Kuputuskan untuk bertolak kembali ke kamar Bu Maryam. Untuk kesekian kalinya aku mengecek ponselku. Ada perasaan lega dihati ketika tak ada lagi panggilan dari nomor telepon itu.Begitu kembali tiba dikamar Bu Maryam, aku lebih banyak diam. Meski kecemasanku sedikit demi sedikit mulai menghilang, tetap saja sikapku yang diam akhirnya membuatnya curiga."Apa terjadi sesuatu, Alina? Wajahmu sedikit tegang dan pucat, nak."Bu Maryam memandang padaku dengan tatapan menyelidik. Ya tuhan, aku memang tak pandai berbohong. Tapi, haruskah aku menceritakan tentang ancaman Kania padaku?****"Kau ada masalah, nak?" tanya Bu Maryam.Aku menelan salivaku, ada rasa ingin menceritakannya, tapi, disisi lain aku takut membuatnya emosi dan kembali terkenang akan putrinya jika aku menyebut nama Kania dihadapannya dan mengatakan apa yang terjadi padaku saat ini. Kuputuskan untuk diam saja, tak menceritakannya pada beliau soal ancaman ini. Namun tiba-tiba ponselku kembali be
Kemana kiranya wanita itu membawa pergi Mas Bayu?"Oh ya Bu, Mobilnya Pak Bayu masih ada di parkiran. Ia sempat berpesan jika nanti istrinya yang akan mengambilnya, sebentar saya akan ambil kuncinya dulu," Ucapnya."Apa yang kaulakukan, Mas? Mengapa kau memilih mengikuti keinginan Kania?" Lirihku pelan.****Pikiranku kalut dan tak menentu. Mengapa disaat kami ingin memperbaiki rumah tangga ini kembali. Wanita itu harus kembali mengusik ketenangan kami."Ini bu, kunci mobilnya Pak Bayu." Pak Satpam itu menyerahkan kunci mobil Mas Bayu kepadaku."Terima kasih, pak. Malam ini tolong titip mobilnya dulu disini. Insya Allah besok pagi akan kuambil. Aku bawa motor soalnya," ucapku."Baik Bu. Jangan khawatir. Aman."Aku mengangguk. Ku angsurkan sebuah lembaran merah padanya. Dengan menunduk malu, ia pun menerimanya."Terima kasih, bu."Aku hanya mengangguk pelan. Tubuhku lunglai, sejenak kuputuskan untuk duduk di dekat pagar ini. Mencoba menena
[Maaf jadi merepotkan Mas Adi dan Mbak Lisa. Tapi, aku butuh bantuan untuk mencari Mas Bayu.][Ini kewajibanku, Alina. Sebisa mungkin jangan lakukan apapun dulu sebelum Mbakmu datang. Mas tak ingin kau bertindak gegabah. Ingat, Kania itu wanita yang sangat licik. Mas yakin jika saat ini kau masih diawasi olehnya.]Mas Adi berkata benar. Aku sampai tak terpikirkan hal kecil seperti itu. Jika Mas Bayu saja sampai menyerah dan menuruti keinginannya. Berarti ancaman Kania berhubungan dengan keselamatanku dan Diyara.[Iya, mas. Terima kasih]Klik. Telepon terputus.***Aku memandang layar ponselku. Setidaknya perasaanku kini sedikit lega karena Mas Adi sudah mengetahui masalahku. Kuusap wajahku kasar. Masih berharap jika semua ini hanyalah mimpi.Aku menoleh saat kudengar suara langkah kaki mendekat. Tampak Mbak Sita yang datang menghampiriku."Kau sudah makan, mbak?" Tanyaku mengkhawatirkannya.Ia mengangguk, lalu duduk di dekatku."Ibu sendi
Aku melangkah meninggalkan ruang HRD ini. Kuhela nafas panjang karena akhirnya semua pekerjaaanku hari ini bisa terselesaikan dengan baik.Ponselku berdering. Mbak Lisa mengabariku jika ia sudah dalam perjalanan menuju rumahku. Tak lupa ia juga memberikan semangat untukku. Agar aku bisa kuat melewati semua ini.Kuputar kemudi mobil ini, tujuanku kini adalah pergi ke sebuah tempat dimana aku bisa mencari informasi tentang Kania. Sebuah tempat di mana Kania menghabiskan masa kecilnya. Sebuah tempat dimana orang orang terdekatnya berada. Tempat itu adalah rumahnya. Rumah keluarga Kania****PoV. Reyhan."Bu Alina sudah pergi pagi pagi sekali tadi, mas, Beliau tidak bilang mau kemana." jawab Mbak Sita, saat aku bertanya tentang Alina lewat sambungan telepon.Pagi ini mama memintaku untuk mengecek keadaan Alina. Pengakuan Alina kepada Mama kemarin bahwa dirinya diancam seseorang membuat mama mengkhawatirkannya. Bagi Mama, Alina sudah seperti putrinya sendiri,
