Ucapan Keysa sontak langsung mengalihkan perhatianku, tak terkecuali Mas Reyhan, yang sekilas kulihat langsung menoleh. Aku tak salah dengar, Keysa bilang jika Kania membeli sebuah rumah. Apakah itu artinya rumah itu dipersiapkan untuk dirinya dan ....Ah, tidak. Aku tak boleh berprasangka buruk. Aku yakin Mas Bayu tidak akan mengkhianati cintaku untuk kedua kalinya. Segera ku tatap wajah Keysa lalu mencecarnya dengan pertanyaan."Katakan padaku ada dimana rumah itu?"****Aku menatap Keysa tanpa berkedip. Benarkah yang dikatakannya? Sadar akan pandanganku, gadis itu segera memalingkan wajahnya. Mungkin ia merasa tidak nyaman.Sebuah rumah yang ...? Ah tidak, semoga tidak seperti apa yang saat ini kubayangkan. Tak akan kubiarkan Kania melakukan hal seperti itu. Aku tak akan membiarkan wanita itu mendapatkan keinginannya kali ini. Kulihat Bu Maryam masih tenang, meski ia menatap Keysa dengan tatapan penuh tanya.Bu Delia juga melakukan hal yang sama seper
"Mas Bayu, apa kau tahu. Betapa takut dan gugupnya aku sekarang, ketika mendengar Kania telah membeli sebuah rumah? aku mulai memikirkan jika ia sengaja membeli rumah itu dan merencanakan ini semua agar kelak bisa hidup bersama denganmu.""Semoga saja kau mampu mempertahankan janji dan perkataanmu padaku. Semoga saja kau tidak terpengaruh dengan semua tipu daya Kania. Wanita yang dulu pernah sangat kau cintai itu," aku bergumam lirih.****Jalanan ibukota ini masih sama setiap harinya, tidak ada berubah, kerumunan kendaraan bermotor lalu lintas bebas terlihat. Ada rasa bosan karena terlalu lama menghabiskan waktu yang terbuang percuma.pandangan mataku masih fokus kedepan. dengan kedua tangan masih diatas kemudi. beberapa kali terdengar suara klakson mobil dari pengemudi yang kesal dan tak sabar menunggu kemacetan.Aku melirik sekeliling, melihat beberapa pengendara sepeda motor yang menyelip. bahkan ada diantara mereka juga terpaksa berhenti karena tak ada
Sebuah motor tiba tiba melintas, segera aku menoleh untuk melihat siapa yang datang. Tangan Mbak Lisa langsung menutup mulutku ketika kulihat sosok yang ada dibalik helm itu adalah Kania."Tenanglah Alina."Melihat wajah Kania, emosiku tiba tiba tersulut, amarah yang sejak kemarin tertahan kini sudah mencapai puncaknya. Aku tak mampu lagi untuk menahannya. Tanpa sengaja ku kibaskan tanganku kearah Mbak Lisa, melepaskan tangannya dari mulutku, dan berniat secepatnya menghampiri Kania disana.****PoV. Bayu.Perlahan, aku membuka mata, dan mengerjab beberapa kali, tampak ruangan yang sangat asing bagiku. Kusapu pandangan ke setiap inchi ruangan ini, tetap saja aku tak mengenal tempat ini. Sengaja kupijat kepalaku karena terasa begitu pusing. Hingga butuh beberapa detik bagiku untuk menyadari dimana aku berada saat ini.Aku mencoba bangkit dari tidurku, berusaha mengingat apa yang sebenarnya sedang terjadi padaku sebelumnya. Mataku masih terus memindai kama
Aku memang bodoh, hingga perlu bertahun tahun bagiku untuk mengerti alasan ibu yang tidak pernah mau menyetujui pernikahanku dengan Kania. Dan sekarang, aku mengetahui semuanya. Ibu benar, tak ada wanita yang sebaik Alina."Ya tuhan tolong bantu aku, berilah petunjuk dan jalan keluar dari masalah ini."Aku kembali mencoba membuka pintu ini. Sayang, pintu ini terlalu kokoh untuk bisa kubuka paksa. Satu satunya yang bisa kulakukan adalah menunggu. Menunggu Kania datang untuk membuka pintunya, dan menunggu wanita itu menjelaskan semuanya.****"Alina ...!""Tunggu, Alina. Tolong jangan bertindak gegabah." Seru Mbak Lisa."Maaf, mbak. Aku tak bisa lagi menunggu.""Tidak, Alina. Bersabarlah sebentar lagi. Kita lihat dulu situasinya. Bukan tidak mungkin, akan banyak penjaga disini. Jangan Sampai kita celaka disini." Bujuk Mbak Lisa."Pikirkan putrimu. Jika terjadi sesuatu padamu, bagaimana dengan putrimu!" Perkataan terakhir Mbak Lisa akhirnya mem
