Share

Bab 132. Wasiat

Pipi ini masih terasa panas dan telingaku rasanya berdenging karena saking kuatnya tamparan Teh Tari. Meski agak terhuyung aku mencoba menegarkan diri, seorang Hana tidak bisa diremehkan seperti ini.

Sungguh, aku tidak percaya, kakak tiriku berani menamparku tepat di hari Mamak meninggal. Bahkan kuburannya saja belum mengering.

Bagus! Bagus! Kini kakak tiriku menunjukkan taringnya, dia memang jahat. Dia tak pantas disebut manusia karena telah menghinakan saudaranya sendiri.

"Teh Tari, apa yang kamu lakukan? Apa maksudmu menyebutku pembunuh?" teriakku emosi.

Sumpah, saat ini aku sangat ingin menonjoknya tapi aku terpaksa harus mengendalikan diri demi menghormati mertuaku. Aku tidak ingin Bu Zela dan adik iparku terbangun gara-gara aku nge-reog tidak pada waktunya. Cukuplah, keributan ini terjadi sampai di ambang pintu, aku pun gak sudi mempersilahkannya masuk ke dalam rumah. Bagiku Teh Tari tak ubahnya sebagai benalu, dia gak berhak jadi kakakku.

"Karena kamu pantas disebut demikian!
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status