Ting.Ponselku bergetar, sepertinya ada pesan yang masuk. Namun, kuabaikan karena aku masih fokus bicara dengan Mbak Sita, pengasuh anakku.[Bu, sepertinya ada kurir ingin mengantar barang didepan,] Suara Mbak Sita kembali terdengar, entah mengapa tubuhku seketika menggigil. Tuhan, jangan sampai terjadi hal buruk dirumahku. Lindungilah anakku.***PoV. BayuPonselku tiba tiba berdering saat rapat ini tengah berlangsung, pandangan mata sang pemimpin rapat membeliak lebar padaku, karena dering ponselku yang menginterupsi ucapannya dirapat bulanan ini, membuatku terpaksa mengukir seringai tipis di wajah.Rapat internal divisi ini adalah rapat penting yang mewajibkanku harus hadir dan menyimak. Untunglah, rapat ini sudah hampir selesai, hingga membuatku memiliki keberanian meminta izin untuk meninggalkan ruangan ini lebih dulu.Aku berjalan dan memilih berdiri disalah satu sudut kantor ini. Mungkin Alina yang menelpon, karena tadi pagi ia bilang aka
Aku suka mas ..."Wajahnya semakin dekat padaku, salah satu tangannya kini merangkul leherku. Hingga sebuah dorongan, akhirnya membuat bibirnya mendarat tepat dibibirku.Sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya, dengan cepat aku melepaskan cengkramanku dari lengannya. Refleks, aku langsung mendorong tubuhnya, hingga jatuh tersungkur."Kau benar benar sakit, Kania. Kau gila." Aku mengusap bibirku kasar."Bagaimana rasanya ciumanku, mas? Panas atau membuatmu bergairah?" Ucapnya dengan senyum yang terlihat mengerikan itu.***"Tutup mulutmu, Kania." Hardikku"Jika kau menikahiku, aku bisa memberikan yang lebih dari ciuman tadi. Apa kau tidak tertarik menghabiskan malam malam penuh gairah bersamaku, mas?" Godanya sambil memainkan dan menjilati jari telunjuknya.Drrtttt ....Ponselku berbunyi, segera saja aku merogoh saku celanaku, mengambil benda pipih itu dari sana.Tangan Kania dengan cepat merebutnya dari ku. Wajahnya tersenyum sumring
PoV Bayu.Tut ... Tut ....Terdengar bunyi panggilan telepon tersambung. Membuatku terpaksa menghentikan langkah. Ia sengaja kembali mengaktifkan pengeras suara ponselnya, agar aku juga ikut mendengar pembicaraannya.[Halo, Bu Kania][Cepat bawa wanita itu, ketempat yang kuminta. Sekarang.][Baik Bu, perintahmu akan dilaksanakan, ibu tenang saja semua pekerjaan akan rapi][Aku percaya pada kalian. Ingat, jangan sampai menimbulkan kegaduhan. Atau aku tidak akan membayar kalian]Wajah Kania yang tersenyum kini menatapku. Senyum yang terlihat mengerikan, tak lama kudengar ia bicara. "Pilihannya ada di tanganmu, mas. Ikut aku atau kubawa istrimu."***PoV. Bayu"Sial!" Umpatku dalam hati.Aku bergegas mengambil ponselku yang dilemparnya tadi, sayang, layar ponsel ini retak parah. Dan juga mati. Kucoba menyalakan kembali. Meski akhirnya masih bisa menyala, namun baterainya sudah hampir habis.Kucoba menelpon Alina. Syukurlah, pang
Kuputuskan untuk bertolak kembali ke kamar Bu Maryam. Untuk kesekian kalinya aku mengecek ponselku. Ada perasaan lega dihati ketika tak ada lagi panggilan dari nomor telepon itu.Begitu kembali tiba dikamar Bu Maryam, aku lebih banyak diam. Meski kecemasanku sedikit demi sedikit mulai menghilang, tetap saja sikapku yang diam akhirnya membuatnya curiga."Apa terjadi sesuatu, Alina? Wajahmu sedikit tegang dan pucat, nak."Bu Maryam memandang padaku dengan tatapan menyelidik. Ya tuhan, aku memang tak pandai berbohong. Tapi, haruskah aku menceritakan tentang ancaman Kania padaku?****"Kau ada masalah, nak?" tanya Bu Maryam.Aku menelan salivaku, ada rasa ingin menceritakannya, tapi, disisi lain aku takut membuatnya emosi dan kembali terkenang akan putrinya jika aku menyebut nama Kania dihadapannya dan mengatakan apa yang terjadi padaku saat ini. Kuputuskan untuk diam saja, tak menceritakannya pada beliau soal ancaman ini. Namun tiba-tiba ponselku kembali be
