#54
Rian memaku dan bergeming di tempatnya. Ia sungguh menyayangkan sikap Galih yang menurutnya sangat kekanakan. Bagaimana bisa ia lebih memilih percaya pada ucapan orang lain yang belum tentu benar, daripada ucapan wanita yang menjadi istrinya kini.Sungguh, hal itu membuat Rian tak habis pikir. Padahal, dia yang dulu disuruh Galih untuk mendekati Laras pun, merasa dan dapat menilai kalau Laras adalah wanita yang baik dan tak pernah macam-macam.Rian bahkan sempat jatuh cinta pada Laras kala itu. Tapi, akhirnya harus mundur saat Galih akhirnya menyatakan cinta dan melamar Laras.'Dia nggak tahu aja, kalau banyak lelaki yang akan menunggu Laras menjanda lagi,' batin Rian kemudian. Lelaki itu pun tak tahan untuk bicara lagi.Dia putuskan untuk membantu Galih, dan menasehati nasib rumah tangganya yang berada di ujung tanduk."Gal, sepertinya lo harus pulang dan minta maa#55Laras pingsan dan tak sadarkan diri dengan tiba-tiba. Ia tak dapat lagi menahan sakit luar biasa yang mendera perutnya."Astaghfirullah! Bu Laras!" pekik ketiga asisten Laras secara bersamaan.Mereka sangat terkejut saat tiba-tiba Laras terjatuh dan tak sadarkan diri. Mereka saling berpandangan, dan sepersekian detik kemudian mereka mendekati tubuh Laras. Memanggil nama Laras, serta mengguncang tubuhnya dengan lembut."Bu, Bu Laras, bangun, Bu," ucap Nela panik. Asisten paling muda di antara yang lainnya itu pun terlihat paling panik. Dia begitu menyayangi dan menghormati Laras karena kebaikannya."Kita harus cari bantuan, Mbak Rasti. Sebentar, saya keluar dulu siapa tahu ada yang mau bantu," tutur Rena dengan terburu-buru. Ia juga sama paniknya dengan yang lain. Apalagi mengingat jika rumah tangga Laras seperti sedang bermasalah.Tapi, Rena tak akan membicarakan hal
57Tak lama kemudian, Galih kembali ke rumah sakit dengan membawakan makanan untuk Laras. Ia mempercepat langkah kakinya saat ruangan Laras sudah terlihat di depan mata. Ia segera berlari kecil setelah dekat dengan pintu.Lelaki itu membuka pintu, dan ketiga pasang mata yang ada di ruangan itu segera menoleh ke arah pintu."Kenapa lama banget, Gal," protes Bu Irma pada putranya. Wanita paruh baya itu memanyunkan bibirnya."Ma–maaf, Ma. Tadi di penjual buburnya lumayan ngantre sih," sahut Galih seraya berjalan mendekati ranjang."Ya sudah, sini cepetan kamu suapin makannya, Laras. Mama sama papa juga mau cari makanan dulu ke luar," ujar Bu Irma sambil bersiap untuk pergi. Ia melirik suaminya yang terlihat masih duduk santai di atas sofa."Ayo, Pa, kita beli makanan dulu," ajak Bu Irma. Tangannya terulur pada sang suami."Ayo, Ma. Galih, Laras, kita pergi dulu, ya," ucap Pak Dhanu berpamitan pada anak serta menantunya.Padahal dia kurang mengerti kenapa istrinya mengajaknya untuk kelua
#59"Sial! Sial! Gara-gara ibu-ibu tadi sih, aku gagal ngintipin si Laras dan apa yang sedang Mas Galih bicarakan dengan ibunya Laras!" gerutu Tasya sembari terus melangkahkan kakinya dengan dihentak-hentakkan ke lantai.Rasa kesal sedang melandanya karena merasa jika rencananya tidak berjalan sempurna."Ini semua gara-gara ibu-ibu itu, deh! Siapa sih dia? Mana marahnya kenceng banget lagi. Malu banget diliatin orang-orang tadi," gerutunya lagi sambil terus melangkah keluar dari area rumah sakit.Ya, gadis itu adalah Tasya yang sedang penasaran dengan keadaan Laras. Sehingga, dia bisa berada di sini.Kecerdikannya telah membuatnya bisa mengetahui keberadaan Laras. Dan hal itu karena tak lain, ada seseorang yang sudah menginfokan padanya. Dan orang itu sangatlah dekat dengan Laras dan Galih."Sial deh! Jadi, rencanaku gagal lagi gitu buat misahin mereka! Ah, sebel anjay!" Ia terus menggerutu sepanjang langkahnya.Ia mengira jika rencananya sudah berhasil dan hasutannya kala itu akan m
#61Bu Intan terus uring-uringan setelah beradu mulut dengan Aluna. Wanita paruh baya itu seolah tak terima dengan upah yang diberikan Aluna. Merasa tidak sepadan dengan kesulitannya mengasuh Jelita. Ya, walaupun pada kenyataannya, tak banyak yang dilakukan Bu Intan.Malah, Jelita tidak bisa reda tangisnya. Hanya diam saat anak itu kelelahan menangis. Jelita justru semakin menjadi dan keras saat Bu Intan mengasuhnya."Huh, awas saja! Aku aduin dia sama Angga! Benar-benar keterlaluan dia jadi mantu!" sungutnya kesal.Bu Intan sudah dikuasai emosi sehingga ia tak memikirkan hal yang lain. Termasuk Tasya yang tak kunjung pulang ke rumah, meskipun hari sudah beranjak malam.Malam itu, Angga sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar. Karena begitu banyak tuntutan dari Aluna, Angga harus mau lembur di kantor demi gaji lebihan yang diharapkan dapat untuk menambal beberapa kekurangan untuk pengeluaran rumah tangganya.Saat mobilnya berhenti di l
