Share

Bab 131. Tamparan

Entah sudah berapa lama--detik, menit atau jam yang kuhabiskan menangis di depan Tsabit. Sungguh, aku ini tidak tahu malu, sudah besar masih saja cengeng. Malam kian larut, Tsabit menyampirkan jaket hitamnya di bahuku, lelaki yang sudah sah menjadi suamiku itu mengusap punggung ini seolah ingin mentransfer kekuatan agar aku tidak terus terisak layaknya anak kecil.

Jika dipikir-pikir Tsabit itu bagaikan lelaki pengganti bapak yang sebenarnya. Dia selalu ada di saat aku membutuhkan, sejak datang ke Sumedang Tsabit sama sekali gak mengeluh meski kelelahan tampak di wajahnya. Dia terus mengerjakan pekerjaan tanpa mengenal kompromi, aku sempat berpikir anak sultan sepertinya malas untuk beres-beres ternyata dia beda.

Aku benar-benar merasa bersalah, hanya saja aku masih bingung bagaimana mengekspresikannya. Pelan, aku hirup udara untuk mengisi rongga dada yang terasa sesak, tak ada lagi percakapan di antara kami yang ada hanya aroma maskulin dari jaket seorang Tsabit yang kurasakan menenan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status