Lilian POVBeberapa hari berlalu, akhir pekan pun tiba.Semenjak terakhir kali Keenan menginap di unit apartmentku, setiap hari Keenan menjemputku di kantor. Sepertinya Cheryl sengaja memberikan tugas pada Keenan agar aku tidak pulang sendirian.Aku bisa maklum karena Cheryl sedang sangat sibuk dan dia pasti mengkhawatirkan aku.Hari ini adalah hari libur. Namun, aku merasa sejak pagi sepertinya Cheryl sibuk di dapur. Aroma kopi dan roti bakar menyelinap masuk melalui sela-sela pintu seakan memanggilku untuk keluar dari kamar.Merasa tidak tahan lagi, aku memilih untuk keluar dari kamar dan melihat aktivitas Cheryl.“Kamu mau ke mana?” tanyaku.“Dokter sombong itu terus saja menyuruhku bekerja. Dia memberiku banyak pasien,” jawab Cheryl dengan raut wajah kesal.Mendengar jawaban Cheryl, aku praktis mengernyit keheranan. Pasalnya, akhir-akhir ini Cheryl tidak pernah cerita apa pun padaku. Aku jadi tidak mengerti cerita terbaru mengenai sahabatku itu.“Dokter sombong itu siapa?” tanyaku
“Kalau ada seseorang menekan bel pintu, kamu bisa memeriksanya terlebih dahulu di sini, dengan menekan ini,” jelas Keenan.“Oh,” sahutku sambil memperhatikan.“Kalau bukan orang yang kamu kenal, maka kamu tidak perlu membukakan pintu. Nah, yang di pintu ini pengait yang harus selalu kamu pasang agar orang yang tidak dikenal tidak langsung masuk begitu saja. Apa kamu mengerti?” tanya Keenan.“Iya, aku tahu alat seperti ini, tetapi tidak pernah berniat untuk memasangnya karena sejauh ini semua baik-baik saja,” jawabku.“Aku sudah memikirkannya selama beberapa hari ini dan kalian harus memiliki alat ini untuk keamanan,” ujar Keenan.Perkataan Keenan praktis membuat hatiku menghangat. Bagaimana dia, seseorang yang baru kami kenal, bisa berpikir sampai sejauh ini? Sikapnya ini membuatku semakin merasa bersalah kalau ingat kami pernah mencurigainya sebagai pengirim hadiah misterius.“Terima kasih, Keenan. Berapa yang harus aku bayar untuk membeli dan memasang alat ini?” tanyaku.“Tidak perl
Cheryl terlihat salah tingkah ketika melihatku dan Keenan berjalan mendekat. Namun, di detik berikutnya Cheryl segera melambaikan tangan.“Kalian di sini?” tanya Cheryl.“Iya. Baru saja kami selesai melihat-lihat mainan,” jawabku sambil melirik ke arah seorang pria yang sedang duduk di sebelah Cheryl.“Oh, kenalkan … Dokter Raffa. Dokter Raffa, kenalkan ini Lilian dan Keenan. Mereka sahabat saya,” ujar Cheryl.Aku dan Keenan praktis mengulurkan tangan bergantian untuk berkenalan.Ah, dia ternyata Dokter Raffa. Perasaan baru tadi pagi Cheryl bercerita tentang Dokter Raffa, sekarang kami sudah bertemu.Benar kata Cheryl, Dokter Raffa tampan dan sangat berwibawa. Tapi … kenapa Cheryl makan siang bersamanya? Bukankah Cheryl tidak suka dengannya? Apa terjadi sesuatu yang belum aku ketahui?“Mari … kita makan siang bersama-sama!” ajak Dokter Raffa.“Eee, kami akan duduk di kursi yang lain saja,” tolakku sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Dan ternyata restoran sedang penuh sekarang.Ba
“Ini kartu nama saya.” Keenan mengulurkan kedua tangannya dan memberikan kartu nama pada Dokter Raffa.“Maaf, saya lupa tidak membawa kartu nama. Nanti saya akan mengirimkan pesan melalui nomor whatsapp,” ujar Dokter Raffa.“Tidak apa-apa,” sahut Keenan.“Saya akan bicara dengan Cheryl. Jika bisa, besok kita berjumpa kembali.” Kali ini Dokter Raffa menatapku dan Keenan bergantian.“Siap,” sahut Keenan.Aku sendiri hanya tersenyum untuk menanggapi.Sekilas aku bisa melihat raut wajah Cheryl yang sepertinya tidak berminat untuk pergi bersama. Namun, di sini aku merasa sepertinya Dokter Raffa menyukai Cheryl.Ah, mikir apa aku ini? Sebelumnya aku sempat menjodohkan Cheryl dengan Keenan dan sekarang aku berpikir untuk menggoda Cheryl dengan Dokter Raffa. Mungkin sebaiknya aku berhenti sebelum Cheryl marah. Aku rasa, sikapku juga terlalu kekanak-kanakan.Aku tidak mendengar perkataan Dokter Raffa yang terakhir, hanya saja saat ini Keenan sudah pamit.“Terima kasih, Dokter Raffa. Senang ber
