All Chapters of CEO Yang Hilang Ingatan: Chapter 131 - Chapter 140
217 Chapters
132. Nenek Kritis.
Aku membelalakkan mata. Menatap dengan tajam pada wanita paruh baya di depanku. Tangan kanan masih memegang erat ponselnya.  Bik Asih semakin terdesak. Keringat di keningnya semakin kentara, menetes hingga pipi. "Angkat teleponnya, berbicaralah!" kataku dengan gerak bibir. Nyaris tak mengeluarkan suara. "Ha-halo …," terbata Bik Asih mengucap salam. "Ada apa lagi, Bik?" Suara itu terdengar sangat familiar di telinga. Mungkinkah? Aku merogoh saku mengambil ponselku sendiri. Mencari fitur untuk merekam suara. Bik Asih kebingungan. Ia menatapku dengan gugup. Tak tahu harus berkata apa.
Read more
133. Bersamanya semua Baik-baik saja.
"Tolong ambilkan brankar!" Begitu menginjakkan kaki di depan lobi rumah sakit aku berteriak dengan suara nyaring. Ada tiga orang perawat laki-laki datang dengan terburu. Wulan membantu mengangkat bagian kepala nenek. Dua orang lelaki mengangkat bagian kaki dan punggung. Seorang lelaki berpakaian hijau kebiruan memegangi brankar agar tidak berpindah tempat. Mereka segera mendorong brankar masuk. Aku dan Wulan mengikuti dari belakang. "Apa yang terjadi pada, Nenek?" "Setelah makan buburnya tadi, tiba-tiba keluar cairan kental berwarna merah dari hidungnya." "Sebenarnya apa yang dimasukkan Bik Asih, ke dalam bubur itu!"  
Read more
134. Memperlihatkan Kenyataan.
"Ikut saya sekarang juga, Bik." Aku memelotot. Memasang wajah serius berhadapan dengan asisten rumah tanggaku itu. Seorang pengkhianat sepertinya perlu diberi pelajaran. "Jangan Den, saya minta maaf. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi." Bik Asih mengatupkan tangannya. Memelas padaku dengan mata berkaca-kaca, "Tolong, Den …." "Ikutlah Alex ke kantor polisi sekarang juga, Bik. Bibik harus bertanggung jawab atas apa yang telah Bibik, lakukan selama ini." "Nyaa, saya minta maaf." Bik Asih berlutut di bawah kaki mama. Ketakutan mendengar mama menyebut kantor polisi. "Bawa dia
Read more
135. Ada Apa Dengan Wulan?
"Fuuh …." Kuembuskan napas dengan cepat. Rasanya sangat lega.  Satu per satu masalah mulai terselesaikan. Hanya tinggal menunggu waktu sampai semuanya mendapatkan hukuman yang setimpal. Memasukkan satu tangan ke dalam celana. Berjalan dengan santai. "Alex, kamu sudah datang?" Mama menoleh ke arahku. Papa sedang mengambil sayur ke dalam piringnya, "Bagaimana dengan urusan, Bik Asih?"  Aku segera menuju meja makan ikut bergabung bersama mereka. Alicia tentu masih di sekolah. Sedangkan Wulan, ia pasti belum datang dari Universitas Avicenna. "Bik Asih sementara ditahan sampai semua tun
