Share

6. Bukit Ying

Setelah lelah membaca cerita yang dituliskan oleh Qin Lang, Qin Lian merasa mengantuk dan tertidur dengan kepalanya di atas buku tebal itu.

"Qin Lian apa yang kau lakukan?" Qin Yue terkejut mendapati adiknya malah mengiler di atas buku kesayangan ayah mereka itu.

"Kenapa? Aku kenapa?" tanya anak itu dengan matanya setengah tertutup.

Anak lelaki yang satu ini memang agak berbeda. Meski dia pangeran, sikapnya tidak jauh berbeda dengan ibunya yang terkesan santai dan tidak terlalu memikirkan banyak aturan.

"Bersihkan," perintah Qin Yue pada pangeran blangsakan itu memberikan sapu tangan dan dia sendiri membereskan buku yang agak basah itu.

"Aku hanya mengantuk," protes anak itu masih malas membuka matanya.

"Tidurlah kalau mengantuk, mengapa kau malah tidur di sini. Kalau buku itu rusak kita akan menambah duka cita di hati ayah," jelas Qin Yue dengan sabar dan tabah.

Seperti Qin Lang yang selalu sabar pada Wang Yin---menghadapi segala tingkahnya, begitu pula Qin Yue pada adiknya yang satu ini.

"Antar aku, gendong," pinta anak itu dengan manja.

Sudah berhari-hari mereka bebas keluar dan masuk ruangan itu sambil terus membaca kisah orang tua mereka.

Dan yang paling menyenangkan bagi Qin Lian adalah bab yang berjudul Bukit Ying walau kemudian judul itu berubah menjadi Lady of Wang.

Mungkin Qin Lang sendiri masih ragu soal judulnya atau tidak tidak bisa memilih dua judul itu.

Di sana dikisahkan bagaimana Wang Yin mendapatkan senjata ajaibnya, menciptakan Jenderal Li Wen yang hampir meninggal karena serangan brutal oleh Liu Ji.

Lagi-lagi Liu Ji. Sampai Qin Lian tidak tahu seberapa besar dia harus membenci manusia bernama Liu Ji itu dan hukuman apa yang pantas diberikan padanya.

Barangkali kematian terlalu enak.

"Tidurlah," kata Qin Yue setelah mengantar adiknya ke kamarnya sendiri.

Sejak usia tiga tahun mereka berdua sudah berpisah kamar walau salah seorang pasti kadang-kadang kabur ke kamar yang lainnya jika tidak ada yang mengetahuinya.

"Putri, apa yang Anda lakukan malam-malam begini?" tanya Lin Wen agak terkejut mendapati sang putri malah berlatih pedang di malam hari.

"Paman Ning, seharusnya aku yang bertanya, mengapa Paman ke sini malam-malam?"

Qin Yue menyarungkan pedangnya dan mendekati Lin Wen, sang Jenderal Li Wen yang legendaris itu. Konon, dia sendiri pernah membunuh ribuan orang dalam satu peperangan saja.

"Aku jaga malam, Yang Mulia," jawab Lin Wen dengan sopan.

Qin Yue tersenyum.

"Paman tidak perlu formal, terutama jika hanya ada kita saja."

Lin Wen mengangguk dengan sopan. Dia adalah tipe yang tidak enakan, setia, patuh dan selalu ada saat dibutuhkan walau dirinya hanya seorang jenderal kaku yang bisa berpikir.

"Paman, aku ingin bertanya, apakah Paman punya waktu untuk bercerita?" tanya Qin Yue memulai kisah tentang ibunya.

"Tentu saja, cerita tentang apa itu?" tanya Lin Wen agak gugup. Dia selalu gugup jika berhadapan dengan Qin Lang dan sekarang anak ini. Wajah dan auranya persis dengan Raja Qin itu sampai-sampai rasanya Lin Wen sedang berhadapan dengan orang yang sama.

"Ini soal ibuku. Ibuku orang yang seperti apa?" tanya Qin Yue memulai dengan pernyataan sederhana dan paling umum.

Lin Wen melamun sejenak lalu dia berani bercerita setelah mengumpulkan informasi di otaknya dan juga keberaniannya.

"Master adalah orang yang baik, suka membantu semua orang, menolong orang lemah. Selain itu dia periang, suka mengganggu dan menggoda Yang Mulia. Lalu sangat pandai memanah bahkan dalam kondisi mata terpejam, suka makanan pedas dan bercita rasa tinggi, lalu suka arak," kata Lin Wen tanpa rasa bersalah.

"Arak?" jerit Qin Yue agak terkejut. Fakta ini belum pernah dia temukan di dalam catatan Qin Lang yang mana pun.

"Benar, Master bisa minum arak sepanjang hari tanpa mabuk. Tapi setelah dia mengetahui dirinya mengandung kalian berdua, maksudku Putri dan Pangeran, Master berhenti mengkonsumsi arak dan makanan pedas. Setiap hari makan makanan sehat dan juga tidur teratur. Biasanya akan tidur tengah malam dan bangun agak siang," jelas Lin Wen dengan agak tersenyum mengenang masa lalu itu.

Qin Yue awalnya terharu pada penjelasan Lin Wen, tetapi akhirnya dia malah ingin tertawa.

