Sebuah motor tiba tiba melintas, segera aku menoleh untuk melihat siapa yang datang. Tangan Mbak Lisa langsung menutup mulutku ketika kulihat sosok yang ada dibalik helm itu adalah Kania."Tenanglah Alina."Melihat wajah Kania, emosiku tiba tiba tersulut, amarah yang sejak kemarin tertahan kini sudah mencapai puncaknya. Aku tak mampu lagi untuk menahannya. Tanpa sengaja ku kibaskan tanganku kearah Mbak Lisa, melepaskan tangannya dari mulutku, dan berniat secepatnya menghampiri Kania disana.****PoV. Bayu.Perlahan, aku membuka mata, dan mengerjab beberapa kali, tampak ruangan yang sangat asing bagiku. Kusapu pandangan ke setiap inchi ruangan ini, tetap saja aku tak mengenal tempat ini. Sengaja kupijat kepalaku karena terasa begitu pusing. Hingga butuh beberapa detik bagiku untuk menyadari dimana aku berada saat ini.Aku mencoba bangkit dari tidurku, berusaha mengingat apa yang sebenarnya sedang terjadi padaku sebelumnya. Mataku masih terus memindai kama
Aku memang bodoh, hingga perlu bertahun tahun bagiku untuk mengerti alasan ibu yang tidak pernah mau menyetujui pernikahanku dengan Kania. Dan sekarang, aku mengetahui semuanya. Ibu benar, tak ada wanita yang sebaik Alina."Ya tuhan tolong bantu aku, berilah petunjuk dan jalan keluar dari masalah ini."Aku kembali mencoba membuka pintu ini. Sayang, pintu ini terlalu kokoh untuk bisa kubuka paksa. Satu satunya yang bisa kulakukan adalah menunggu. Menunggu Kania datang untuk membuka pintunya, dan menunggu wanita itu menjelaskan semuanya.****"Alina ...!""Tunggu, Alina. Tolong jangan bertindak gegabah." Seru Mbak Lisa."Maaf, mbak. Aku tak bisa lagi menunggu.""Tidak, Alina. Bersabarlah sebentar lagi. Kita lihat dulu situasinya. Bukan tidak mungkin, akan banyak penjaga disini. Jangan Sampai kita celaka disini." Bujuk Mbak Lisa."Pikirkan putrimu. Jika terjadi sesuatu padamu, bagaimana dengan putrimu!" Perkataan terakhir Mbak Lisa akhirnya mem
"Alina. Kumohon kendalikan dirimu. Emosi tidak akan membuat masalahnya segera berakhir. Jangan sampai kau mencelakai dirimu sendiri, apalagi akan membuatmu berakhir dipenjara."Aku sudah tak mampu menahannya lagi, mbak. Wanita tak tahu malu ini benar benar sudah menguji kesabaranku selama ini. Sudah waktunya ular betina ini mendapat hukuman dari semua perbuatannya." ujarku sambil mengarahkan telunjukku pada Kania.***Aku sudah benar benar emosi, jika saja tangan Mbak Lisa tidak menahanku, mungkin sudah kupukul wanita licik itu dengan potongan kayu tadi. Aku memalingkan wajahku, berusaha kembali meredam amarahku.Kupejamkan mata sejenak sambil berusaha untuk menahan amarahku. Namun, sepertinya Kania memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali membalas ucapanku. "Apa kau baru saja mengejekku, Alina?" Matanya melirik tajam, seolah menghujam tajam."Dimana Mas Bayu!? Cepat katakan padaku, Kania! Dimana dia?" Bentakku keras mengulang kembali bertanya padanya."Tak perlu mencarinya. Mas Bay
"Apa kau kubayar hanya untuk berdiri dan menonton semua ini, hah?" Hardik Kania pada pria yang berdiri dibelakangnya."Maaf Bu."Jawab pria bertubuh kekar itu lalu mengangguk, lalu melangkah maju beberapa langkah, matanya kini menatapku nyalang. Angin dingin kembali berhembus, membuat tubuhku tiba tiba kaku. Tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai padaku. Masih bisa kurasakan pandangan mata Kania yang kembali melirik tajam padaku. Tatapan sinis sertai dengan seringai jahat di wajahnya. Untuk beberapa saat aku gugup, membayangkan apa yang bisa pria itu lakukan padaku.Aku masih berdiri terpaku, aku diam dengan jantung yang berdegup kencang, aliran darahku seakan berhenti mengalir, Aku yakin wajahku kini mulai pucat. Entah mengapa wajah Diyara kini melintas dibenakku.***Wajah pria itu nampak sinis melirik padaku. Kukepal erat tanganku demi mencoba menyembunyikan rasa gugup ini. Aku melihat Mbak Lisa yang tampak tenang seakan menyambut kedatangan pria itu, membuatku semakin cemas