"Alina. Kumohon kendalikan dirimu. Emosi tidak akan membuat masalahnya segera berakhir. Jangan sampai kau mencelakai dirimu sendiri, apalagi akan membuatmu berakhir dipenjara."Aku sudah tak mampu menahannya lagi, mbak. Wanita tak tahu malu ini benar benar sudah menguji kesabaranku selama ini. Sudah waktunya ular betina ini mendapat hukuman dari semua perbuatannya." ujarku sambil mengarahkan telunjukku pada Kania.***Aku sudah benar benar emosi, jika saja tangan Mbak Lisa tidak menahanku, mungkin sudah kupukul wanita licik itu dengan potongan kayu tadi. Aku memalingkan wajahku, berusaha kembali meredam amarahku.Kupejamkan mata sejenak sambil berusaha untuk menahan amarahku. Namun, sepertinya Kania memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali membalas ucapanku. "Apa kau baru saja mengejekku, Alina?" Matanya melirik tajam, seolah menghujam tajam."Dimana Mas Bayu!? Cepat katakan padaku, Kania! Dimana dia?" Bentakku keras mengulang kembali bertanya padanya."Tak perlu mencarinya. Mas Bay
"Apa kau kubayar hanya untuk berdiri dan menonton semua ini, hah?" Hardik Kania pada pria yang berdiri dibelakangnya."Maaf Bu."Jawab pria bertubuh kekar itu lalu mengangguk, lalu melangkah maju beberapa langkah, matanya kini menatapku nyalang. Angin dingin kembali berhembus, membuat tubuhku tiba tiba kaku. Tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai padaku. Masih bisa kurasakan pandangan mata Kania yang kembali melirik tajam padaku. Tatapan sinis sertai dengan seringai jahat di wajahnya. Untuk beberapa saat aku gugup, membayangkan apa yang bisa pria itu lakukan padaku.Aku masih berdiri terpaku, aku diam dengan jantung yang berdegup kencang, aliran darahku seakan berhenti mengalir, Aku yakin wajahku kini mulai pucat. Entah mengapa wajah Diyara kini melintas dibenakku.***Wajah pria itu nampak sinis melirik padaku. Kukepal erat tanganku demi mencoba menyembunyikan rasa gugup ini. Aku melihat Mbak Lisa yang tampak tenang seakan menyambut kedatangan pria itu, membuatku semakin cemas
Pandangan mata Kania kini beralih tajam memandang Mbak Lisa, sebelum bibirnya mengeluarkan kata kata, kakak iparku itu mendahuluinya bicara."Jangan pernah melakukan hal itu lagi karena kau tak pantas menyentuh wajah Alina." Ancam Mbak Lisa sambil membalas tatapan Kania. Ia langsung berdecih dan memalingkan wajahnya. Tak lama, Kania berdiri dan merapikan beberapa bagian baju dan tubuhnya yang terkena tanah sambil terus mendelik tajam pada kami.***Angin dingin kembali berhembus kencang, menggoyangkan di dedaunan. Beberapa saat kemudian, Kania membalikkan badan, menyeret kakinya beberapa langkah menjauhi kami. Membuatku seketika berpikir apakah ada sesuatu yang direncanakannya sekarang?Entahlah. Yang kutahu aku tidak boleh lengah. Setidaknya, sekarang aku mengerti mengapa Mas Adi mengizinkan istrinya datang kesini demi untuk membantu dan menemaniku mencari Mas Bayu. Mbak Lisa, kakak iparku itu menguasai bela diri taekwondo, keberadaannya di sisiku bisa mencegah hal buruk yang ingin
"Tidakkah kau berpikir jika kehadiranmu hanya bisa membuatnya menderita saja. Kau pikir siapa dirimu, jangan karena kau istrinya lantas kau berhak mempermainkan perasaannya. Pergi meninggalkannya lalu tiba tiba kembali seakan tanpa dosa?""Apa kau masih tak mengerti juga, Alina. Kau hanyalah pelampiasan saja. Bagi Mas Bayu kau hanyalah amanah dan sebuah tanggung jawab."Ucapan Kania akhirnya tak pelak membuatku melepas cengkraman tanganku lalu menampar wajahnya untuk yang kedua kalinya.***Plak!Tanganku terasa panas dan memerah sebab dari kerasnya mengayunkan tamparan ke wajah Kania. Ingin rasanya membuka mulut dan juga menarik lidahnya, entah mengapa ucapan Kania benar-benar menyakitiku. Wanita ini semakin lama semakin manipulatif, seakan dirinya adalah satu satunya korban disini. Tuhan, rasanya aku ingin tertawa, lalu mencekik dan membunuhnya. Hasratku ini mungkin terdengar terlalu kejam. Aku ingin melihatnya mati dihadapanku sekarang juga, entah mengapa aku merasa hukuman itu se