Ku pacu mobilku menuju ke arah selatan Jakarta, tempat dimana rumah keluarga Kania berada. Besar harapanku agar ibunya bisa membantuku menyadarkan putrinya untuk mengembalikan Mas Bayu.Drrtttt. Ponselku kembali bergetar. Kuputuskan untuk berhenti sebentar, saat baru saja berbelok masuk ke dalam komplek perumahan mewah ini.Mas Reyhan?Aku mengerutkan kening. Saat kutahu nama penelepon itu ternyata adalah Mas Reyhan. Ada apa gerangan ia menelponku? ***Tak ingin membuang waktu, dengan cepat aku menggeser gambar telepon hijau ini dan langsung menjawab panggilannya. Mungkin ada informasi yang ingin ia sampaikan padaku. [Halo][ Alina, aku ada dibelakangmu, bisa kau berhenti sebentar?]"Mas Reyhan ada di sini?" Batinku bertanya. Segera saja aku menoleh kebelakang memastikan ucapannya. Tampak jelas dibelakangku, sebuah mobil sedan berwarna hitam sedang mengekor dibelakang. Aku kembali menatap layar ponselku lalu memberikan jawabannya.[Ba
Aku mengulas senyum tipis padanya. Tak lama pelayan itu pun pamit pergi, kini hanya tinggal kami bertiga saja di ruangan ini."Maaf, ada perlu apa ya dengan mama?" Tanya gadis itu padaku."Dimana Kania? Katakan dimana wanita ular itu berada?" Cecar Bu Maryam padanya.***Gadis itu menghentikan aktivitasnya bermain ponsel. Ia menatapku dan Bu Maryam secara bergantian, dengan tatapan penuh tanya."Mbak Kania dari kemarin belum pulang kesini ...," jawabnya."Lalu, ada dimana dia?" Aku memotong cepat ucapannya."Maaf ...!" Seseorang datang menyela, membuatku langsung menoleh. Kulihat Bu Maryam langsung berdiri dengan kasar, dengan sorot matanya yang menyeringai.Seorang wanita, dengan pakaian semi formal lengkap dengan sepatu setinggi lima centimeter yang dipakainya itu melihat kami dengan tatapan tanya. Aroma parfumnya yang lembut tercium dari tubuhnya, Dilihat dari penampilannya, sepertinya beliau ingin bepergian keluar rumah.Wajah keibuan nam
"Maafkan anakku, Bu Maryam, Mbak Alina. Sungguh, aku tak pernah menyangka Kania bisa bertindak senekat ini."Mata Bu Delia memandang foto diri Kania yang tergantung di dinding ruangan ini. Sesekali ia tampak memejamkan mata, seolah memanggil kembali ingatan masa lalunya. Tak lama, ia membuka kisah masa lalu Kania, kisah dimana semua gangguan psikologisnya berawal.***"Sejak kecil, Kania sangat dekat dengan Alm. Papanya. Bahkan, saat tidurpun dia juga ingin ditemani papanya. Hubungan mereka berdua sangat akrab. Apapun keinginannya selalu di kabulkan oleh Alm. Papanya. Namun, sejak kecelakaan yang menewaskan papanya, Kania merasa sangat terpukul dan kehilangan. Ia jadi sering diam dan lebih suka menyendiri.""Kecelakaan itu terjadi saat usia Kania masih sepuluh tahun. Kematian papanya membawa dampak besar bagi Kania. Tak hanya dirumah, Kania juga menutup diri di sekolahnya. Beberapa temannya sering mengeluh jika Kania tak suka di dekati ataupun diajak bermain den
"Tentu saja, sejak awal anakmu itu yang tak tahu malu. Tunangan sahabatnya sendiri saja direbut." Cepat Bu Maryam memotong."Bu, tolong tenanglah dulu," pintaku memohon.Bu Maryam menggangguk pelan. Bahunya masih terlihat sedikit bergetar karena meluapkan amarah dan kekesalannya. Aku menoleh dan kembali menatap Bu Delia. Memintanya meneruskan kembali kisah masa lalu Kania."Lalu, disaat itulah Kania mengenal Mas Bayu. Apa begitu Bu Delia?" Aku mendesaknya.***Ia mengangguk. Membenarkan pernyataanku. "Iya, itu benar. Mbak Alina.""Kania dan Bayu berkenalan disaat pertunangannya dengan Arif sudah berjalan beberapa bulan. Aku sebenarnya tidak mengetahuinya, karena aku yakin Kania tidak akan mengkhianati Arif, karena ia sendiri yang memaksa Arif agar menerima dirinya sebagai pengganti Jeni. Tapi, aku salah. Ternyata yang dibutuhkan Kania adalah perhatian seseorang. Dan itu yang ia dapatkan dari Bayu, suamimu. Mbak Alina."Bu Delia diam sejenak, dadaku k