Share

Bab 2. Sleeping With a Stranger

Rintihan perih lolos di bibir Kimberly di kala merasakan titik sensitive-nya terasa begitu perih dan menyakitkan. Tubuhnya terasa sangat remuk seperti dipukuli ribuan orang. Ah, sial! Kimberly mengumpat pelan di kala merasakan sakit di sekujur tubuhnya. 

Perlahan-lahan mata Kimberly terbuka. Wanita itu memijat keningnya yang mulai terasa sangatlah pusing. Tunggu! Tiba-tiba raut wajahnya berubah di kala menyadari dirinya berada di sebuah kamar asing. Tak hanya itu saja, dia juga melihat pakaian berserakan di lantai.

Apa yang terjadi? Jutaan pertanyaan muncul di benak Kimberly. Dalam hitungan detik, dia mengingat dirinya tadi malam pergi ke klub malam. Namun kenapa sekarang dirinya berada di sebuah kamar asing yang tak dia kenali?

Kimberly mulai memberanikan diri, mengintip ke balik selimut, melihat tubuhnya sendiri. Seketika matanya membulat sempurna melihat tubuhnya di balik selimut sudah telanjang, tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya. Tidak hanya itu saja, banyak tanda kissmark di sekujur tubuhnya—membuatnya merinding.

“Ya Tuhan, Kimberly! Apa yang kau lakukan?!” gumam Kimberly gelisah pada dirinya sendiri.

Suara gemericik air yang bersumber dari kamar mandi, membuat Kimberly tersadar, bahwa ada orang di dalam kamar mandi. Otak Kimberly langsung jalan. Dia yakin di kamar mandi itu adalah pria yang menjadi cinta satu malamnya.

“Aku harus pergi sekarang,” gumam Kimberly lagi yang muncul ide untuk pergi meninggalkan kamar hotel ini, sebelum pria itu selesai mandi.

Kimberly mengumpulkan keberanian dalam dirinya. Dia menahan rasa sakit di area sensitive-nya. Dia turun dari ranjang, dan memunguti pakaiannya. Wanita itu memakai pakaiannya dengan cepat. Detik selanjutnya, dengan kaki telanjang dia berjalan meninggalkan kamar hotel seraya membawa heels dan tasnya.

Tak selang lama, di kala Kimberly sudah pergi meninggalkan kamar hotel, seorang pria tampan dan gagah, yang masih memakai handuk di pinggangnya—telah keluar dari kamar mandi. Tampak raut wajah pria itu berubah melihat ranjang sudah kosong, dan pakaian Kimberly sudah tidak ada.

Pria itu menyeringai penuh arti. “Kau tidak bisa lari dariku, Kim.”

***

Kimberly meremas pelan rambutnya mengingat kejadian tadi malam. Kejadian di mana dia menghabiskan malam bersama pria asing yang bahkan tak dia kenali. Sungguh, dia tak menyangka akan one night stand dengan pria asing. Tujuannya pergi ke klub malam untuk menenangkan diri, tapi kenyataannya dia malah mendapatkan masalah baru.

Sejenak, Kimberly berusaha mengatur napasnya, berusaha untuk melupakan kejadian tadi malam. Namun, sialnya bukan melupakan, malah Kimberly terus mengingat sentuhan pria asing itu. Hal yang tak mungkin Kimberly lupakan—sentuhan yang mampu meninggalkan memory yang begitu lekat di otaknya.

Tangan kokoh pria itu menjamah setiap inci tubuhnya, menjelajahi dengan sangat lembut dan mendamba. Dimulai dari tengkuk lehernya, kemudian bermain di area paling sensitive-nya yang memberikan sensasi sengatan ke sekujur tubuhnya.

“Argghh!” Kimberly berteriak seperti orang frustrasi.

Pintu kamar terbuka. Refleks, Kimberly mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Tampak raut wajah Kimberly berubah melihat Fargo—sang suami berdiri di ambang pintu. Sepasang iris mata hazel Kimberly begitu dingin menatap Fargo penuh curiga.

“Kenapa kau tadi malam tidak pulang, Fargo? Ke mana kau pergi? Tadi malam aku menghubungimu, tapi kau tidak menjawab teleponku,” cerca Kimberly seraya mendekat pada Fargo—yang sulit di hubunginya.

Fargo Jerald—pria yang sudah satu bulan ini resmi menjadi suaminya. Awalnya Kimberly berharap setelah menikah akan memiliki kehidupan yang indah layaknya di negeri dongeng. Namun semua itu hanya mimpi. Selama satu bulan Kimberly menikah dengan Fargo, pria itu selalu pulang malam dan tak pernah memedulikan dirinya. Puncaknya tadi malam Kimberly begitu frustrasi sampai-sampai membuatnya pergi ke klub malam untuk menenangkan diri.

