Tiga hari kemudian, fase mual dan muntah yang dialami Vanilla semakin parah. Dia bahkan tak bisa berjalan keluar dari kamar mandi karena tubuhnya sangat lemas.Vanilla akhirnya merangkak ke arah ranjangnya dan naik ke atas. Dia menutup tubuhnya dengan selimut dan memejamkan matanya kembali.Tak lama kemudian sang Pelayan mengetuk pntu dan karena Vanilla tak kunjung membukanya, Pelayan itu kemudian masuk ke dalam kamar yang tak pernah terkunci itu.Pelayan wanita itu melihat Vanilla masih tidur di ranjangnya."Nona, anda melewatkan makan pagi anda.” "Aku sedikit tak enak badan, Bi. Tolong siapkan obat untuk Arvy," sahut Vanilla tanpa membuka matanya."Baiklah, Bibi akan mengambilkan makan pagi untuk Nona.”"Tak perlu, Bi. Nanti aku akan keluar sendiri jika tubuhku sudah nyaman.” Vanilla terlihat tak bersemangat."Baiklah, Nona.” Pelayan itu pun keluar dari kamar Vanilla.**Arvy tak melihat kehadiran Vanilla pagi ini. Bahkan pagi ini semua keperluannya disiapkan oleh Pelayan. Arvy ya
"Di mana bukumu?" tanya Arvy akhirnya karena dia tak tahan untuk tak menanyakan hal itu pada Vanilla.Vanilla menoleh ke arah Arvy yang duduk cukup jauh darinya."Aku sudah habis membacanya.” "Ada perpustakaan kecil di atas jika kau ingin bacaan baru.” Vanilla sedikit heran karena Arvy yang terkesan lebih perhatian padanya."Aku sedang tak ingin membaca," jawab Vanilla."Kenapa?" tanya Arvy yang kali ini tampaknya mereka mengobrol lumayan panjang dari biasanya."Aku hanya tak ingin membaca," jawab Vanilla dengan suara lembutnya yang terdengar sendu."Dua hari lagi aku akan operasi. Kau tak perlu ikut ke rumah sakit. Pelajari surat cerai kita dan tandatangani segera," ucap Arvy to the point.Vanilla terdiam. Mereka baru sebentar menikah, tapi Arvy sudah akan menceraikannya. Sungguh hal yang miris dan tragis bagi Vanilla."Aku bicara padamu," kata Arvy dingin ketika Vanilla tak segera menjawab ucapannya."Baiklah.” Vanilla terlihat pasrah.Vanilla memegang dadanya yang kembali terasa
"Tak perlu mengantarku pulang, Mom.” Arvy menatap sang ibu, Izzy.“Tak apa, lagi pula Mommy ingin bertemu Vanilla juga karena besok Mommy akan pergi ke luar negeri,” jawab Izzy dan memegang lengan Arvy.Arvy tak menjawab lagi dan mereka sedang menunggu kedatangan Dokter untuk membuka perban yang menutupi matanya setelah menjalani operasi.Tak lama kemudian, Dokter pun datang dan melihat ke arah mereka bertiga yaitu Aiden, Arvy, dan Izzy.Lalu Dokter pun membuka perlahan perban di mata Arvy. Izzy memegang erat tangan Aiden karena dia masih takut jika operasi ini gagal.Semuanya tampak tegang menunggu perban itu terbuka. Hingga akhirnya perban itu terbuka sempurna dan Arvy mulai membuka matanya perlahan."Buka mata anda.” Dokter memberikan perintahnya.Mata Arvy sudah terbuka separuh hingga akhirnya semua matanya terbuka dan dia melihat kedua orang tuanya di sana."Arvy, kau melihat Mommy?" Izzy memegang tangan Arvy."Ya.” Arvy mengangguk sangat pelan dan tersenyum tipis.Lalu Izzy m
Tujuh bulan berlalu, Arvy sudah kembali bekerja seperti biasanya. Hidupnya kembali bersinar dan kini dia lebih menghargai waktunya untuk tak terlalu sibuk dengan pekerjaannya.Kini Arvy lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketika weekend. Apakah Arvy sudah melupakan Vanilla? Menjadi buta sebelumnya cukup membuat dirinya mudah melupakan Vanilla karena dia tak mengingat sama sekali wajah Vanilla.Apalagi di tak pernah melihat wajah Vanilla sebelumnya meskipun sebelum operasi--Arvy melihat wajah Vanilla dengan samar. Tapi dia tak bisa melihatnya dengan jelas kala itu, jadi intinya Arvy tak pernah mengingat Vanilla sama sekali.Reaksi Izzy tentang perceraian Arvy dan Vanilla? Jangan ditanya betapa marahnya Izzy, bahkan sampai sekarang Izzy enggan bicara pada Arvy meskipun Arvy adalah anak kandungnya.Meskipun Izzy tahu bahwa Arvy memberi uang yang sangat besar pada Vanilla, tapi Izzy tetap khawatir dengan keadaan Vanilla. Aiden sudah memeriksa keberadaan Vanilla tapi tak
