"Saya menunggu penjelasan anda, Pak Aldo? Tidak mungkin video ini bisa sampai kepada saya jika anda tidak mengirimnya sendiri," Suara Christina terdengar begitu memggema di telinga Aldo."Sungguh Bu, itu fitnah." Aldo menyanggahnya.Mata Christina menyorot tajam seakan ingin menguliti lelaki di hadapannya. Tubuh Aldo membeku, sungguh Ia tidak tahu bagaimana video tak senonoh itu bisa sampai pada direktur personalia tempatnya bekerja."Hanna," bisiknya dengan teramat pelan."Hanya dia yang mampu melakukan semua ini, tak ada yang lain selain dia, karena Siska tak mungkin bisa memiliki keberanian sebesar ini untuk membuatku terlibat masalah dengan direktur personalia."Pak Aldo ...?" Panggil Christina yang membuat tubuh Aldo kembali gugup."Saya tidak mengirimnya, bu, seseorang berusaha untuk menjatuhkan karir saya di kantor ini," kembali Aldo menyanggah.Mendengar alasan bawahannya, wajah Christina nampak sedikit melunak, namun tidak dengan tatapan mata yang masih menghujam.Melihat Ald
"Hai Mas!? Bagaimana? Apa kau menyukai hadiah kecil dariku?" Sapa Hanna santai lalu mengambil sepotong pizza di atas meja. "Kau sangat keterlaluan, Hanna, apa yang sudah kau lakukan di kantorku! Kau tahu, perbuatanmu yang rendahan itu benar benar mempermalukanku, hah!," terdengar suara Aldo yang membentak di ujung sambungan."Oh ya? itu baru pemanasan saja, mas. Setidaknya kau tidak di pecat, bukan?" Balas Hanna mengejek."Iya aku memang tidak di pecat, tapi harga diri ku sudah tercoreng. Jabatanku di turunkan, setelah ini apalagi yang ingin kau renggut dariku, hah?" Geram Aldo."Kejutan mas, sebuah kejutan tidak akan menarik jika sudah mengetahuinya lebih dulu," sahut Hanna sambil mengigit potongan terakhir pizza yang ada di tangannya."Aku akan membalas semua ini. Harusnya kau malu dan menyesal karena telah mengkhianatiku dan membuatku kehilangan jabatan," tuding Aldo sengit.Mendengar tudingan tersebut, Hanna terkekeh geli."Teruskan saja menuduhku berselingkuh, mas. Hingga jika f
"Aduh, ada Mbak Hanna, lama nggak main ke sini, Mbok Ijah jadi pangling," sapa seorang wanita paruh baya dengan logat Jawa-nya yang masih kentara."Ah, Mbok Ijah bisa saja, ehm ... ini siapa mbok?" Tanya Hanna pada wanita yang tadi bertanya padanya."Dia pembantu baru di sini, Mbak Hanna, namanya Ratih, baru tiga bulan kerja sini," ujar Mbok Ijah memperkenalkan sosok itu pada Hanna."Ratih, kenalkan ini namanya Mbak Hanna, keponakannya bapak. Dulu sebelum menikah ia tinggal di sini. Sejak menikah, malah sombong nggak pernah mau mampir ke sini," gurau mbok Ijah yang ditanggapi senyuman oleh Hanna."Semoga betah kerja di sini, ya." "Maaf mbak Jika tadi saya bersikap tidak sopan, saya tidak tahu jika mbak masih keluarga," sesalnya."Tak apa, jangan di ambil hati. Aku kesini mau bertemu Bapak, beliau ada kan?" Tanya Hanna."Ada Mbak, sebentar biar mbok yang panggilkan. Mbak Hanna tunggu saja di ruang keluarga." Ucap Mbok Ijah sambil berlalu meninggalkan Hanna dan Ratih yang nampak bengon
"Mas, kapan kau akan menikahiku?" Bisik Siska lembut di telinganya.Aldo memejamkan mata, bisikan Siska di telinganya seakan ingin menambah masalah untuknya. Lelaki itu tak mengerti, apakah Siska tidak tahu jika saat ini kepalanya begitu berat karena masalah yang ditimbulkan Hanna di kantornya?Beberapa detik kemudian, tangan Aldo mendorong kasar tubuh Siska agar menjauh dari dirinya. Membuat wanita itu seketika memekik histeris.Argghh!"Mas, apa yang kaulakukan? Apa kau lupa jika aku sedang hamil," Protes Siska tak terima."Jangan menempel padaku, apa kau tidak mengerti jika kepalaku begitu pusing sekarang? Jangan menambah beban masalahku," bentak Aldo."Mas, aku hanya bertanya. Kapan kau akan menikahiku? Tak perlu harus mendorongku kan!" Suara Siska meninggi."Jangan lupa sekarang aku sedang hamil anakmu," lanjut Siska merengek."Iya, aku mengerti, tapi bisakah kita tidak membahas tentang kehamilanmu itu sekarang. Banyak hal yang sedang kupikirkan."Mendengar jawaban Aldo, refleks
