Share

Ketahuankah?

Angin sepoi mendesir mengitari tengkuk leher sehingga hampir semua bulu kuduk berdiri. Separah inilah efek dari pengakuan cemburuku itu. Sungguh menggelikan.

Aku menunduk malu. Namun, rasa takut kepergok Fadlan lebih besar sekarang.

“Gemes banget, sih ... jadi pengen makan Abang. Jangan cemburu,” ujarnya konyol. Vivi mencubit kedua pipi, aku segera menyingkirkan tangan itu walau akhirnya dia agak tak terima.

“Ih, pelit.” Desisan itu sangat sering kudengar akhir-akhir ini. Sampai aku hafal.

“Belum sah.” Lagi-lagi ini menjadi alasan. Namun, sedikit banyak gadis muda di hadapanku paham. “Udah mau azan, Sayang. Balik, gih,” sambungku dengan suara paling pelan. Tentunya dengan debaran jantung yang amat hebat. Takut ada yang dengar.

Bahkan mata ini masih memindai jalan satu-satunya menuju ke mari. Takut andai Fadlan datang dadakan, nanti kalau tak ketahuan, alamat gawat!

“Kalau gitu, ayo jadiin Vivi istri sah. Biar apa-apa boleh. Ya, Sayang,” rengeknya manja.

Duh, dia malah salah tanggap.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status