Kemana kiranya wanita itu membawa pergi Mas Bayu?"Oh ya Bu, Mobilnya Pak Bayu masih ada di parkiran. Ia sempat berpesan jika nanti istrinya yang akan mengambilnya, sebentar saya akan ambil kuncinya dulu," Ucapnya."Apa yang kaulakukan, Mas? Mengapa kau memilih mengikuti keinginan Kania?" Lirihku pelan.****Pikiranku kalut dan tak menentu. Mengapa disaat kami ingin memperbaiki rumah tangga ini kembali. Wanita itu harus kembali mengusik ketenangan kami."Ini bu, kunci mobilnya Pak Bayu." Pak Satpam itu menyerahkan kunci mobil Mas Bayu kepadaku."Terima kasih, pak. Malam ini tolong titip mobilnya dulu disini. Insya Allah besok pagi akan kuambil. Aku bawa motor soalnya," ucapku."Baik Bu. Jangan khawatir. Aman."Aku mengangguk. Ku angsurkan sebuah lembaran merah padanya. Dengan menunduk malu, ia pun menerimanya."Terima kasih, bu."Aku hanya mengangguk pelan. Tubuhku lunglai, sejenak kuputuskan untuk duduk di dekat pagar ini. Mencoba menena
[Maaf jadi merepotkan Mas Adi dan Mbak Lisa. Tapi, aku butuh bantuan untuk mencari Mas Bayu.][Ini kewajibanku, Alina. Sebisa mungkin jangan lakukan apapun dulu sebelum Mbakmu datang. Mas tak ingin kau bertindak gegabah. Ingat, Kania itu wanita yang sangat licik. Mas yakin jika saat ini kau masih diawasi olehnya.]Mas Adi berkata benar. Aku sampai tak terpikirkan hal kecil seperti itu. Jika Mas Bayu saja sampai menyerah dan menuruti keinginannya. Berarti ancaman Kania berhubungan dengan keselamatanku dan Diyara.[Iya, mas. Terima kasih]Klik. Telepon terputus.***Aku memandang layar ponselku. Setidaknya perasaanku kini sedikit lega karena Mas Adi sudah mengetahui masalahku. Kuusap wajahku kasar. Masih berharap jika semua ini hanyalah mimpi.Aku menoleh saat kudengar suara langkah kaki mendekat. Tampak Mbak Sita yang datang menghampiriku."Kau sudah makan, mbak?" Tanyaku mengkhawatirkannya.Ia mengangguk, lalu duduk di dekatku."Ibu sendi
Aku melangkah meninggalkan ruang HRD ini. Kuhela nafas panjang karena akhirnya semua pekerjaaanku hari ini bisa terselesaikan dengan baik.Ponselku berdering. Mbak Lisa mengabariku jika ia sudah dalam perjalanan menuju rumahku. Tak lupa ia juga memberikan semangat untukku. Agar aku bisa kuat melewati semua ini.Kuputar kemudi mobil ini, tujuanku kini adalah pergi ke sebuah tempat dimana aku bisa mencari informasi tentang Kania. Sebuah tempat di mana Kania menghabiskan masa kecilnya. Sebuah tempat dimana orang orang terdekatnya berada. Tempat itu adalah rumahnya. Rumah keluarga Kania****PoV. Reyhan."Bu Alina sudah pergi pagi pagi sekali tadi, mas, Beliau tidak bilang mau kemana." jawab Mbak Sita, saat aku bertanya tentang Alina lewat sambungan telepon.Pagi ini mama memintaku untuk mengecek keadaan Alina. Pengakuan Alina kepada Mama kemarin bahwa dirinya diancam seseorang membuat mama mengkhawatirkannya. Bagi Mama, Alina sudah seperti putrinya sendiri,
Ku pacu mobilku menuju ke arah selatan Jakarta, tempat dimana rumah keluarga Kania berada. Besar harapanku agar ibunya bisa membantuku menyadarkan putrinya untuk mengembalikan Mas Bayu.Drrtttt. Ponselku kembali bergetar. Kuputuskan untuk berhenti sebentar, saat baru saja berbelok masuk ke dalam komplek perumahan mewah ini.Mas Reyhan?Aku mengerutkan kening. Saat kutahu nama penelepon itu ternyata adalah Mas Reyhan. Ada apa gerangan ia menelponku? ***Tak ingin membuang waktu, dengan cepat aku menggeser gambar telepon hijau ini dan langsung menjawab panggilannya. Mungkin ada informasi yang ingin ia sampaikan padaku. [Halo][ Alina, aku ada dibelakangmu, bisa kau berhenti sebentar?]"Mas Reyhan ada di sini?" Batinku bertanya. Segera saja aku menoleh kebelakang memastikan ucapannya. Tampak jelas dibelakangku, sebuah mobil sedan berwarna hitam sedang mengekor dibelakang. Aku kembali menatap layar ponselku lalu memberikan jawabannya.[Ba