Seingatku, ini pertama kalinya setelah Finn pergi, aku menghabiskan waktu bersama seorang pria. Perasaan … mencari ide untuk membuat mainan hanya sebentar, sisa waktu yang lain hanya untuk jalan-jalan dan menikmati makanan yang belum pernah aku makan.Kalau kalian bertanya bagaimana rasanya? Jawabanku, biasa saja.Hm, begini begini … aku merasa senang karena aku bisa tertawa dan mencicipi makanan yang belum pernah aku makan selama di Singapura. Akan tetapi, hanya sebatas itu saja.Hingga malam hari, Keenan mengantarku pulang, Cheryl ternyata sudah berada di unit apartment.“Hai, Ryl!” sapaku begitu membuka pintu.“Eh, Keenan antar kamu atau tidak?” Bukannya membalas sapaanku, Cheryl malah langsung menanyakan Keenan.“Ada, tapi dia langsung pulang. Mau aku panggil?” tanyaku.“Iya, boleh,” sahut Cheryl.Aku pun langsung membuka pintu dan sedikit berteriak memanggil Keenan. Untungnya, pintu lift masih belum tertutup rapat.“Ya?” sahut Keenan sambil menahan pintu lift.“Besok kita jadi pe
Sesudah membersihkan diri, aku bergegas naik ke atas tempat tidur dan dalam sekejab aku sudah terlelap.Benar, aku yakin kalau aku sudah terlelap. Akan tetapi, pikiranku tidak berhenti berkelana, seolah-olah aku masih sedang terjaga.Apa jangan-jangan aku memang belum tidur?Kini aku mulai berpikir untuk memperbaiki beberapa tugasku di kantor. Lalu, aku berpikir untuk segera menyelesaikan desain mainan untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Pun aku berpikir untuk meluangkan waktu membersihkan apartment. Astaga! Ternyata ada banyak hal yang harus aku selesaikan.Selagi aku memikirkan semuanya itu, tiba-tiba aku merasa sekelilingku berubah menjadi seperti sebuah ruang kerja, di mana aku duduk di dekat meja berukuran panjang. Di atas meja itu terdapat setumpuk pekerjaan. Ketika aku mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan, dari jauh aku melihat seseorang yang mirip dengan Finn berjalan mendekat ke arahku.Tidak tidak … seseorang itu tidak mirip dengan Finn. Orang itu adalah Finn.“Fi
Tanpa terasa, aku dan Keenan tiba di Marina Bay Sands. Di sini rencananya kita akan menikmati salah satu hidangan di restoran yang sudah dipilih oleh Dokter Raffa. Mungkin setelah itu kita bisa jalan-jalan sebentar.“Apa Dokter Raffa dan Cheryl sudah tiba?” tanya Keenan.“Seharusnya sudah,” jawabku.“Mau langsung ke restoran atau jalan sebentar?” Keenan menawarkan.“Kita bisa jalan dengan santai sambil menuju ke restoran,” jawabku.Keenan mengangguk dan berjalan di samping kananku.“Tempo hari aku sempat ingin mengajakmu mengunjungi ArtScience Museum,” ujar Keenan.“Mau! Kapan-kapan kita ke sini lagi ya? Sudah lama aku ingin mengunjungi ArtScience Museum, hanya saja sulit mendapat tiketnya,” jawabku bersemangat.“Kita harus berangkat lebih awal untuk mendapatkan tiket masuknya,” sahut Keenan sambil tersenyum. Dia pasti sedang menertawakan tingkahku.Aku hanya mengangguk untuk menanggapi.“Mau naik escalator atau lift?” tanyaku.“Escalator saja,” jawab Keenan.Lagi-lagi aku hanya menga
Setelah membicarakan semua hal serius hingga bercanda, bahkan sampai kami pindah ke cafe sekadar untuk duduk dan minum, tanpa terasa senja pun menyapa. Itu artinya sebentar lagi malam dan pertunjukan air menari akan segera dimulai.“Kita harus ke tempat pertunjukan agar bisa mendapatkan tempat duduk yang nyaman,” ujar Keenan.“Ayo! Kita jalan ke sana saja sekarang,” ajak Dokter Raffa.Aku dan Keenan berjalan terlebih dahulu, diikuti oleh Cheryl dan Dokter Raffa.“Wah, masih panas, Kee,” ujarku. Aku praktis menyipit begitu cahaya matahari menerpa wajah saat langkah kami sudah tiba di sisi bagian luar.“Tidak apa-apa, ini hanya sebentar,” jawab Keenan. Matanya ikut menyipit, tetapi dia tetap melangkah menuju ke anak tangga paling depan. Itu tempat yang paling strategis untuk menonton.Saat ini memang tempat ini sangat sepi. Tapi, lihat saja nanti … semakin malam pasti tempat ini akan semakin ramai dengan pengunjung.“Masih panas, Li!” Itu suara Cheryl yang mengajukan protes. Posisinya m