"Vicky...."Vicky sontak membuka mata saat mendengar suara Vanya seolah memanggil namanya.Samar-samar matanya mulai bisa menangkap cahaya yang masuk.Dia terbaring di atas velbed, tempat tidur lipat yang biasa digunakan tentara di lapangan.Punggungnya masih terasa nyeri karena benturan tadi, dia terlihat mengusap wajahnya beberapa kali untuk menghilangkan bekas debu di wajahnya.Dari tempatnya berbaring dia dapat melihat beberapa tentara menggunakan loreng hijau dengan lambang bendera Indonesia di lengan kiri mereka."Kamu sudah sadar? Kamu benar-benar prajurit tangguh," ujar seorang tentara di tempat itu."Ah... Maaf bagaimana dengan anak itu?" Tanya Vicky yang berusaha bangkit dari tidurnya."Berkatmu anak itu bisa selamat," jawab tentara itu."Huft... Syukurlah...." gumam Vicky bernafas lega."Tapi aku benar-benar salut dengan kalian, 170 orang yang menyerang tak bisa melewati pertahanan kalian sehingga tidak ada satu pun warga di desa ini yang terluka, padahal jumlah kalian hany
"Halo...."Vicky sontak kaget ketika mendengar suara seorang pria yang menjawab panggilan teleponnya.Dia kembali menatap layar ponselnya untuk memastikan jika nomor yang dia hubungi adalah benar nomor ponsel Vanya. Kekasih hatinya, wanita yang begitu dia rindukan."Hmm, Maaf, apakah ini benar nomor Vanya?" Tanya Vicky dengan nada sopan."Benar ini nomor Vanya," jawab pria itu singkat."Bi... bisakah aku berbicara dengan Vanya?" Tanya Vicky kembali, rasa cemas mulai menghampiri dirinya."Dia sedang berada di rumahku, mungkin karena terburu-buru dia sampai lupa mengambil ponselnya di mobilku," jawab pria itu lagi.Deg!!Vicky terdiam, dia tidak bisa lagi berkata-kata, Vicky tertunduk lesu, berbagai kemungkinan muncul di kepalanya.Tut..Vicky mengakhiri panggilannya, sambil memejamkan mata dia bersandar di kursi mobil yang sedang membawanya ke bandara."Pak Barry, sebaiknya kita kembali ke Rusia," lirih Vicky. Kesedihan tergambar jelas dari raut wajahnya."Mungkin dia sudah bertemu den
"Tuan Muda, ada apa?" Tanya Barry, dia dapat melihat kesedihan dari wajah Vicky setelah menghubungi nomor ponsel Vanya."Pak Barry, sepertinya Vanya sudah bertemu dengan pria yang cocok dengannya," lirih VickyBarry tertegun mendengar perkataan Tuan Mudanya, "Mengapa Tuan Muda berkata seperti itu?" Tanya Barry."Barusan Yang menjawab panggilan teleponku adalah seorang pria, dia berkata jika Vanya sedang berada di rumah pria itu, ponsel Vanya juga ketinggalan di mobil pria itu, huftt... bukankah itu sudah menandakan jika mereka mempunyai hubungan spesial?" ucap Vicky menyimpulkan segalanya."Apakah ponsel milik Tuan Muda di nonaktifkan?" Tanya Barry. Menatap Vicky dari spion tengah mobil yang dia kemudikan."Iya, aku tidak ingin mengganggu hubungan mereka," jawab Vicky, dia menatap layar gelap ponsel yang berada di tangannya."Hahaha!" Barry tertawa mendengar jawaban Vicky."Maafkan aku Tuan Muda, biar aku jelaskan apa yang membuatku tertawa. Lima tahun yang lalu aku mengenal seorang g
Manda sontak emosi begitu melihat Vanya di Cafe tempat dia dan temannya biasa menghabiskan waktu.Manda selalu merasa jika alasan Vicky meninggalkan dirinya itu karena Vanya, dan bukan karena perselingkuhan yang dia lakukan bersama Giyan.Jika Vanya tidak ada, dia meyakini jika Vicky akan memaafkannya walaupun sudah berselingkuh dengan Giyan, sifat lembut Vicky kepadanya menjadi alasan mengapa dia berpikir seperti itu. Dia sangat yakin jika Vicky juga mencintainya.Manda yang sudah menyimpan dendam langsung menghampiri Vanya, dia ingin menumpahkan semua kekesalannya yang telah dia pendam selama lima tahun."Dasar wanita sialan! Itu karena kamu terus menggoda tunanganku sehingga dia pergi meninggalkanku!" Teriak Manda yang tiba-tiba muncul di tempat itu.Vincent dan Vanya langsung menoleh ketika mendengar suara wanita yang tiba-tiba berteriak di dekat mereka.Walaupun sudah lima tahun berlalu, Vanya masih dapat mengenali wajah Manda, dia adalah wanita yang telah membuat Vanya salah pah