“Aku sibuk, Kimberly. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Fargo dingin dan tak acuh. Raut wajahnya menunjukkan malas menjawab cercaan pertanyaan Kimberly.

“Kau sibuk apa, Fargo? Minggu lalu kau bilang kau sibuk mencari investor di perusahaan barumu. Aku sudah membantumu mengeluarkan dana yang tidak kecil demi membantu perusahaan barumu itu. Harusnya sekarang kau tidak lagi sibuk. Atau paling tidak kau bisa pulang di jam normal pulang kantor. Kenyataanya kau tetap pulang larut malam dan bahkan tadi malam kau tidak pulang!” seru Kimberly mulai emosi.

Minggu lalu Kimberly bahkan rela mengeluarkan dana besar dari perusahaan keluarganya hanya untuk membantu perusahaan baru yang dibangun oleh sang suami. Semua berawal dari Fargo yang mengalami kerugian tinggi di perusahaannya. Fargo tak memiliki muka jika harus meminta bantuan lagi pada ayah pria itu. Hal tersebut yang membuat Kimberly mengulurkan tangan bantuan pada sang suami.

“Kimberly, aku sedang tidak ingin bertengkar. Tadi malam aku memang sibuk. Perusahaanku itu masih butuh banyak investor. Aku ingin memperbesar cabang perusahaanku. Jika kau tidak percaya, kau bisa bertanya pada sekretarisku. Sudahlah. Kau ini cerewet sekali. Aku lelah.” Fargo hendak menuju kamar mandi, tapi langkah Fargo terhenti kala Kimberly menghadang dirinya.

“Kimberly, minggir,” seru Fargo penuh peringatan pada Kimberly.

“Kita belum selesai bicara, Fargo!” ketus Kimbery jengkel.

Fargo mengembuskan napas kasar, berusaha meredam kemarahannya. “Aku sedang tidak ingin bertengkar, Kimberly. Hentikan tuduhan-tuduhan tidak warasmu itu. Kau sendiri tadi malam tidak pulang, kan? Tadi pelayan melaporkan padaku bhawa kau tadi malam tidak pulang! Sekarang aku tanya padamu, ke mana kau pergi tadi malam?!”

Wajah Kimberly mulai memucat mendengar ucapan Fargo. Tampak Kimberly dilanda ketakutan hebat. Napas Kimberly seakan tercekat. Lidahnya kelu kesulitan merangkai kata. Namun, sebisa mungkin dia berusaha untuk tenang agar mampu menjawab pertanyaan Fargo.

“T-tadi malam mood-ku sedang tidak bagus karenamu. Kau tidak menjawab teleponku! Kau mengabaikanku! Itu yang membuatku menginap di rumah temanku. Aku bosan menunggumu di rumah yang belum pasti pulang,” balas Kimberly ketus.  

Fine, aku percaya padamu. Aku harap kau juga percaya seperti aku percaya padamu. Aku harus mandi. Aku lelah. Jangan menggangguku.” Fargo menutup pembicaraan. Tak ingin lagi berdebat, dia melanjutkan langkahnya meninggalkan Kimberly yang bergeming di tempatnya.

Kimberly mengusap wajahnya kasar. Wanita itu tampak begitu kesal. Lagi dan lagi, Fargo selalu mengabaikannya. Bahkan tadi dia pikir Fargo akan mencerca banyak pertanyaan kala tahu dirinya tidak pulang. Namun, ternyata apa yang dia pikirkan salah. Fargo malah menunjukkan sikap acuh dan seperti tak peduli.

***

“Kimberly, bersiaplah! Malam ini kita memiliki jamuan makan malam,” Suara Fargo berucap seraya melangkah mendekat pada Kimberly yang sedang duduk di ranjang dengan wajah yang tampak lesu.

“Kau pergi sendiri saja. Aku sedang malas keluar,” ucap Kimberly datar. Tubuhnya begitu lelah. Dia enggan untuk pergi keluar rumah. Terlebih kondisi mood yang masih kacau, membuatnya lebih memilih berdiam diri di kamar.

“Aku tidak bisa pergi sendiri. Keluarga besarku akan menanyakan keberadaanmu. Cepat kau ganti pakaianmu,” ucap Fargo dingin dan tegas.