Pandangan mata Kania kini beralih tajam memandang Mbak Lisa, sebelum bibirnya mengeluarkan kata kata, kakak iparku itu mendahuluinya bicara."Jangan pernah melakukan hal itu lagi karena kau tak pantas menyentuh wajah Alina." Ancam Mbak Lisa sambil membalas tatapan Kania. Ia langsung berdecih dan memalingkan wajahnya. Tak lama, Kania berdiri dan merapikan beberapa bagian baju dan tubuhnya yang terkena tanah sambil terus mendelik tajam pada kami.***Angin dingin kembali berhembus kencang, menggoyangkan di dedaunan. Beberapa saat kemudian, Kania membalikkan badan, menyeret kakinya beberapa langkah menjauhi kami. Membuatku seketika berpikir apakah ada sesuatu yang direncanakannya sekarang?Entahlah. Yang kutahu aku tidak boleh lengah. Setidaknya, sekarang aku mengerti mengapa Mas Adi mengizinkan istrinya datang kesini demi untuk membantu dan menemaniku mencari Mas Bayu. Mbak Lisa, kakak iparku itu menguasai bela diri taekwondo, keberadaannya di sisiku bisa mencegah hal buruk yang ingin
"Tidakkah kau berpikir jika kehadiranmu hanya bisa membuatnya menderita saja. Kau pikir siapa dirimu, jangan karena kau istrinya lantas kau berhak mempermainkan perasaannya. Pergi meninggalkannya lalu tiba tiba kembali seakan tanpa dosa?""Apa kau masih tak mengerti juga, Alina. Kau hanyalah pelampiasan saja. Bagi Mas Bayu kau hanyalah amanah dan sebuah tanggung jawab."Ucapan Kania akhirnya tak pelak membuatku melepas cengkraman tanganku lalu menampar wajahnya untuk yang kedua kalinya.***Plak!Tanganku terasa panas dan memerah sebab dari kerasnya mengayunkan tamparan ke wajah Kania. Ingin rasanya membuka mulut dan juga menarik lidahnya, entah mengapa ucapan Kania benar-benar menyakitiku. Wanita ini semakin lama semakin manipulatif, seakan dirinya adalah satu satunya korban disini. Tuhan, rasanya aku ingin tertawa, lalu mencekik dan membunuhnya. Hasratku ini mungkin terdengar terlalu kejam. Aku ingin melihatnya mati dihadapanku sekarang juga, entah mengapa aku merasa hukuman itu se
Bab 83Tangan Mas Reyhan mengepal kuat. Rasa amarah yang selama bertahun-tahun terpendam kini seakan melesak keluar. Entah mungkin, mencari alasan ataupun pembenaran atas kasus kecelakaan Jeni, tetap saja, menurutku keluarga Jeni berhak mendapat penjelasan dari Kania, karena ia adalah orang terakhir yang ditemuinya sebelum kecelakaan maut itu terjadi."Kau ingin tahu?""Baiklah, akan kukatakan. Kesalahan adikmu itu adalah karena ia memiliki semua hal yang tidak kumiliki. Hidup adikmu itu terlalu sempurna untukku, apa alasan itu sudah cukup membuatmu puas, Mas?" Jawab Kania enteng dengan mata membulat besar.***Apa yang baru saja Kania katakan? Hidup Jeni terlihat sempurna baginya? "Sungguh, aku hampir tak ingin mempercayai dengan apa yang baru saja kudengar. Benarkah itu? Jika itu benar alasannya, berarti selama itu Kania menyimpan rasa iri dan dengkinya terhadap Jeni? Apakah karena merasa kehidupan Jeni jauh lebih baik darinya, hingga ia bisa bertindak sejahat itu? Bagiku hal ini s
Dok ... Dok ...!Terdengar seperti suara pintu diketuk, untuk beberapa saat aku dan Mbak Lisa akhirnya tahu, suara itu seperti seseorang mengetuk di salah satu kamar. Tak lama kudengar suara samar seseorang memanggil namaku."Alina."Aku dan Mbak Lisa saling menatap satu sama lain. Tanpa banyak bertanya segera saja kubalikkan badan. Mencari asal suara tersebut."Alina, apa itu kau?"***Langkah kakiku terdengar berdetap, dengan pandangan fokus kedepan, tak lama suara ketukan pintu terdengar kembali, disusul dengan suara seseorang yang memanggil namaku.Suara itu terdengar kembali berulang kali, aku menajamkan telingaku, Suara itu masih terdengar samar, persis seperti suara Mas Bayu, mungkinkah ia berada di kamar itu?Aku kembali menoleh menatap Mbak Lisa yang mengiring dibelakangku, seakan meminta jawabannya untuk lebih meyakinkan diri jika suara yang tadi terdengar adalah benar suara Mas Bayu, suamiku.Mata Mbak Lisa mengedip, seakan mengerti jika aku sedang meminta pendapatnya saat