"Jadi bisakah kamu menjelaskan mengapa kamu berada di Indonesia?" Tanya Vicky sambil menuju sofa di kamar itu lalu duduk dengan santai menunggu penjelasan sang adik."Kakek yang menyuruhku untuk datang ke sini," jawab Vincent sambil duduk di pinggir tempat tidur kamar itu.Vicky menaikkan satu alisnya, "Untuk alasan apa Kakek memintamu datang ke Indonesia?" Dia semakin penasaran setelah mendengar jawaban sang adik."Kakak, kamu sendiri sudah mengetahui jika wanita yang akan kita pilih untuk menjadi istri haruslah memenuhi beberapa persyaratan agar bisa diterima oleh keluarga kita" balas Vincent mengingatkan.Vicky mengangguk, dia juga mengetahui tentang hal itu, "Iya, ada apa dengan hal itu?" Tanya Vicky yang tampak masih bingung dengan penjelasan dari Vincent."Wanita yang dipilih nantinya wajib menjalani beberapa tes yang diberikan oleh keluarga kita, aku rasa Kakak juga sudah mengetahui hal ini," sambung Vincent.Vicky kembali menganggukkan kepalanya tanda bahwa dia juga mengerti t
Vanya baru saja tiba di depan rumahnya, setelah dia memarkirkan mobilnya, tiba-tiba bunyi notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya.Ting!Vanya segera mengecek ponselnya.“Ayah dan Ibu sedang berada di rumah paman Hendro, ada urusan sedikit dengannya, jadi mungkin kami tidak bisa ikut makan malam bersamamu,” bunyi pesan yang di kirim Bima kepadanya.Vanya menoleh ke pekarangan rumahnya, dia baru menyadari jika mobil ayahnya memang tidak ada.“Baiklah Ayah, sampaikan salamku untuk paman Hendro dan Raka,” balasan pesan singkat Vanya ke ayahnya.“Iya, pasti akan ayah sampaikan,” balasan pesan Bima.Setelah berbalas pesan dengan Ayahnya, Vanya lalu turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah.Aroma makanan yang dimasak ibunya langsung tercium seolah menyambut kedatangan Vanya.Vanya tersenyum dan melepas high heels berwarna hitam yang sedang dia gunakan.Sambil berjalan menuju meja makan, dia terlihat menyanyikan salah satu lirik pada bagian reff di lagu James Arthur - Say Y
VANYA AKU MENCINTAIMUBeberapa jam kemudian Raka beserta kedua orang tua Vanya tiba di depan Luxury Diamond Hotel. Mereka langsung terkejut ketika beberapa orang pegawai hotel itu menghampiri mereka, dua orang langsung membuka pintu untuk Ayah dan Ibu Vanya, beberapa orang lainnya terlihat mengambil koper yang dibawa orang tua Vanya.Lima belas orang yang terdiri dari pria dan wanita asing juga terlihat menyambut mereka ketika baru turun dari mobil, semua orang asing itu tampak menunduk sopan menyapa mereka.Raka dan kedua orang tua Vanya tampak tercengang mendapat sambutan seperti itu, mereka langsung di pandu menuju sebuah kamar di area presidential suite.Raka yang memesan kamar untuk kedua orang tua Vanya semakin dibuat terkejut, dia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi.Mereka sudah tiba di depan pintu kamar berwarna hitam dengan simbol Vladislav di pintu.Para pengurus hotel yang menyambut mereka mempersilahkan kedua orang tua Vanya masuk, Raka yang ikut mengantar kedua o
Dimalam hari...“Vanya tolong berhenti!” pinta Vicky sambil menghindari Vanya yang terus mengejarnya.Vanya tidak menggubris permintaan Vicky, dia terus mengejar Vicky sambil tertawa.Pria itu panik berlari menuju kamar di lantai dua, dia langsung mengunci pintu begitu masuk ke dalam kamar.Vicky mundur perlahan, nafasnya tersengal-sengal menatap gagang pintu yang bergerak.“Sayang… buka pintunya,” seru Vanya manja.Sambil menyeka keringatnya. “Tidak…Ganti bajumu dulu, baru aku akan membiarkanmu masuk ke dalam kamar ini,” protes Vicky.“Memang ada masalah apa dengan baju ini,” Tanya Vanya dengan nada polos dari balik pintu.“Masalah apa? Sayang, bagaimana mungkin kamu menggunakan baju haram seperti itu di saat kita hanya berdua di rumah ini,” protes Vicky lagi.Terdengar suara tawa lepas Vanya dari balik pintu.“Aku percaya padamu, aku yakin kamu tidak akan berbuat yang macam-macam kepadaku,” balas Vanya manja.Vicky menepuk jidatnya sendiri.“Aku tahu kamu percaya padaku, tapi jujur