WANITA KEDUA 24 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lian cukup memahami ketakutan wanita di depannya. Apalagi dirinya pun sudah berjanji pada Aksa akan ikut menjaga Thifa demi sebuah persahabatan yang terjalin di antara keduanya. Meskipun kemungkinan besar membawa pengaruh untuk nama baik swalayan, ia akan berusaha profesional seperti dulu, yakni tidak membawa urusan pribadi ke dalam pekerjaan. “Kamu tenang saja. Saya juga sudah berjanji sama Aksa untuk mengatasi Thifa. Dan tentunya tidak mengeluarkan dia dari pekerjaan," jawab sang pemilik swalayan sembari tersenyum. Ia ingin kecemasan kedua sahabat itu bisa samar meski sesaat. “Pak Lian serius?" tanya Yula memastikan. “Iya. Saya ini pria yang memegang kata-kata sendiri. Dan hanya itu yang bisa saya lakukan untuk membantu Aksa. Sekarang baiknya kamu bergabung bersama karyawan lain. Kalau ada yang tanya Thifa, bilang saja tidak masuk karena sakit," jawab Lian, lalu masuk swalayan lebih dulu. Sementara wanita yang sejak tadi gelis
WANITA KEDUA 25 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMungkin benar tentang pepatah yang mengatakan bangkai akan tetap tercium juga meskipun sudah menyembunyikannya begitu rapat. Seperti halnya sebuah hubungan yang terjalin secara rahasia, semakin berusaha menutupi malah keadaan terkadang membuat ingin bercerita. Sebab ada masa berlaku untuk hati tetap kuat bertahan dari segala derita cinta. Wanita yang menanggung beban derita itu masih menatap istri sang penguasa swalayan dengan perasaan bingung. Antara menjawab jujur atau mencari alasan untuk keadaannya saat ini. Akan tetapi, mengetahui wanita di depannya adalah istri dari pria berwibawa membuat pikiran Thifa tidak berkeliaran jauh dan bisa dipercaya tentunya. Dengan keyakinan kisah asmaranya jatuh pada orang yang tepat, Thifa mencoba berbagi sedikit siksa perih. “Apa saya salah jika punya perasaan untuk Aksa, Bu?” tanya Thifa disertai gerimis turun dari kedua sudut matanya. “Saya tidak tahu harus apa sekarang. Semalam dia meminta maaf ji
WANITA KEDUA 25 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraDengan menguatkan hati sebisa mungkin, Thifa menarik napasnya dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia ingin sesak yang menyumbat dada sedikit berkurang setelah membaca pesan sang pria kedua kali. Bahkan, tenaga yang sempat lemah tidak berdaya perlahan kembali sedikit demi sedikit. Tanpa mengurangi rasa terima kasih, wanita yang mulai berdamai dengan keputusan sang pria mencoba berusaha berdiri untuk bekerja menyusul Yula—sahabatnya. “Saya mengucapkan terima kasih pada Bu Mayasha yang sudah menemani. Saya ingin masuk ke swalayan dan bekerja. Mumpung masih jam sembilan pagi,” pamit Thifa karena merasa lebih baik. Seketika Mayasha menghentikan keinginan wanita yang hatinya belum pulih secara menyeluruh. “Jangan! Kamu sebaiknya istirahat saja. Lagian Lian sudah memperbolehkan kamu ijin hari ini," cegahnya untuk menghindari pingsan kedua kali. “Tapi hanya berpura-pura sibuk, aku bisa melupakan meski sebentar. Kalau tidak ada kegiatan yang a
WANITA KEDUA 26 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTentang perasaan mungkin tidak adak pernah ada yang bisa menang melawannya. Semua hati tidak memandang baik atau buruk akan selalu tunduk berserah hanya untuk sebuah rasa. Meski terkadang ada yang menyebut itu keegoisan, tetapi hati tetap akan memiliki pembenaran. Sebab perihal rasa adalah hak istimewa setiap hati yang diberikan Sang Pemilik Segala.Wanita yang masih mencari siapa pemenang sebuah hati segera mendekat ke arah sang pria dengan menahan nyeri dada. Ia ingin segera menghentikan kelakuan prianya yang mungkin mengganggu pengunjung. “Maaf, Mbak ... suami saya sedang banyak pikiran. Jadi salah mengira orang. Saya benar-benar minta maaf,” ucap Serena sembari membungkukkan badan, lalu mengapit bahu Aksa sebagai kode mengentikan kegilaannya. “Tidak apa, Bu ... nama saya memang kebetulan Thifany. Mungkin suami ibu salah kira," jawab wanita itu dengan sikap biasa. “Terima kasih, Mbak. Silakan memilih menu di restoran kami. Sebagai pe
