Pelupuk mata Kimberly bergerak-gerak bersamaan dengan bulu mata lentik yang juga ikut bergerak. Sayup-sayup ketika mata Kimberly sudah terbuka, sorot mata pertama kali menangkap cahaya berwarna kuning berasal dari lampu mewah kamar hotel.Rasa pusing di kepala mulai menyerang. Kimberly memilih memejamkan mata sebentar demi mengurangi rasa pusing di kepalanya. Entah dia tak mengerti kenapa kepalanya bisa sampai sakit seperti ini. Tak hanya sakit saja, tapi juga berat. Tubuhnya benar-benar terasa lemah tak memiliki energy untuk bergerak.Hingga ketika pusing di kepala Kimberly mereda, wanita cantik itu kembali berusaha membuka matanya. Sorot matanya mengendar ke sekitar, melihat dirinya di hotel tempat di mana dirinya menginap. Lantas, tatapan matanya menoleh ke samping tak ada siapa pun.Napas Kimberly berembus pelan sambil terdiam sejenak. Ingatannya langsung otomatis tergali akan apa yang sebelumnya terjadi. Dia mengingat Damian datang dan sempat berdebat dengannya, sampai akhirnya d
Kimberly menatap begitu banyak makanan yang terhidang di atas meja. Mulai dari aneka pasta, steak, seafood, taco, aneka dessert. Sungguh, Kimberly tak menyangka pelayan akan menghidangkan begitu banyak makanan di atas meja. Dia tahu ini sudah jam makan malam, tapi Kimberly tak pernah mengira makan malam yang disajikan untuknya dan Damian malah seperti makan malam untuk lebih dari sepuluh orang.“Nyonya, apa Anda ingin tambahan menu lainnya?” tanya sang pelayan kala sudah menghidangkan menu makanan di hadapan Kimberly.Kimberly mendesah pelan. “Makanan yang kau hidangkan saja banyak sekali. Bagaimana bisa aku meminta tambahan menu? Siapa yang memesan makanan sebanyak ini?”“Tuan Damian Darrel, Nyonya. Beliau mengatakan Anda sedang hamil. Jadi, Anda bisa bebas memilih menu makanan mana yang paling Anda sukai, Nyonya,” jawab sang pelayan sopan.Kimberly mendecakan lidahnya. Damian memang sudah benar-benar gila. Bisa-bisanya pria itu memesan begitu banyak makanan untuknya. Bayangkan saja,
Kimberly memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk ke dalam perutnya. Entah pagi ini sudah berapa kali dia ke kamar mandi. Tubuhnya benar-benar terasa lemah dan lemas. Bahkan kepalanya sejak tadi sudah berputar. Jika saja tak ada Damian di sampingnya, mungkin saja dia sudah ambruk.Pria tampan itu begitu cekatan memegang rambut Kimberly. Tak hanya itu saja, tapi sekarang Damian juga yang memutar keran warstafel, membasuh bibir Kimberly dengan air bersih. Tampak Kimberly sangat patuh kala Damian mengambil peran membantunya. Pasalnya memang Kimberly begitu lemah tak bisa untuk melawan. Meskipun Kimberly masih marah padanya, tapi dia memilih menyingkirkan ego dalam hal seperti ini.“Apa sudah lebih baik?” Damian menyeka bibir Kimberly yang basah menggunakan tisu.Kimberly menganggukkan kepalanya. Raut wajah Kimberly benar-benar lemah. Kehamilan kerap membuat Kimberly enggan untuk melakukan sesuatu. Seperti sekarang ini, setelah mual hebat yang dia inginkan hanya beristirahat.“Maaf
Kimberly menyimak dengan baik laporan dari Brisa tentang kondisi perusahaan. Asisten pribadi Kimberly itu bukan hanya melaporkan tentang perusahaan pribadi miliknya saja, tapi perusahaan milik Kimberly, bersama dengan Carol. Beruntung laporan yang dia dapatkan adalah laporan baik—yang mana semuanya tak memiliki masalah.“Nyonya Kimberly, ada lagi yang ingin saya laporkan pada Anda,” ujar Brisa penuh rasa sopan.Kimberly menatap Brisa. “Katakan, hal apa yang ingin kau laporkan?”“Begini, Nyonya, pengacara Anda mengatakan minggu ini jadwal sidang rasanya tidak memungkinkan, kecuali kondisinya Tuan Fargo tidak menghalangi perceraian ini. Semua terhambat karena Tuan Fargo selalu saja menunda-nunda,” kata Brisa melaporkan—dan langsung membuat Kimberly meloloskan umpatan pelan.“Sampai kapan pria berengsek itu menunda perceraian?!” geram Kimberly kesal. Dia sudah tak sabar ingin berpisah dengan Fargo. Terlebih kondisinya sekarang sedang mengandung anak Damian. Akan lebih baik jika dirinya b
