"Tunggu."Perkataan Aldrich membuat perasaan Agatha dan William gelisah, saat Aldrich memeriksa pernapasan Gema. Selain tubuhnya yang penuh luka, kondisinya tampak lemah. Agatha pun menangis. "Tu–tuan, apakah bibi Gema masih hidup?""Ya, tapi ... dia sangat pucat sekali. Sepertinya kehilangan banyak darah." Lalu Aldrich menatap William. "Kau bawa bibi Gema ke rumah sakit sekarang. Biar aku yang menangani si keperat itu.""Tapi Tuan? Jika Anda melawan Zack sendiri, itu terlalu berisiko. Saya harus menemani Anda—"Mata Aldrich melotot, William pun seketika mengatupkan bibir. "Nyawa bibi Gema dalam bahaya. Jangan banyak omong dan bawa dia ke rumah sakit sekarang!" perintah Aldrich begitu marah. "Ba–baik, Tuan."William tak berani membantah, langsung mengangkat tubuh Gema ke dalam mobilnya dan membawanya ke rumah sakit. "Bey.” Aldrich menegang sangat khawatir, saat mendengar teriakan wanita itu. "Suaranya dari lantai atas. Apakah kamar Bey ada di sana?" Agatha mengangguk , Aldrich se
"Maksudnya?” Aldrich tak mau percaya diri dulu sebelum memperoleh kejelasan."Golongan darahmu itu O, jadi aku minta tolong. Bolehkah aku meminta bantuanmu... kali... Ini Al? Aku tak mau darah bajingan itu masuk ke tubuh anakku,” elak Beyonce. Beyonce masih sulit untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia gugup sekali tak berani menatap Aldrich seraya menundukkan wajah.Ekspresi salah tingkah ini diamati Agatha dengan senyuman kecil. Ia sekarang mengerti arahnya kemana."Oh... tidak masalah. Ternyata kau masih ingat golongan darahku, aku kira kau sudah lupa," kata Aldrich santai dengan senyuman tak lepas memandangi Beyonce. Cukup lama situasi ... canggung ini terjadi. Tapi entah mengapa? Rumah sakit yang biasanya beraroma obat, berganti aroma bunga? "Terima kasih," ucap Beyonce lirih. Tapi lega sekali saat menyatakannya, tak seperti biasa dia selalu jengkel sewaktu melihat Aldrich. Apakah benteng kokoh yang selama ini membentang di hati Beyonce runtuh dalam satu waktu? Hanya karena pria
"Kau mengagetkanku Tuan Willy. Astaga!" Agatha mengurut dada, dia pikir William hantu tiba-tiba muncul."Maaf, Nona Agatha." William terkekeh, lama berkumpul dengan Aldrich dan tak pernah mendekati wanita, ia jadi lupa cara berkomunikasi yang baik dengan seorang gadis.Agatha tersenyum sambil menyisipkan anakan rambut. "Tidak apa-apa. Oia, tawaran Anda apa masih berlaku?”"Tentu, tunggulah disini dan jangan kemana-mana. Biar aku ambil mobil dulu, oke!" tutur William bergegas lari menuju parkiran."Sepertinya Tuan William baik. Tapi apa kebaikannya tulus?" Berkaca jauh, setelah kejadian Zack tadi nyatanya membuat Agatha waspada ke pria manapun. Ia menjaga jarak walau duduk berdua dengan William di mobil. *****"Bey, ini pakaian untukmu." Aldrich menyerahkan paper bag itu."Dari Agatha ya? Cepat sekali, dia kembali ke sini? Di mana dia sekarang?" tanya Beyonce sambil melihat keluar, tapi bayangan Agatha tak tampak. "Bukan, dia baru diantar pulang oleh Willy. Itu, aku yang menyuruh Wil
Senyum tak pudar di wajah Beyonce, meski mobil Aldrich tak lagi di depan mata. Tetapi, senyum Aldrich terkikis begitu melihat nama sang bibi terpampang di layar ponselnya. “Ada apa bibi menghubungiku sejak tadi?” Dia malas mengangkatnya, baginya Halves itu mengganggu. Apalagi saat ia sedang bersama Beyonce. Drrrt ….Kembali berdering, sampai William yang mulanya acuh mengintip lewat spion, terusik ingin bersuara. “Tuan, mungkin Nyonya Halves mengabarimu karena hal penting,” ucap William dari sana. Mulanya Aldrich diam, lalu mengangkatnya lagi dengan terpaksa. Sebab jika tak diangkat, telinganya mungkin bisa-bisa pengang mendengar dering ponsel itu. “Ya, Bi. Kenapa?” tanya Aldrich dengan nada malas. “....”Suara di balik telepon membuat Aldrich mengumpat isi seluruh kebun binatang. Ternyata, yang menelepon bukan Halves melainkan Veneta. Aldrich pun menutup telepon, berpikir itu hanya taktik Veneta mencari perhatiannya. “Tunggu, Al. Buat apa aku membohongimu? Sebentar, aku akan