Kimberly mendengkus tak suka. Detik selanjutnya, dia terpaksa untuk menuruti Fargo. Wanita itu bangkit berdiri dan segera mengganti pakaiannya. Meski tak ingin pergi, tapi Kimberly tidak bisa menolak. Pasalnya setiap ada acara keluarga, dia dan Fargo harus tampil bersama. Di hadapan banyak orang termasuk keluarga—mereka hanya tahu Kimberly dan Fargo layaknya pasangan sempurna. Padahal semua itu hanyalah tipuan belaka.

Sepanjang perjalanan, Kimberly memasang wajah jengkel dan kesal.

“Fargo, kenapa kau memberitahuku mendadak seperti ini?” tanya Kimberly seraya mengalihkan pandangannya menatap Fargo yang menyetir. “Harusnya kau bilang jika ada acara keluarga.”

“Aku juga baru tahu tadi sore. Ibuku menghubungiku, paman tiriku yang tinggal di Seattle sedang berada di Los Angeles. Itu kenapa keluarga besar mengadakan makan malam bersama,” jawab Fargo datar memberi tahu Kimberly.

“Paman tirimu?” Kening Kimberly mengerut, menatap serius Fargo.

“Damian Darrel, saudara tiri ibuku. Sekarang dia berada di Los Angeles. Kau pernah bertemu dengannya saat di pesta pernikahan kita. Dia memang jarang berada di Los Angeles. Dia lebih menyukai tinggal di Seattle. Dia ke sini hanya jika ada pekerjaan yang memang mengharuskannya untuk datang,” jawab Fargo lagi memberi tahu.

Kimberly terdiam beberapa saat mengingat nama ‘Damian Darrel’. Ingatannya langsung tertuju pada paman tiri dari suaminya itu. Damian dan Fargo tak memiliki hubungan darah sama sekali. Waktu itu Kimberly pernah diceritakan Deston Darrel, kakek tiri Fargo, menikah dengan Rula Wylie, nenek kandung Fargo. Deston dan Rula menikah dalam keadaan telah memiliki anak sebelum pernikahan mereka.

Saat Fargo dan Kimberly telah tiba di mansion keluarga Darrel, mereka segera masuk ke dalam mansion. Tampak senyuman di wajah Kimberly terlukis melihat mertuanya menyambut kedatangannya dengan sangat hangat dan ramah.

“Kimberly, kau cantik sekali,” puji Fidelya, ibu mertua Kimberly.

“Terima kasih, Mom. Mommy juga sangat cantik,” balas Kimberly memuji sang mertua.

“Apa kabar, Kimberly?” Deston, kakek tiri Fargo, menyapa dengan hangat. Meski usia tak lagi muda, tapi dia masih sangat tampan dan gagah.

“Baik, Grandpa. Kau sendiri bagaimana?” Kimberly balik bertanya dengan sopan.

“Baik. Aku juga baik,” jawab Deston hangat.

“Grandpa, di mana Paman Damian?” tanya Fargo yang tak menemukan keberadaan paman tirinya itu.

“Ck! Anak itu tadi bilang sudah di jalan, tapi kenapa sampai sekarang belum juga tiba,” ucap Deston kesal.

“Dad, lihatlah orang yang kita tunggu sudah datang.” Fidelya berucap pada Daston seraya mengalihkan pandangannya pada sosok pria tampan yang baru saja masuk ke dalam rumah. Pun semua orang yang ada di sana mengalihkan pandangan mereka pada sosok pria yang baru saja tiba itu.

Seketika raut wajah Kimberly berubah. Matanya menyorot lekat sosok pria yang datang. Dia seperti tak asing melihat mata pria itu. Namun tidak! Kimberly yakin itu hanya perasaannya saja. Di dunia ini banyak orang yang memiliki manik mata cokelat gelap.

“Damian, kau dari mana saja? Kenapa kau baru datang?” seru Deston seraya menatap tajam putranya yang baru saja datang.

“Maaf, tadi ada yang harus aku kerjakan,” jawab Damian dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Detik selanjutnya, tatapan Damian teralih pada sosok wanita cantik dengan balutan gaun berwarna silver model tali spaghetti. Parasnya anggun menawan. Bibir ranum penuh itu dibalut lipstik berwarna merah, membuat sosok wanita itu sangat seksi.

Long time no see, Paman. Aku rasa aku tidak perlu mengenalkan lagi. Kau pasti kenal di sampingku ini Kimberly, istriku.” Fargo berucap kala dia merasa Damian sejak tadi tak henti menatap Kimberly.

Senyuman misterius di wajah Damian terlukis. Tatapan pria itu tak lepas menatap manik mata hazel Kimberly yang terlihat sedikit bingung. Lantas Damian mendekat pada Kimberly, menatap dalam dan penuh arti wanita itu.

“Baru saja kita bertemu, sekarang kita bertemu lagi. Nice to see you again, Kim.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status