#63Pagi itu, Bu Intan tampak berjalan mondar-mandir gelisah di ruang tamunya. Pasalnya, ia menyadari kalau semalam Tasya tak pulang ke rumah. Dan bahkan nomor ponselnya pun tak dapat dihubungi sejak semalam hingga pagi ini. Hal itu semakin membuat Bu Intan khawatir atas keadaan dan kondisi Tasya. Entah harus bagaimana, ingin mengadukan hal ini pada Angga pun, Ia tak berani. Angga pasti akan marah kalau tau Tasya ternyata tidak pulang ke rumah dan Bu Intan ketahuan berbohong padanya.Bu Intan masih memiliki rasa takut dan segan. Takut kalau nanti Angga malah mengatakan jika dirinya tak becus dalam menjaga anak bungsunya dan entah apa lagi yang akan Angga lontarkan. Yang jelas, Bu Intan tak siap jika hal itu terjadi. Sehingga, berbohong dan menutupi tingkah laku Tasya adalah jalan yang dipilihnya. Ia tak mau Angga semakin murka padanya, dan berimbas akan mengurangi jatah bulanan yang diberikan Angga untuk mereka."Aduh, ini anak kemana sih? Ditelpon juga nggak aktif dari semalam. Tas
#65Usai menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama beberapa hari. Dokter yang menangani Laras akhirnya menyatakan jika kondisi Laras sudah kembali stabil dan diperbolehkan untuk pulang. Kabar itu disambut bahagia oleh keluarga Laras. Terutama oleh pasangan suami istri yang baru menjalani biduk rumah tangga itu.Mereka sangat bersyukur karena Laras akhirnya bisa kembali ke rumah. Dan kondisi janinnya sudah dinyatakan baik-baik saja. Selama masa perawatan, Galih pun seolah tak kenal lelah. Ia selalu siap siaga kalau-kalau Laras membutuhkan bantuan untuk mandi atau sekadar buang air ke kamar mandi. Ia benar-benar melakukan segalanya untuk menebus rasa bersalahnya pada Laras. Dan karena hari-hari yang telah Laras lalui dalam kesendirian dan kesakitan.Ya, seperhatian itu Galih terhadap istrinya. Setelah masalah rumah tangga yang menderanya itu, membuat Galih selalu dirundung rasa bersalah. Acapkali dirinya memandangi wajah polos Laras yang tengah terpejam. Dan setiap kali menatap
#67Malam itu, Laras berdiri di dekat jendelanya dan menatap gelap serta kelamnya malam. Ia membuka jendela itu sedikit agar kesiur angin malam dapat membelai wajahnya.Dari arah pintu, Galih membawakan segelas susu untuk Laras. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak Laras pulang dari rumah sakit. Perhatian Galih semakin tertumpah pada Laras. Sepulang dari mengurus cafe, Galih akan langsung pulang ke rumah.Ya, meskipun memang sejak menikah pun, Galih tak pernah pulang terlambat. Tapi, perhatian Galih seakan makin banyak dan bertambah setiap harinya."Lagi apa?" tanya Galih saat dirinya telah berhasil menghampiri Laras."Biasa, Mas. Aku lagi ngeliatin bulan, bintang dan benda yang ada di langit lainnya," sahut Laras cepat diiringi senyuman manisnya."Nih, diminum dulu susunya, Sayang." Galih menyodorkan segelas susu hangat untuk Laras. Lalu, wanita itu pun segera menerimanya dengan senang."Terima kasih, Mas," ujar Laras seraya mulai menyeruput pelan segelas susu yang sengaja dibuat Gal
#69Sepulangnya Angga ke rumah. Ia harus menerima tatapan sinis dari Aluna. Wanita itu sangat murka saat melihat suaminya seenaknya saja pergi tanpa membawa dirinya dan Jelita."Kamu dari mana aja sih, Mas?" tanya Aluna sinis ketika melihat Angga baru saja pulang dan masuk ke rumah."Cari udara segar lah. Biar nggak sumpek, di rumah," sahut Angga asal. Ia tak menoleh ke arah Aluna sedikit pun.Wanita itu tampak sibuk menggendong Jelita yang sedang rewel karena demam. Ia makin kesal karena kepergian Angga menggagalkan rencananya bertemu Feri. Ditambah lagi dengan Jelita yang rewel karena suhu tubuhnya panas.Bu Intan tak bisa dititipi Jelita, karena hari ini dia juga pergi untuk arisan dengan teman gengnya. Sementara Tasya tak mungkin bisa dititipi Jelita. Hal itulah yang membuat Aluna sangat murka."Emang kamu aja yang mau cari udara segar, hah!" ketus Aluna menatap tajam wajah suaminya yang tampan tapi menyebalkan."Bisa nggak sih sehari aja kamu nggak marah-marah, Lun! Aku cuma sehar