"Dia tidak akan bisa bergerak mengganggu kita lagi. Semua aset dan pengikut sudah kuambil alih, sedangkan dia kupindahkan ke villa yang lebih kecil," tutur Gabriel. "Papa yakin kakek tua itu tidak akan bisa bergerak lagi?" tanya Angeline dengan raut wajah khawatir. "Kali ini aku sudah memastikannya, Sayang. Uang memiliki kuasa lebih besar dari siapa pun di muka bumi. Pengikut yang setia saja bisa memalingkan wajah karena uang. Semua, kecuali Gerard." Angeline meraih tangan Gabriel dan berkata, "Kalau ada apa-apa beri tahu kami, oke?" "Tentu saja, Putriku Sayang. Maaf telah menyeretmu dalam masalah." Gabriel memeluk Angeline seerat mungkin. Nathan berdeham. Gabriel melirik tidak senang karena suara itu mengganggu momen ayah dan anak. Dia tetap memeluk Angeline. Melihat kedua orang di hadapannya masih berpelukan, Nathan berdeham lebih keras. "Nanti bagaimana dengan Jonathan?" Angeline melirik Nathan. "Dia bebas melakukan apa saja. Mungkin hidup ak
Tiba di penthouse Mike, Bu Yanti dan Yunita ikut naik. Tidak henti-hentinya Mike meminta Angeline menceritakan seperti apa interaksi dengan Jonathan. Nathan masuk ke kamar terlebih dahulu sedangkan Angeline bersama Mike duduk di sofa. "Pokoknya dia tidak sepenuhnya seburuk yang kamu katakan. Mungkin dia hanya melakukan pekerjaannya dengan sangat baik," ujar Angeline yang masih belum mau melepas Rafael dari gendongan. "Wow, serius? Tapi setahuku dia menjadi eksekutor bagi lawan-lawan kakek Mei. Seharusnya dia berdarah dingin." Mike mencolek-colek pipi Rafael dengan gemas. "Mungkin itu sebelum dia punya istri dan anak." Angeline memperhatikan bayi kecilnya yang sudah terlelap sejak tadi. Dia menghalau tangan Mike yang tidak berhenti mencolek pipi gembul itu. "Habisnya dia lucu sekali," ucap Mike. "Buat satu lah. Pasti ada wanita yang kamu suka?" Mike meringis, "Kakak, umurku baru dua puluh lima. Aku masih remaja loh." "Remaja apanya? Kamu sudah jadi CEO-n
"Ah ... akhirnya bisa kena udara segar." Angeline memejamkan mata menikmati hembusan angin sejuk di teras restoran tepi laut. Rafael memandangi wajah ibunya. "Nikmati waktumu, Baby Girl. Kita tidak terburu-buru." Nathan meremas tangan Angeline. "Kak, kuhabiskan lasagna-mu?" pinta Mike yang melihat makanan di piring Angeline tersisa separuh. "Silakan." Nathan tidak tahan untuk tidak berkomentar, "Sepertinya papamu tidak cukup memberi makan?" "Maklumilah Kakak Ipar. Aku masih dalam masa pertumbuhan." Tidak teralihkan dari tujuannya semula, Mike mengambil piring Angeline dan mulai makan. "Iya. Mike masih remaja," timpal Angeline dengan senyum geli di wajah. "Benar 'kan? Tuh, Kakak Ipar. Aku awet muda. Tidak mau tahu rahasia awet mudaku?" Mike menyeringai. "Dengan kata lain kau mengataiku tua?" Nathan memicingkan mata. Angeline memalingkan wajah agar tidak tertawa melihat ekspresi Nathan. "Eh, emm ... tidak begitu, Kakak Ipar. Aku hanya bercanda
Meskipun berada di tengah kesibukan pengambilan kembali aset perusahaan dan pembersihan pengikut yang tidak setia, Gabriel menyempatkan diri untuk melihat keadaan Angeline akibat cerita Mike yang kelewat bersemangat. Dia merasa putrinya akan mengalami kelelahan dengan tidak ada lagi asisten rumah tangga. Kini semua orang duduk santai di sofa ruang tamu penthouse, membuat tempat itu semakin ramai. Mike bercanda dengan Rafael sementara yang lainnya mengobrol. Gabriel membawa Gloria, wanita yang bekerja sebagai juru masak di rumahnya. Wanita itu sudah berusia enam puluh dengan wajah yang serius. Rambut kelabunya selalu diikat erat dalam sanggul ketat agar tidak mengganggu pergerakan. "Gloria bisa membantumu, Sayang. Seperti yang kamu tahu dia pandai memasak, juga punya banyak anak dan cucu sehingga keahliannya merawat bayi tidak diragukan lagi," tutur Gabriel. "Papa, kamu seperti marketing yayasan penyedia babysitter," goda Angeline. Mike mendekap mulut menahan tawa.
