"Hari ini aku boleh ikut Papa melihat rumah?" tanya Saskia saat sarapan. Wajahnya ceria, tak nampak lagi bekas kesedihan semalam. Sebaliknya, Alvaro beberapa kali menggaruk tubuhnya yang masih gatal akibat gigitan semut pohon sawo. Manik biru Alvaro pun terlihat mengantuk."Boleh dong. Nanti kita lihat rumah yang paling Papa suka dan kita bicarakan, ya," jawab Alvaro lembut. Sebenarnya dia ingin tidur lagi setelah sarapan, tetapi karena Saskia ingin keluar rumah, ya sudahlah. Tidurnya bisa ditunda nanti siang."Al, bagaimana keadaan Andry? Kamu sudah sempat menjenguknya?" sela Orlando. "Belum, Kek. Kemarin-kemarin aku repot sekali. Akan kuusahakan menjenguknya hari ini. Apa Kakek mau ikut?" Alvaro menatap Orlando. "Tidak. Badanku semakin lemah akhir-akhir ini. Rasanya sangat tak enak. Aku ingin istirahat saja," tolak Orlando."Apa kata dokter, Kek?" "Tak ada yang baru. Memang begitu, katanya. Disuruh rileks, tak banyak pikiran, menikmati hidup. Huh, bagaimana bisa menikmati hidup k
"Mama yakin mau ikut menjenguk Andry? Kudengar kondisinya cukup parah, aku takut Mama pingsan atau seperti itu." Alvaro memastikan setelah mereka selesai dengan rumah yang baru dibeli."Pa, aku pernah melihat kondisi Papa yang parah. Aku yakin tak akan pingsan karena sudah pernah melihat yang lebih parah," sahut Saskia percaya diri. Dia pernah melihat darah Alvaro yang tergeletak di jalanan, dan itu adalah pemandangan yang sangat mengerikan. Saskia yakin, kondisi Andry sekarang lebih baik dari itu."Baiklah." Alvaro memerintahkan Pil untuk mampir ke toko buah sebelum ke rumah sakit.Keduanya sampai di depan pintu kamar Andry. Ada Denis yang berdiri di samping pintu."Selamat siang, Tuan," sapa Denis hormat."Siang. Ada siapa di dalam?" tanya Alvaro."Ada Pak Roni, teman Tuan Andry. Saya akan mengabarkan kedatangan Tuan," jawab Denis, lalu bergegas masuk.Tak lama kemudian Denis kembali. Alvaro dan Saskia masuk, bertemu dengan Andry yang terbaring di tempat tidur rumah sakit bersama Ro
"Menurutmu, apa mungkin dia juga yang menyebabkanmu celaka? Dia bisa saja meminta itinerary-mu pada Ashley. Kulihat mereka berdua cukup dekat." Sega mengungkapkan pemikirannya."Dekat bagaimana? Kekasih?" tanya Alvaro. "Hmm ... seperti hubungan simbiosis mutualisme kubilang," jawab Sega."Ashley ... dia tipe wanita yang akan mendekat pada siapapun yang beruang, sedangkan Andry membutuhkan informasi tentang perusahaan. Yah, itu teori yang menarik," komentar Alvaro.Alvaro memerintahkan Sega untuk terus menggali informasi tentang Andry. Dia membutuhkan informasi akurat dan detil sebelum memutuskan tindakan yang diambilnya.Di perjalanan pulang, Alvaro Mencari berita tentang kecelakaan lalu lintas yang dialami Bernard Tumaritis. Pada satu foto dari saksi yang cukup dekat dengan tempat kejadian, Alvaro bisa melihat kalau sebagian wajah Bernard hancur terkena serpihan kaca. Serpihan itu menancap di pipinya dan mengucurkan darah segar. Bernard tampak pingsan di atas trotoar.Jadi, Andry ad
Alvaro keluar dari penthouse tapi tak melihat Saskia. Maka diteleponnya Pil. Kata Pil, Nyonya baru saja pergi bersama Mang Deden dan Jubeb. Alvaro pun mengajak Pil untuk menyusul Saskia."Tadi Nyonya terlihat buru-buru, Pil?" tanya Alvaro ketika mobil mulai berjalan."Benar, Tuan. Nyonya sempat berteriak pada Mang Deden karena lambat. Kami semua kaget, karena baru kali ini Nyonya berteriak. Kami pikir, Kami melakukan kesalahan," jawab Pil dengan hati-hati, takut menyinggung sang Tuan."Nyonya sedang hamil. Kalian harus memakluminya." Alvaro membela Saskia secara spontan."Kami mengerti, Tuan. Saya sendiri pernah menikah dan mempunyai dua anak. Wanita hamil kadang bersikap berbeda dari biasanya. Itu pengaruh hormon, Tuan.""Lalu sekarang anak-anakmu bersama siapa?""Anak-anak bersama ibu dan neneknya. Saya sering mengajak mereka jalan-jalan pada hari libur Saya. Mereka anak-anak yang baik." Suara Pil berubah ketika menceritakan tentang anak-anaknya. Rasa haru menguasai relung hatinya.