Jelas sekali sifat adiknya itu merupakan turunan dari ibu mereka. Jadi, itulah sebabnya Qin Lang tidak pernah bisa memarahi Qin Lian. Ternyata dia sama persis dengan perempuan yang sangat dia cintai.

"Wajar saja," gumam Qin Yue tanpa sadar.

"Hm?"

Lin Wen merasa mendengar sesuatu yang tidak jelas.

"Paman, apa menurutmu adikku, Qin Lian sangat mirip dengan ibu? Maksudku selain wajahnya," tanya Qin Yue penasaran.

Lin Wen mengangguk.

"Mereka adalah bagai satu orang. Sama seperti Anda seperti satu orang dengan Yang Mulia," jelas Lin Wen.

Wajahnya bersemu merah hanya karena bercerita soal hal-hal seperti itu.

Tak disangka Jenderal Li Wen yang terkenal sangat kuat dan ganas bisa menjadi sangat pemalu dan gugup.

"Ah, jadi itu sebabnya Paman selalu gugup ketika berbicara denganku?" tanya Qin Yue berani mengambil kesimpulan.

Lin Wen tidak menjawab hanya menunduk dan mengangguk tiga kali.

"Paman dari sekarang tidak perlu seperti itu. Aku bukan ayahku. Lalu ayahku juga sebenarnya tidak sejahat itu, kan?"

Qin Yue menatap Lin Wen dengan sorotan mata meminta penjelasan.

"Ti-tidak. Tentu saja Yang Mulia tidak jahat, tidak pernah jahat. Aku tidak pernah melihat Yang Mulia marah kecuali jika itu berkaitan dengan Master," jelas Lin Wen dengan wajah sendu.

Dia membayangkan kapan lagi bisa kedua manusia itu bersatu dan membuat keributan di istana.

Dia rindu tawa dan canda Wang Yin saat bersama Qin Lang atau saat menggodanya. Dia merindukan banyak hal.

"Paman, terima kasih. Bisakah kau rahasiakan pertemuan kita malam ini? Aku khawatir ayah akan sedih jika tahu kita membicarakan ibu," jelas Qin Yue.

"Baiklah, aku tidak akan mengatakan apa pun," ucap Lin Wen berlutut menunggu tuan putri itu pergi.

Qin Yue mengambil pedangnya dan masuk ke dalam kamarnya. Sebelum dia tiba, dirinya dikejutkan oleh sosok Qin Lang yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Ayah," sapanya dengan agak canggung.

Mereka berdua adalah pendiam dan selalu kehabisan kata ketika hanya berdua saja.

Selama ini, Qin Lian adalah orang yang membuat pembicaraan mereka tidak pernah habis dan suasana menjadi hidup.

Ketika netra emas mereka saling menatap, ada perasaan aneh yang sangat sulit dijelaskan. Seperti sedang melihat diri sendiri.

"Kau dari mana?" tanya Qin Lang akhirnya setelah beberapa menit hanya diam saja.

"Berlatih," jawab anak itu dengan singkat.

"Sejauh mana latihanmu?" tanya Qin Lang lagi akhirnya menemukan topik untuk dibahas.

"Tidak buruk," jawab Qin Yue sama seperti gaya bahasa Qin Lang.

Qin Lang merasa dirinya sudah kehabisan kata-kata, entah apa lagi yang akan dia tanyakan. Dia sangat membutuhkan Qin Lian atau Wang Yin di antara mereka.

"Bagaimana kabar, Ayah," tanya Qin Yue akhirnya memberikan perhatian.

"Tidak buruk," jawabnya.

Mereka kembali terdiam dan membeku tanpa ucapan dan gerakan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ayah," panggil Qin Lian akhirnya muncul dari kamarnya.

Pangeran itu tampak mengantuk dan masih mengucek matanya.

"Qin Lian mengapa kau keluar malam-malam?" tanya Qin Lang mengusap kepala anak itu.

"Aku bermimpi buruk. Aku juga memimpikan ibu, aku tidak mau tidur sendiri. Aku akan tidur dengan kakak," jawabnya dengan malas dan suara agak kurang jelas karena mengantuk dan kesal.

Qin Lang menggendong tubuh Qin Lian yang masih kecil dan berniat membawanya ke kamarnya.

"Kau ikutlah," kata Qin Lang menatap Qin Yue sejenak.

Anak itu tampak bingung dan canggung.

Tanpa bicara, Qin Lang menggendongnya dengan lengannya yang bebas.

Kekuatan lengan Qin Lang bukan main dan membawa dua anak sekaligus bukanlah hal berat baginya.

Meski agak terkejut, Qin Yue akhirnya menempelkan dagunya pada pundak ayahnya dan kembarannya pada pundak yang lainnya.

Walau tidak pernah terlalu romantis, Qin Lang sudah berusaha menjadi ayah dan sekaligus ibu bagi mereka selama lima tahun lebih ini.

"Aku mencintai ayah dan ibu," gumam Qin Yue dalam hatinya.

Malam itu mereka tidur bertiga seperti keluarga walau sebenarnya itu agak jarang dilakukan oleh keluarga kerajaan. Namun, siapa yang akan berniat memarahi Qin Lang?

Qin Qiu tentu akan memikirkan hal lain dibandingkan hal-hal seperti itu karena dia sendiri sudah tidak sanggup melihat keponakannya menderita seperti itu selama ini.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status