WANITA KEDUA 26 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSementara di tempat lain, wanita yang menjalani persahabatan dari hati menanti masa istirahat dengan perasaan gelisah. Ada rasa khawatir kalau Thifa sedang menangis menceritakan kisah asmaranya di hadapan wanita yang begitu dihormati seluruh karyawan karena menyandang gelar Nyonya Erza. Beruntung teman karyawan lain tidak terlalu mendetail bertanya tentang ketidakhadiran sahabatnya. “Moga kamu lekas membaik, Thifa ... apapun alasan yang membuat kamu lemah seperti hari ini, aku harap semua itu bisa segera lenyap dan hilang. Aku tidak mau kamu membunuh dirimu sendiri hanya untuk seorang pria dan cinta yang telah berpunya. Meskipun itu sebuah ketulusan, tetapi menjatuhkan hati pada hati tidak semestinya adalah seni melukis luka paling miris,” ucap Yula dalam hati sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata jam istirahat kurang tiga menit lagi. Dengan rasa tidak sabar, Yula sengaja melangkah pelan menuju musala swal
WANITA KEDUA 27 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPertemuan memang akan selalu menjadi obat paling mujarab untuk hati yang dilanda rerinduan. Bisa saling tatap tanpa ada jarak ruang dan waktu adalah hadiah paling indah bagi mereka yang terjatuh sayang. Ibarat kata raga yang terlalu lelah sebab penantian, pada akhirnya mendapat pelukan erat sebagai bayaran. Akan tetapi, pertemuan bisa menjadi momok menakutkan bagi orang-orang yang hubungannya sedang tidak baik-baik saja. Bukan merasa malu atau bersalah, tetapi ada kondisi batin yang belum dipersiapkan dengan baik. Wanita yang tidak tahu harus bagaimana dalam bersikap menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ia tidak ingin membuat istri dari penguasa swalayan itu kecewa. Tentang perasaannya biarlah menjadi urusan belakangan. Ia yakin pasti nanti bisa bertahan dengan pura-pura tidak melihat sang pria. Dengan hati mantap, Athifa menyetujui ajakan Mayasha untuk makan siang bersama di tempat pria yang membawa setengah hatinya. N
WANITA KEDUA 27 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKedua wanita yang menjadi karyawan mengikuti langkah bosnya hingga menemukan meja makan teenyaman. Lian dan Mayasha sengaja memilih meja yang dekat dengan tembok kaca. Rasanya seperti melihat pemandangan indah jika berhubungan dengan wajah-wajah bahagia setelah usai berbelanja di swalayan. Sebelum Mayasha duduk, ia menoleh ke arah Thifa dan menyuruhnya untuk duduk bersama. “Thifa sama Yula duduk bareng kita saja,” ujarnya sembari tersenyum manis. “Iya. Sini saja, biar ramai,” sambung Lian yang ingin ada teman makan selain istrinya. Thifa dan Yula saling menatap untuk memutuskan tawaran dari atasannya. Namun, ada rasa sungkan takut mengganggu kebersamaan yang terbilang sangat romantis untuk orang tidak berpasangan. “Kita duduk sini saja, Pak, Bu .. takut mengganggu waktu kebersamaannya,” tolak Thifa sehalus mungkin. “Iya, Pak. Siapa tahu Bu Mayasha sedang ingin berduaan,” imbuh Yula yang juga memiliki rasa sungkan. “Udah, duduk bareng
WANITA KEDUA 28 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat seseorang yang tidak bisa kita miliki dari jauh terkadang sudah sangat memberikan bahagia. Meskipun tahu ada sakit bercampur perih yang membuat hati pedih merintih. Akan tetapi, itu jauh lebih baik daripada tidak melihatnya sama sekali. Sebab rasa sakit paling sesak kedua setelah kehilangan untuk selamanya adalah tidak bisa melihat orang yang kita cintai meski berada di atas satu bumi. Pria yang kemungkinan besar menanggung kesesakan itu masih terus berusaha mengabadikan punggung seorang Athifa Arsyana dari jauh. Dalam diam, ia bersyukur wanita di sana dikelilingi orang-orang baik seperti Lian Erza, Mayasha, dan Yula. Jadi, ia tidak perlu terlalu khawatir akan keadaan wanita yang telah membawa setengah hati dan hidupnya. “Aku harap kamu selalu berada di antara mereka, Thifa ... itu cukup membuatku tenang di sini. Karena aku tahu Lian orangnya seperti apa. Semoga mereka mampu menggantikan aku untuk menjagamu. Aku hanya ingin kamu