Wanita itu memasuki toko perlengkapan bayi untuk membeli beberapa keperluan bayinya meskipun sebenarnya dia sudah membeli cukup banyak baju-baju dan barang-barang untuk calon bayinya nanti.Uang di tabungan Vanilla semakin banyak karena kemarin beberapa fotonya terjuah di laman internet. Sedangkan uang dari Arvy hanya dipakainya untuk keperluan mendadak saja dan tak ingin menghabiskannya karena dia juga menyiapkan itu semua untuk bayinya agar nanti bisa menata depannya dengan baik.Setelah puas membeli lumayan banyak barang di toko itu, Vanilla pun keluar dari toko dan mencegat taksi di pinggir jalan. Banyak orang berlalu lalang di sana karena itu adalah jam makan siang apa lagi Vanilla ada di pusat kota di mana ada beberapa restoran di dekat sana.Sebuah taksi lewat dan berhenti di depan Vanilla tapi ada seorang pria yang langsung menyerobot taksi itu dengan menaikinya terlebih dulu.Karena hal itu membuat Vanilla hampir saja terjatuh karena bahunya terdorong. Ketika akan memundurkan
"Vanilla," panggil seorang wanita dan membuat Vanilla menoleh pada wanita yang memanggilnya itu.Vanilla terkejut melihat Glow yang juga baru turun dari mobil. Vanilla langsung berbalik pergi dan berjalan cepat."VANILLA!! TUNGGU!!" teriak Glow dan mengejar Vanilla.Blaze yang juga baru turun dari mobil ikut berlari mengejar istrinya yang berlari mengejar seseorang.Vanilla dua tas yang dipegang Vanilla jatuh, tapi Vanilla tetap tak berhenti berlari hingga ada taksi yang berhenti di depannya.Vanilla segera masuk ke taksi itu dan Glow mengambil tas Vanilla yang tadi jatuh."Vanilla!!" teriak Glow lagi sembari mengejar taksi itu."Hei, apa yang kau lakukan?" ucap Blaze dan menahan tangan Glow."Itu Vanilla, Honey," sahut Glow pada sang suami."Vanilla? Mantan istri Arvy maksudmu?" tanya Blaze."Ya, dan dia sepertinya sedang hamil.” Glow mengangguk dengan wajah sedikit panik."What?? Bagaimana bisa Arvy menceraikannya ketika dia sedang hamil?" sahut Blaze."Tidak, kakak sepertinya tak t
"Bisa-bisanya kau menceraikan istrimu di saat sedang hamil.” Riana tampak marah pada Arvy."Dia menyembunyikan hal itu dariku," jawab Arvy."Cih, benar-benar tak bisa dipercaya. Lebih baik kau tak usah mencarinya karena dia sudah bahagia dengan hidupnya di sini," sahut Riana kesal.Charlie beranjak berdiri dan menahan sang istri yang tampaknya sangat emosi pada Arvy."Dia mengandung anakku dan aku akan mengambilnya.” Arvy mengatakan hal yang justru membuat Charlie dan Riana semakin marah."What?? Kau gila, Tuan? Vanilla berjuang keras untuk bisa mempertahankan kehamilannya di saat dirinya sendirian dan dia menyetir campervan ini sendirian mengelilingi Eropa.” Charlie yang marah tak terima dengan perkataan Arvy.Arvy terdiam."Kau benar-benar egois. Tinggalkan dia sendirian karena sepertinya dia tak membutuhkanmu lagi," kata Riana."Kakak!" panggil Glow yang berjalan ke arahnya.Arvy melihat ke arah Glow."Dia ada di campervan itu," ucap Arvy menunjuk ke arah campervan milik Vanilla."
Lalu Vanilla yang merasakan langkah kaki Arvy yang semakin mendekat akhirnya berdiri dan berlari kecil menuju pintu gudang yang terbuka lebar. Arvy melihat ke arah Vanilla dan mengejar wanita itu. Tapi di depan gudang, Vanilla dihadang oleh Glow dan Blaze yang baru saja tiba di tempat gelap itu.Vanilla berhenti dan wajahnya tampak sangat tegang. Jantung Vanilla berdetak semakin cepat saat Rvy tiba-tiba sudah ada di belakangnya.Vanilla merasa seperti seorang buruan yang terjebak tak punya tempat untuk melarikan diri lagi karena dikepung oleh Arvy, Glow, dan Blaze.Tatapan mata Arvy menusuk langsung dalam jiwa Vanilla yang membuat wanita itu semakin takut."Vanilla, kami tak akan berbuat jahat padamu. Tenanglah, oke?" Glow berusaha menenangkan Vanilla."Tidak, jangan mendekat!! Jangan ambil bayiku!!" teriak Vanilla ketika Arvy mendekat.Vanilla berusaha menahan dengan gigih agar air matanya tak menetes, tapi ternyata dia tak bisa melakukannya karena kini wanita itu telah menangis."K