Suara kecipak air berpadu dengan suara tawa ceria terdengar dari bagian belakang sebuah rumah besar yang terlihat asri karena banyak tanaman hias dan rerumputan hijau di sudut-sudut tertentu. Bagi orang yang pernah berkunjung ke rumah tersebut tahu ada basement bagi dua mobil mewah dan dua motor sport. Seorang anak kecil berusia kurang lebih dua tahun yang baru saja diangkat ke pinggir kolam berlari ke arah deretan kursi malas di bawah kanopi. "Papa!" seru anak itu seraya melompat ke perut ayahnya. "Ugh, anak Papa berat sekali! Kamu sudah tambah besar!" Dengan hanya memakai celana pendek, tato yang menghiasi dada dan lengan kiri Nathan terlihat jelas. "Hei, mana? Katanya mau ikut berenang? Dasar curang!" Angeline—dengan pakaian renang two pieces berwarna hitam—menghampiri Nathan. "Oh, iya kah? Aku lupa." Nathan menyeringai. Matanya mengagumi sosok cantik Angeline yang terlihat seksi dengan rambut basah. Angeline melempar handuk ke pangkuan lelaki itu dan me
Semuanya sudah selesai makan siang dan Gabriel kembali ke rumahnya sendiri untuk mengurus masalah pekerjaan, sedangkan Nathan dan Jonathan duduk di ruang tamu. Kedua lelaki itu terlihat mengobrol dengan santai, padahal ... "Jasmine berkata dia ingin mencarimu." "Apa?" Nathan mengernyit. "Dia berkata seperti itu pada hari aku menyelesaikan urusanku. Mungkin selama ini dia sedang membayangkan menjalani hidup bahagia bersamamu." Nathan menekan pelipis, "Akan kutangani dia jika benar-benar muncul di sini." "Penggemarmu memang tidak ada yang normal. Bagaimana Angeline menyikapinya?" Jonathan melayangkan pandangan ke ruang makan, tempat Angeline dan Mike bergantian menyuapi Rafael makan. "Dia percaya padaku," ketus Nathan. "Sial. Beruntung sekali kau bisa mengenal wanita sepertinya. Terkadang aku berpikir, sayang sekali bukan aku yang terlebih dahulu menemukan Angeline." "Cari wanita lain yang masih lajang, Brengsek. Jangan sentuh, bahkan jangan berani me
"Untuk apa kau di sini?" ketus Nathan. "Aku berjaga seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan, Kakak Ipar." Mike tersenyum lebar. Jelas sekali dia sudah mempersiapkan segala sesuatu agar dapat menonton dengan nyaman. Bahkan tidak lupa membawa sekantong makanan kecil. "Huh, terserah! Tapi jangan dekat-dekat!" Nathan melilit tangannya dengan sabuk tipis. "Tahu akan ada penonton aku berpakaian lebih baik," cetus Jonathan dengan senyum khasnya. Dia juga melakukan hal sama seperti Nathan. Mike meringis, "Kalau bukan karena kakak menyuruhku, aku tidak akan kemari." Nathan menoleh, "Angel tahu?" "Aduh Kakak Ipar, tadi siang kalian berdua mengobrol dengan suara normal. Tentu saja kami mendengarnya. Kakak tidak tega mencegah saja," ujar Mike. "Dia juga tidak sampai hati menonton. Wanita yang baik," ucap Jonathan. "Diam kau!" "Hei, sekarang berbicara pun tidak boleh?" "Berlaku khusus untukmu!" Mike menatap dua lelaki di hadapannya bergantian se
"Aku heran kenapa kalian ikut," ketus Nathan yang sedang menyetir. Dia tidak henti-hentinya melihat kaca spion untuk mengawasi dua penumpang yang duduk belakang. "Kakak Ipar, aku berguna untuk membantu menjaga Rafa." Demikian pembelaan Mike. Jonathan hanya tersenyum—yang dalam pandangan Nathan terlihat mengesalkan. "Seharusnya kita ajak papa sekalian biar makin seru." Angeline menekan pelipis. Untung Rafael yang duduk di pangkuannya asyik memperhatikan jalan jadi tidak menambah keramaian. "Ya, kenapa tidak? Aku bisa mengobrol lebih santai dengannya daripada harus melihat wajah Nathan yang tidak enak dipandang," cetus Jonathan. Nathan menatap dari kaca spion, "Satu kata lagi kuturunkan kau di sini." "Tidak masalah. Aku selalu bisa menemukan jalan kembali ke rumahmu." "Persis anjing pelacak," ejek Nathan. Dering handphone membuyarkan percakapan yang telah mengarah kepada perdebatan. Sedikit susah payah Angeline mengeluarkan handphone dari tas selempan