"Persetan dengan persyaratan itu, mas. Apapun yang terjadi aku tak akan menggugurkan janin ini." Tolak Siska tegas."Jangan memaksaku, Siska!" Bentak Aldo yang mulai terbakar emosi."Keluar dari kamarku," usir Siska dengan tangan menunjuk ke arah pintu.Mata Aldo berkilat amarah, ia tak menyangka jika wanita yang biasanya selalu bersikap manis dan menuruti segala keinginannya itu tiba-tiba berubah begitu kasar."Kau ...!?""Keluar dari sini, dan ingat satu hal mas, kau akan menikahiku. Janin ini tidak akan aku gugurkan." "Terserah padamu, aku tak peduli." Sahut Aldo lalu menyambar tas dan sepatunya. Tak lama, lelaki itu keluar dengan raut wajah yang memerah."Persetan dengan semua ancamanmu. Suka atau tidak, aku tetap akan meminta pertanggungjawabanmu atas janin ini," ancam Siska lalu membanting kasar pintu kamarnya.****Hanna menatap sebuah rumah dari balik kaca mobilnya. Sebuah rumah sederhana yang tampak begitu asri dengan beberapa tanaman hias dan bunga yang beraneka warna.Tang
"Apa kedatanganmu ke sini ada hubungannya dengan Aldo dan ibunya?" Tanya lelaki bernama Ridwan itu lalu menyandarkan punggungnya."Iya pak, saya kesini memang ada hubungannya dengan Mas Aldo." Jawab Hanna sambil mengangguk perlahan, tak ia pungkiri, rasa sungkan itu ada."Maaf, jika kedatangan saya ke sini mengganggu," lanjut Hanna.Lelaki itu menggeleng lalu kembali tersenyum. Membuat Hanna sedikit lega."Tak perlu sungkan begitu, bapak tahu, suatu saat hari seperti ini pasti akan datang, karena tak selamanya sebuah rahasia akan tersimpan," sahutnya."Emm, apa Aldo sudah mengetahui semuanya?" Lanjutnya bertanya.Hanna menggeleng lemah, sorot matanya nampak begitu sendu."Tidak pak, Mas Aldo belum mengetahuinya, saya pun baru mengetahui hal ini enam bulan yang lalu, ketika ibu meminta saya menemuinya. Tepatnya, sekitar dua bulan sebelum kematiannya," jawab Hanna."Ibu memohon pada saya untuk menyerahkan amplop ini pada Mas Aldo setelah ia meninggal. Namun, berhubung ada sesuatu hal, s
"Iya pak, wanita itu sedang mengandung anaknya Mas Aldo, karena itu saya memutuskan untuk menyerah, saya bisa menerima apapun kekurangan Mas Aldo tapi tidak dengan pengkhianatan." Ucap Hanna lembut namun tegas.Ridwan terdiam, pandangan matanya nampak sulit untuk diartikan, guratan di dahi wajahnya seakan menceritakan betapa banyak pengalaman hidupnya, tak lama bibirnya bergumam. Mengucap sebuah nama."Marina!"Hanna kembali diam. Mencoba mengatur nafas yang terasa sesak karena teringat akan pengkhianatan suaminya. Tak lama ia menatap lelaki paruh baya di hadapannya yang masih asyik dengan pikirannya sendiri.Lelaki yang duduk di hadapannya tak lain adalah Ridwan, mertua laki lakinya, yang memilih menghabiskan sisa usianya di kampung halamannya, Bogor, setelah tak bekerja lagi di sebuah pabrik pembuatan sparepart di daerah Bekasi.Sebelum menikah, Hanna sudah mengetahui jika hubungan Aldo dan ayahnya tidak begitu baik. Aldo menyalahkan ayahnya yang membiarkan saja ibunya pergi dari ru
Flashback 2"Jika ada waktu mainlah ke klinikku, aku pasti akan mentraktirmu makan," pamit Reza sambil melambaikan tangan sesaat pada Hanna."Bye Hanna."Mereka berpisah, Reza menuju ke sebuah hall untuk menghadiri sebuah pertemuan, sedangkan Hanna melangkah ke sebuah kamar deluxe room yang terletak di lantai tiga hotel ini.Hanna berhenti sejenak didepan pintu,mengatur nafas, merapikan sebentar pakaian dan rambut dengan jemari tangannya. Tak lama, pintu kamar itu diketuknya perlahan.Seorang wanita berwajah pucat, bertubuh kurus dengan matanya yang cekung, langsung tersenyum dan memeluk, menyambut kedatangannya dengan ramah.Wanita itu bernama Marina yang tak lain adalah ibu mertua Hanna."Hanna!" Panggilnya pelan."Iya bu, maaf agak terlambat, tadi tak sengaja bertemu dengan seorang teman lama di lobby bawah," tutur Hanna."Tak apa, ayo masuk sayang." Ajak Marina lalu menarik lengan Hanna.Hanna mengangguk dan pasrah mengikuti ajakan Marina, ibu mertuanya itu, tak lama, mereka berd