Read more
136. Mendatangi Wildan.
Membuka kancing kemeja hitam di bagian atas. Tak lupa melipat lengan kemeja hingga siku. Aku melirik ke sekitar tempat parkir. "Lex, ayo!" David menepuk pundakku. Ia turun terlebih dahulu dari mobil. "Wait!" kataku.  Kami berdua sudah berada di depan mobil. Menatap ke papan besar bertuliskan Klub Heaven. Sudah lama sekali aku tak menginjakkan kaki di sini. "Apa benar dia ada disini?" "Dari informasi yang gue terima sih, pasti." David mengangguk dengan yakin. Aku dan David masuk ke dalam klub malam terbesar d
Read more
137. Berhasil Mengerjainya
***Happy Reading*** "Berhenti. Angkat tangan kalian di atas sekarang juga!" Suara tegas itu langsung memberi perintah. Aku dan David segera mengangkat tangan.  Wildan dan ketiga temannya berusaha berdiri dengan tegak. Mereka mengangkat kedua tangan ke atas.  "Rasakan pembalasanku," desisku di samping telinga Wildan. Ia menoleh dengan mata berkilat tajam. "Geledah mereka semua!" perintah lelaki berbadan tegap dalam balutan seragam polisi itu.  Beberapa lelaki berseragam cokelat lengkap dengan pistol di pinggangnya langsung maju. Menggeledah kami masing-masing. Aku mengangguk dan tersenyum pada David. 
Read more
138. Dimarahi Dua Wanita tercantik.
Lampu mobil menyorot pagar besi kediaman rumah Ibrahim. Warna putihnya benderang memantulkan cahaya. Nomor rumah di samping gerbang berwarna keemasan menyilaukan mata. "Loe gak mau turun, Bro?" David menoleh ke arahku. Aku menggeleng pelan, "Males gue." "Udah tengah malam nih, loe males. Nah, gue harus cepet pulang. Ada yang nungguin gue di rumah," bebernya. Perkataan David menyadarkanku status kami telah berbeda. Ia bukan seorang pria lajang lagi seperti dulu. Tentu saja tak bisa pulang larut malam seenaknya. Pintu pagar berderit. Perlahan besi tebal itu bergeser. Seorang security berdiri di samping pagar dan tersenyum ke arahku. 
Read more
139. Mengajaknya Jalan-jalan.
Keesokan paginya …. Ah, bukan. Aku bangun siang. Namun, merasa itu masih pagi karena di luar cuaca sedang mendung. Matahari tak bersinar seterik biasanya. Langit terlihat gelap. Keesokan siangnya …. Aku menuju kamar papa dan mama. Mengetuk pintu beberapa kali. Saat pintu terbuka keduanya sedang terlihat bersantai sambil menonton televisi di kamar. Dua cangkir porselen dan setoples kaca kue kering tersaji di depan mereka. Segera mendekat dan menyapa mereka, "Selamat pagi." Papa dan Mama mengernyit menatapku dengan heran. "Ngelindur kamu? Pasti belum cuci muka?" tuduh Mama. Segera mendo
Read more
140. On The Way.
***Happy Reading***  Aku meluruskan kaki. Menaikkan satu kaki di atas kaki lainnya yang bertumpu di meja. Menggoyangkannya ke kiri dan kanan sesekali.   Membosankan.   Kenapa kaum wanita selalu berlama-lama untuk bersiap keluar dari rumah?   Kurasa selain pintar berbicara kelebihan wanita lain adalah lebih pandai memanfaatkan waktu. Dalam kata lain, berlama-lama membuat kaum lelaki menunggu.   Melirik jam Ro*ex di pergelangan tangan. Jarum pendeknya sudah menunjuk angka satu. Harus berapa lama lagi aku menunggu?   Membuang koran di pangkuan. Menghempaskannya ke atas sofa. Berdiri dari dud
Read more
141. Apa kamu tak tahu siapa aku?
***Happy Reading***   "Kenapa berenti di sini? Gegoseran guwah."   Wulan semakin cemberut. Kedua tangan disilangkan di dada. Ia menatap sebuah pabrik besar di depan mobil dengan mengernyit.   "Apa? Memangnya kenapa?" Aku bertanya balik.   "Dandan udah necis, cantik, bedak dedempulan. Bibir merah merona, kenapa cuma ke pabrik? Mau ngapain coba?"   "Hahahha …." Seketika tawaku tersembur keluar. Dikiranya aku akan mengajaknya kemana?   Pagi tadi saat ke kamar papa. Ia memberikanku resep dokter yang harus ditebus. Dokter pribadi nenek datang beberapa hari sekali. Selebihnya perawat pribadi nenek yang m
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
22
DMCA.com Protection Status