Aku menitipkan Katya pada Shila, karena rencana hari ini aku akan ke supermarket dan restoran. Kemarin, setelah aku telepon dengan Mita, tak berlangsung lama dari itu kak Adi menelpon dan bilang tidak bisa ke restoran karena tengah mempersiapkan pernikahan.Mita juga bilang, jika persiapan pernikahan nya sebentar lagi selesai. Sedangkan suamiku dari pagi-pagi sekali sudah terbang ke Balikpapan untuk urusan bisnis setelah cuti kantor setelah pernikahan.Berkendara dari tadi membuat pinggangku cukup pegal. Aku mampir ke supermarket terlebih dahulu untuk mengecek persediaan barang, dan kondisi di sana setelah kutinggal beberapa hari. Sedangkan untuk ke restoran, aku sudah meminta seseorang untuk menghandle, meski sepertinya dia belum datang. Sebelum jam makan siang mungkin aku akan ke sana.Kak Adi juga sudah bilang akan kembali memimpin perusahaan milik papa, maka dari itu kakakku itu tak bisa lagi setiap hari ada di restoran milikku. Dering ponsel mengalihkanku. Aku lekas mengambil po
Hari ini cukup penat, aku memilih untuk pulang saja agar bisa merebahkan badan. Mungkin karena sudah lama tidak bekerja, jadi tubuhku kembali terkejut. Setelah sampai di rumah, aku segera mengetuk pintu. Namun, alangkah terkejutnya aku saat mendengar tangis Katya yang sangat keras disertai bunyi benda jatuh.Kugedor-gedor pintu, akan tetapi tidak ada yang membukanya. ”Mbok Nah! Shilla! Buka pintunya!” Derak langkah tergesa-gesa kudengar mendekat, kemudian wajah yang kukenal muncul dari pintu yang terbuka. Aku segera menerobos masuk. Di dekat sofa merah, Shilla menatapku ketakutan, sedangkan anakku berada di dekapan Mbok Nah.Kurengkuh tubuh mungil Katya, tangisnya belum berhenti. Aku meneliti bagian wajahnya, terdapat tanda merah seperti sebuah lingkaran mengelilingi mulut. Tubuhku lelah, kemudian melihat anakku dalam keadaan seperti ini adalah hal yang sangat membuatku kesal.Kuhela napas panjang, mengeluarkannya, berusaha menenangkan diri. Aku memilih duduk di dekat baby sitter an
Risjad berdiri tegap, meski wajahnya terlihat letih. Senyumnya mengembang saat aku menatapnya.”Kamu berantakan banget, Yang?”Risjad memindai wajahku yang memang berantakan. Aku semalam tidak bisa tidur dengan baik, rupanya lelaki di hadapanku sudah berhasil membuatku memikirkan dirinya.”Buat apa kamu pulang secepat ini? Yakin nggak ada yang kehilangan kalau kamu tinggal,” sindirku. Wajah lelahnya berkerut, ”siapa?”Aku mengedikkan bahu, tanda tak berniat menjawabnya. Aku mengambil handuk baru di lemari dan bersiap menuju kamar mandi. Tapi pergerakanku terhenti karena tangan Risjad menarik piyama yang kukenakan. Aku hanya melihat Risjad melalui ekor mata saja.Lelaki itu bangkit seraya mengendus leher jenjangku, tapi segera kutepis.”Aku baru bangun tidur,” ucapku singkat seraya menghindar.”Nggak perduli. Aku kangen sama kamu, There.” Suaranya lembut dengan pandangannya yang sendu. Aku mendorong dada bidangnya, kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.Begitu selesai mandi,
Mbok Nah terbelalak, seraya memindai wajahku. Dari netranya, ia tidak percaya dengan apa yang kukatakan.”Risjad selingkuh, Mbok. Aku lihat sendiri ....” Aku kembali mengulang kata-kataku.”Sudah bicarain ini sama Den Haris?” tanyanya. Aku menggeleng.”Nduk ... rumah tangga itu dipikul berdua. Jangan yang terlihat salah di mata Non, lantas benar nyatanya salah. Kan Non belum tau penjelasan dari Den Haris,” kata Mbok Nah.Bukan aku tak ingin mendengar penjelasan suamiku, aku hanya takut jika kenyataannya semakin menyakitiku. Dulu saat bersama Aldi, aku sangat tergesa-gesa hingga setiap hari kucecar dia tentang perselingkuhan itu. Sekarang untuk mendengar jawaban dari Risjad, aku takut menancapkan duri dalam jantungku sendiri. Bahkan beberapa hari ini, dalam diamku, Risjad tidak berusaha menjelaskan. Ia ikut diam sepertiku.”Non mandi dulu, ya. Tenangin pikiran. Nanti, kalau waktunya dirasa pas, Non ajak ngomong Den Haris.”Aku memilih duduk di ruang makan dengan hati dan pikiran yang