Ibunya Saskia menyampaikan apa yang dikatakan oleh Saskia kepada menantunya yang hanya bisa tercenung. Dalam kepalanya, Alvaro mengingat-ingat apa kesalahan yang dilakukannya sehingga sang istri tak ingin melihat wajahnya."Nak Al sabar, ya. Kadang wanita hamil membingungkan. Nanti ada waktunya semua akan kembali normal," hibur Ibunya Saskia."Tidak apa-apa, Bu. Kalau begitu, saya pamit ambil baju dan mengurus beberapa pekerjaan. Nanti malam saya akan kembali kesini. Kalau Saskia menginginkan sesuatu, tolong kabari saya," ucap Alvaro sopan.Kemudian lelaki tampan itu keluar dari rumah mertuanya dan menghampiri Jubeb serta Mang Deden."Kalian berdua, jaga Nyonya baik-baik. Nyonya ingin tinggal di rumah Ibu selama beberapa waktu. Jangan sampai Nyonya lepas dari pengawasan kalian. Akan kukirim Bude Darsi kemari," pesan Alvaro kepada kedua anak buahnya yang langsung menyanggupi. Lalu Alvaro dan Pil pergi menuju kantor pengacara untuk mengurus pembelian rumah yang baru disepakati.*****"
Andry menatap keluar jendela pesawat yang membawanya dalam penerbangan belasan jam melintasi beberapa benua. Roni duduk sejajar dengannya di kelas bisnis, sedangkan Denis ada di kelas ekonomi. Andry merasa cukup aman sehingga tidak merasa perlu menaruh pengawalnya itu dalam satu kelas.Beberapa minggu yang dilaluinya di Indonesia baik-baik saja. Tak ada yang mengancam nyawanya, sampai suatu hari Roni membawa kabar yang tidak diharapkannya. Bernard Tumaritis telah kembali dari Korea Selatan. Roni tak bisa melacak apa yang hendak dilakukan Bernard sekembalinya ke tanah air. Selain itu, wajah Bernard yang baru belum diketahui oleh mereka. Bernard selalu memakai masker dan topi ketika tampil di depan umum. Maka Andry menganggap inilah saatnya untuk pergi.Meninggalkan semua luka dan kenangan. Meninggalkan Saskia yang perutnya semakin membuncit. Wanita cantik itu terlihat muram saat dia berpamitan. Apakah Saskia masih mengenangnya di dasar lubuk hatinya? Akan tetapi, An
Alvaro membatu, sangat terkejut karena istrinya kesal dan mungkin juga membencinya.Dokter Maya menatap Alvaro sesaat. Dilihatnya ekspresi Alvaro yang kebingungan. "Kenapa kesal pada suami Nyonya?" tanya Dokter Maya perlahan.Saskia tambah cemberut. "Dia ngeselin, Dok. Aku nggak suka dekat-dekat dengannya," jawab Saskia, tiba-tiba saja suaranya parau seperti hendak menangis."Apa masalahnya, Ma? Apa aku bau? Apa aku mengabaikanmu? Aku selalu memperhatikan kamu dan bayi kita! Aku tak tahu, apa salahku. Apa kamu benar-benar tak ingin aku ada di dekatmu? Aku akan kembali ke penthouse jika itu yang kamu mau," sela Alvaro putus asa. Dia sudah tak tahu lagi harus bagaimana. Semua yang dilakukannya menjadi salah di mata Saskia."Tenang, Tuan. Jangan berputus asa dulu. Saya akan bicara dengan Nyonya. Tolong Tuan menunggu di luar," ucap dokter Maya dengan bijak.Tanpa berkata-kata, Alvaro bangkit lalu keluar dari ruang praktek dokter. Perasaannya campur aduk. Kesal, marah, sedih, dan banyak
"Halo, kesayangan. Sedang apa kalian?" Alvaro bersandar pada perut bulat Saskia. Merasakan tendangan bayi yang ada di dalam perut Saskia.Saskia menatap suaminya dengan mesra. Kandungannya sudah memasuki usia tujuh bulan. Dokter Maya bilang, bayinya kembar perempuan."Hei, kenapa mimo aktif sekali." Alvaro berkomentar sambil mengelus perut sebelah kiri Saskia yang nampak meruncing sedangkan yang sebelah kanan nampak datar. Mereka memanggil bayi mereka dengan nama Mimo dan Mimi. Aneh sih."Mimo seperti ayahnya," timpal Saskia sambil meringis. Sakit juga ditendang dari dalam. Perutnya terdorong keluar."Tentu saja harus ada yang seperti aku! Meskipun Mimo wanita, dia akan kuajari menembak!" kata Alvaro bangga."Perlukah itu?" Saskia mengerling, tidak setuju dengan Alvaro. Pikirannya belum bisa menerima anak perempuannya akan mahir berkuda dan menembak seperti sang ayah."Kita lihat saja nanti, seberapa tomboy Mimo." Alvaro tersenyum. Dilihatnya sang istri mulai cemas. Jarinya yang besar