"Kapan kau kembali dari Spanyol?" tanya Beyonce dengan agak sedikit memundurkan langkah, saat pria itu mendekat."Baru saja aku tiba. Ke sini menemui ibuku ... tak sengaja melihat mobilmu. Jadi, aku berniat menyapamu dulu dan Zico,” jawab Vincent dengan sedikit dusta, kendati tak mungkin untuk jujur ingin bertemu dengan Beyonce lebih dulu. Melihat ekspresi wanita itu tak hanya terkejut, tapi juga menghindar. Beyonce hanya mengangguk lalu bertanya, “Tapi kau sudah bertemu dengan Bu Mila?”“Ee, sudah.” Vincent terpaksa berbohong lagi. Jangankan ke ruang kepala sekolah sebagai tujuan awal. Haluannya seketika berpindah, saat melihat mobil Beyonce. Ah! Rindu itu memang berat, cinta memang buta. Seperti yang dirasakan Vincent sekarang. Sementara itu, Zico yang mendengar suara Vincat. Tak ayal mengeluarkan kepalanya ke luar jendela.“Hai, Coach.” Zico menyapa dengan lambaian tangan, seiring senyumnya yang manis. “Olá, Zico, venha cá!” sapa balik Vincent, memanggilnya mendekat. Zico ber
"Denize begitu yakin, kalau Zico adalah darah dagingku setelah aku bercerita soal donor darah waktu itu, Willy.”William mengangguk. "Saya juga sepakat dengan Tuan Danize, Tuan Al. Jika teringat pengakuan Zack sewaktu kita mengunjunginya di sel. Kalau ia tak pernah menyentuh Nyonya Bey, sejak kejadian itu sampai dia hamil." “Bey tak pernah menikah lagi …” Aldrich langsung menegapkan duduknya lebih bersemangat saat melanjutkan perkataannya. “Jadi, caraku terbebas dari pernikahan sialan dengan Veneta. Sekaligus bisa mendapatkan pewaris untuk seluruh harta kekayaanku ini. Hanya kalau Beyonce mau mengaku Zico anakku dan dia mau aku nikahi.”“Tepat sekali, Tuan.”“Peduli setan dengan disfungsi ereksi yang penting aku punya anak dan istri, betul kan?”“Tepat sekali, Tuan.”“Sejak tadi, kau terus berkata tepat-tepat. Dasar tak kreatif!” Aldrich memicingkan matanya itu, membuat William seketika terdiam dan menunduk. “Sekarang urus perjalananku ke Estado, Willy!” Pikirnya setelah Zack dip
"Paman Al, aku rindu!" Mata Zico berkaca-kaca, ia langsung mencampakkan sekrupnya ke bawah pasir dan meninggalkan Vincent yang terperangah. Ketika Zico malah beranjak menghampiri Aldrich lalu memeluk kakinya sangat erat. Pemandangan itu membuat semua orang terharu, tak terkecuali Beyonce. Hatinya berdesir melihat pertemuan anak dan ayah kandung yang—hubungan darahnya masih ia sembunyikan. Sungguh hatinya bertabuh antara gamang harus mengatakannya atau tidak? "Kau merindukanku, Sayang." Aldrich menciumi pipi Zico kanan dan kiri, dengan satu tangannya masih tersembunyi di belakang membawa sebuah buket bunga untuk sang pujaan hati. "Sangat! Kenapa Paman Al jarang mengunjungiku dan Mama?" protes Zico. "Aku sibuk sayang, maaf. Banyak pekerjaan yang harus ditangani," jawab Aldrich lalu mengusap punggung Zico. "Oh. Tapi, Paman tahu, tidak? Mama pernah mengira mobil rolls royce yang lewat depan ruko waktu itu milik Paman Al? Eh, ternyata bukan." Zico cenderung berbisik, tapi karena po
"Hadiah apa yang kau maksud?" tanya Beyonce dengan menatap tajam Vincent yang juga menatapnya penuh arti. Entah mengapa risih sekali ditatap seperti itu? Ia bahkan langsung cemberut. “Oh, hanya hadiah kecil sebagai apresiasi Bey. Tak ada yang aneh, justru hadiah itu akan membuatmu senang,” jawab Vincent berniat dengan semakin mendekati wanita itu. Melihat itu, Aldrich geram. Refleks menggeser tubuh tingginya ke depan Beyonce. Ia sengaja menghalangi jangkauan mata Vincent sehingga yang bisa dilihat hanya dirinya. "Santai Pak Jonas, kenapa kau harus emosi?" kekeh Vincent dengan seringai mengejek, maju sambil menepuk dada Aldrich pelan yang tampak memicingkan mata. Lalu ia agak mencondongkan bibirnya ke telinga Aldrich. "Kita bersaing secara sehat. Saya tak takut pada Anda, meski Anda ketua federasi sepak bola!"Dada Aldrich naik turun, mengepal tangan di kedua sisinya menahan emosi. Kurang ajar sekali pikirnya Vincent ini, berani mengajaknya bersaing. Dilihat dari kedudukan, harta, ke