”Kita tu lagi di kantor, Riiis.” Aku menepis tangannya yang bergerak nakal membuka kancing blazer yang kukenakan. ”Ya, emang kenapa?” Tanyanya polos. Aku segera menjitak kepalanya. ”Auw!””Lagian kamu bilang, kan, nanti malem? Kenapa minta sekarang, sih,” ujarku seraya membenahi pakaian.”Tapi kamu percaya, kan, kalo aku nggak main di belakang kamu? Aku nggak selingkuh,” rengek Risjad. Dagunya ia taruh di bahuku. Sementara tangannya satu kembali menyelinap masuk ke dalam blazer.Aku segera berdiri hingga Risjad kehilangan keseimbangan. Tubuh Risjad hampir menubruk meja kerjanya. Bibirnya mengerucut. Tidak berlangsung lama, karena kemudian bibirnya tersenyum lebar.”Kamu cemburu sama Imelda, ya? Itu tandanya kamu udah cinta lagi sama aku,” katanya sambil menaikturunkan alisnya.Lelaki di hadapanku itu berdiri, sementara aku memandanginya dengan kening berkerut.”Wah! Theresia. Rena Theressia, udah cinta lagi sama Haris Risjad. Nggak pa-pa, deh, diteriakin Risjad terus seumur hidup. As
”Aku tuh ketagihan sama kamu,” jawabnya. Aku berdiri hendak meninggalkan Risjad, tapi diurungkan saat ponselku berdering. Wajahku berubah seiring dengan apa yang Mbok Nah tuturkan begitu kuangkat. ”Aku pulang sekarang, Mbok.””Kenapa? Kenapa buru-buru?” Risjad memegangi tanganku.”Ris, Shila balik ke rumah.”Risjad langsung berdiri, ”Ayo kita pulang.””Dia sama Aldi,” ucapku lirih.Rahangnya kulihat mengeras seiring dengan kerasnya pegangannya padaku. Aku sampai mengaduh, hingga akhirnya Risjad melonggarkan pegangan.”Mending kita pulang sekarang, deh, biar kita tau apa yang terjadi di sana. Kata Mbok Nah, Aldi lagi marah-marah.”Kemudian kami berjalan beriringan. ”Pak, saya butuh tanda tangan untuk beberapa berkas,” ujar salahsatu staff suamiku, saat baru saja keluar ruangan. Aku memberi isyarat agar ia kembali bekerja, tapi Risjad justru menggeleng.”Kamu ngantor dulu aja. Masalah di rumah biar aku yang handle,” ujarku. Risjad mendesah kesal. ”Nanti aku pulang begitu udah nggak
Dinner yang Risjad inginkan akhirnya tercapai. Meski aku mengatakan tidak bisa keluar malam karena Katya, Risjad tak masalah. Suamiku itu memilih dinner di balkon dengan lilin yang menghiasi lantai berbentuk love. Meski hanya di rumah, aku tak ingin mengecewakan Risjad yang bekerja keras untuk membangun moment ini. Aku mengenakan dress hitam yang terlihat sangat cocok dengan kulitku. Begitu juga dengan apa yang Risjad kenakan. Kami terlihat serasi.Risjad menggandeng tanganku. Aku berjalan sepelan mungkin agar suara heels milikku tidak membuat Katya terbangun. Tapi baru saja berada di ambang pintu, bayiku merengek. Kutatap mata Risjad, ia tersenyum dan menyuruhku untuk menyusui Katya terlebih dahulu. Akhirnya aku merangkak ke tempat tidur untuk menyusui Katya.”Aku main game di luar, ya?” ucapnya. Aku mengiyakan.Cukup lama aku menyusui, bukan Katya yang mengantuk, melainkan diriku. Kedua mata bulat milik Katya justru menatapku lekat disertai gumaman kecil. Anakku itu justru memainka
Sudah menjelang sore, aku keluar dari supermarket milikku setelah mengambil beberapa barang untuk kebutuhan bulanan ke bagasi. Tadi pagi Risjad sudah bilang akan pulang telat karena bertemu dengan klien di luar, jadi aku harus pulang lebih cepat ke rumah untuk membantu Mbok Nah menyiapkan makanan. Acara belanja ke mall gagal, mungkin aku akan membeli baju Katya dari online shop saja, atau mungkin lain waktu.”Halo, Mbok,” sahutku begitu panggilan terjawab. Aku menelfonnya karena ingin menanyakan makanan yang ku order, apakah sudah sampai. Aku lega, karena kata Mbok Nah semua makanan yang kupesan sudah berada di meja.”Baiklah, Mbok. Aku lagi jalan pulang, udah dulu ya,” ucapku seraya mematikan sambungan.Aku segera melajukan roda empatku untuk menuju rumah. Tapi baru beberapa menit aku berbaur dengan kendaraan lainnya, aku melihat seorang lelaki yang kukenal tengah berpakaian rapi sedang mondar-mandir. Lelaki itu terlihat sibuk.”Apa dia kerja di sini?” Aku bermonolog.Lelaki itu men