.***Sementara di bawah, Zayden baru saja datang. Dia lalu turun dari dalam mobil, dengan sambutan hangat yang selalu dia dapatkan dari para pelayannya.Dia memberikan jasnya pada Lucas, lalu mengendurkan dasinya karena terasa