Damian duduk di kursi kebesarannya seraya menatap grafik saham milik perusahaan Fargo di pasar saham. Aura wajah dingin dan terselimuti ketegasan itu memberikan tatapan yang begitu lekat ke grafik saham perusahaan Fargo. Sore ini tujuannya ke kantor karena memeriksa dokumen penting yang harus segera disetujui. Sekarang setelah Damian memeriksa beberapa pekerjaannya, dia langsung melihat posisi perusahaan Fargo.“Tuan, apa yang akan Anda lakukan sekarang?” tanya Freddy yang berdiri tepat di hadapan Damian.“Perusahaan Fargo meski sedang terpuruk, tapi tidak akan langsung bangkrut dengan mudah. Biarkan saja dulu seperti itu. Aku ingin sekarang kau melakukan sesuatu,” jawab Damian dengan begitu serius. Ada alasan khusus dia tak langsung membantu Fargo. Lagi pula Fargo belum di ujung tanduk.“Apa yang Anda butuhkan, Tuan?” tanya Freddy sopan.Damian menggerakan gelas berkaki tinggi di tangannya. “Sampai detik ini, Fargo selalu menolak bercerai, kau selidiki alasan kuat kenapa Fargo tidak
Suara kicauan burung saling bersahutan menyambut mentari pagi. Perlahan, Kimberly yang tertidur pulas pun mulai terbangun. Wanita cantik itu merentangkan kedua tangannya—menggeliat, dan menguap. Saat matanya sudah terbuka, tatapannya menoleh ke samping—mendapati ranjang di sampingnya sudah kosong.Kimberly mengendarkan pandangannya ke sekeliling kamar, mencari keberadaan Damian. Namun, Kimberly tak menemukan sama sekali keberadaan pria tampan itu. Rasanya tak mungkin Damian pergi ke kantor tanpa berpamitan dengannya. Dia sangat mengenal sang kekasih yang pasti akan berpamitan jika pergi ke mana pun, tapi ke mana Damian pergi?Kimberly memasang telinga dengan baik, memastikan bahwa tak ada suara gemericik air di kamar mandi. Benar saja! Tak ada suara apa pun. Semua sunyi senyap. Tidak biasanya Damian pergi tanpa pamit. Apa Damian menjawab telepon? Banyak terkaan muncul dalam otak Kimberly saat ini.“Ck! Ke mana Damian pergi?” Kimberly mulai kesal, karena Damian pergi tanpa membangunkan
Suara Damian berseru dengan lantang, dan penuh ketegasan. Raut wajah Damian menunjukkan jelas aura emosi dan amarah tertahan. Kilat mata cokelat gelapnya terus menatap Fargo tajam. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Dia tak peduli pada apa pun. Sebab pada akhirnya semua akan terbongkar. Tubuh Deston dan Olsen mematung menatap Damian tajam. Pancaran mata mereka menunjukkan jelas tatapan terkejut, tapi tak percaya begitu saja. Ruang meeting itu semakin mencekam akibat tatapan tajam semua orang. Fargo yang berdiri tak jauh dari Damian—memberikan tatapan tajam yang terselimuti kemarahan membara.“Jangan main-main dengan ucapanmu, Damian!” bentak Deston keras, dan menggelegar. “Damian, kau jangan gila! Ucapanmu itu konyol! Kami mengenal Kimberly dengan baik!” seru Olsen dengan nada tinggi penuh amarah.Damian masih bergeming di tempatnya dengan tatapan yang masih dan terus menatap tajam Fargo. Aura wajahnya menunjukkan jelas keseriusan dan ketegasan. Tak ada sedikit pun
Kimberly duduk di ranjang kamar hotelnya seraya menatap ke layar ponsel miliknya. Sampai detik ini Damian belum menghubungi, ataupun mengirimkan pesan singkat padanya. Padahal biasanya Damian selalu mengirimkan telepon ataupun pesan singkat. Namun, kenapa malah sekarang tidak sama sekali? Tadi pagi memang Damian menuliskan note untuknya, tapi itu hanya sekedar note. Dia tetap masih kesal pada Damian yang pergi ke kantor tanpa membangunkannya.Apa Damian benar-benar sibuk dengan pekerjaannya? Atau malah Damian bertemu dengan Keiza? Sungguh, hati Kimberly menjadi cemas tak menentu. Yang muncul dalam pikiran Kimberly adalah Damian bertemu dengan Keiza. Dia yakin pasti Keiza masih berada di Los Angeles. Entah kenapa dia memiliki keyakinan seperti ini. Walaupun Damian mengatakan hubungannya dengan Keiza sudah berakhir, tapi tetap saja kecemburan dan marah masih ada. Ditambah hormon kehamilan membuatnya jauh lebih sensitive.Kimberly berusaha keras menepis pikiran negative-nya, dia bangkit